20. kesempatan.

51 11 8
                                    

Tidak semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Tetapi, semua orang berhak untuk mendapatkan kata maaf.

-

Hari ini adalah classmeeting pertama SMA Harmoni setelah menyelesaikan ujian semester ganjil. Dan perlombaan yang diadakan adalah futsal putri. Semua ketua kelas sibuk mendata orang-orang yang akan diikut sertakan dalam perlombaan itu.

"Siapa yang mau ikut dengan sukarela?" tanya Mahen selaku ketua kelas dari 11 IPA 4. Tidak ada seorang pun murid perempuan yang mengangkat tangannya.

"Nggak ada?" tanya Mahen lagi.

"Lomba apaan, sih?" tanya Binar lalu mengangkat kepalanya menatap Mahen. Ia jengah mendengar pertanyaan Mahen berkali-kali.

"Futsal putri," balas Mahen.

"Kapan lombanya?" Binar tampak sedikit berantusias.

"Hari ini, lo mau daftar?"

"Boleh, gue kapten. Tambahin Seruni juga," kata Binar seenaknya.

"Kok gue? Gue nggak bisa," balas Seruni tidak terima.

"Kalau Seruni nggak ikut, gue undur diri." Binar kembali merebahkan kepalanya di atas meja.

"Lo harus ikut," balas Mahen terarah kepada Seruni, lalu mencatat namanya di kertas.

Setelah cukup mengumpulkan orang-orang yang akan bermain, kelas 11 IPA 4 dibubarkan dan yang tinggal hanyalah mereka yang akan diutus ke lapangan. Binar bersiap dengan mengikat rambutnya. Ia berjalan, mengambil baju olahraga dari dalam loker.

....

"Nar, gue takut," bisik Seruni yang kini berjalan di belakang Binar. Kelas 11 IPA 4 akan berhadapan dengan kelas 10 IPS 3, yaitu kelas Galena. Kebetulan, gadis itu juga bermain kali ini. Pencabutan lot dilakukan secara acak, sehingga bisa saja kakak kelas melawan adik kelasnya.

"Itu kelas si cabe keriting nggak, sih?" tanya Seruni berbisik mendekati Binar.

Binar menoleh ke samping, dan benar saja, ia akan berhadapan dengan kelas Galena. Galena tersenyum tipis seolah mengejek Binar. Binar tidak peduli, ia membuang muka.

Pertandingan dimulai, kini bola berada di pihak Galena. Gadis itu menggiring bola tersebut dan menendang dengan kencang yang membuat bola itu memasuki gawang. Baru beberapa menit bermain, gawang dari kelompok Binar sudah kebobolan.

"YEAY!" seru Galena sambil bertos-ria dengan teman satu timnya. Sekilas, ia meledek Binar. Tentu saja, hal itu membuat Binar panas.

"Dasar cabe keriting," gumam Binar.

Pertandingan sudah berjalan selama 15 menit. Namun, masih belum ada tim yang mencetak poin lagi. Para supporter masih setia dengan teriakannya. Mereka berusaha mendukung kelas masing-masing.

"Binar mantap banget emang," gumam Agam yang menonton di sudut lapangan bersama Sagara, Adelio dan Akhal. Itu membuat Sagara langsung menoleh kepadanya.

"Apa-apa, Gar? Gue nggak mungkin rebut Binar. Gue sepupunya," ujar Agam bernada kesal.

"Yang lo maksud mantap apaan?" sinis Sagara.

"Cara mainnya, lah! Lo kira apaan?" Agam menatap tajam Sagara.

Sagara hanya menganggukkan kepalanya perlahan, dan kembali mengamati Binar.

"Masih aja dilihatin," kata Agam lagi lalu terkekeh.

"Lo goda dia mulu, jones banget, ya, Gam." Akhal menyahuti. Tatapannya hanya datar seolah tidak ada yang menarik dari pertandingan di hadapannya itu.

Sweet Dreams, Darling. [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang