Ada beberapa hal, yang baiknya disimpan sendiri.
-
Alarm yang berada di atas nakas itu berbunyi. Binar meraihnya dengan keadaan setengah sadar, lalu mematikannya dan kembali tertidur. Binar memejamkan matanya, setelah beberapa kali menguap.
Berbeda dengan di lantai atas, Sagara sudah terbangun sedari tadi dan menghampiri Binar. Sagara memperhatikan Binar yang kini menempati kasurnya. Ia menarik selimut yang dipakai Binar. Namun, gadis itu malah menarik balik.
"Binar masih ngantuk, Bun," ucap Binar setengah sadar.
Sagara membulatkan matanya lalu tertawa setelah itu. Ia kembali menarik selimut itu, dan ditarik kembali oleh Binar.
"Lima menit lagi, Bunda ...."
"Lima menit lagi, Bunda ...." Sagara menirukan ucapan Binar tadi. Binar membuka matanya dengan sangat cepat. Ia terkejut setelah mendengar suara Sagara.
"Sagara?! Kok ... kamu ngapain ke kamarku?" Binar terperangah.
"Sana mandi, aku antar pulang." Sagara berlalu, meninggalkan Binar yang masih keheranan. Nyawanya belum sepenuhnya terkumpul. Sagara kembali membalikkan badannya, ia melupakan sesuatu.
"Lah? Kok ...." Binar masih ling-lung.
"Ini, kamu bisa pakai baju ini." Sagara neletakkan sebuah tas belanja di sudut kasur. Ia berjalan menuju pintu, dan meninggalkan Binar yang masih keheranan. Senyuman tipis tercetak di wajah lelaki tampan itu.
....
Binar menaiki anak tangga dengan semangat. Ingatannya sudah kembali, dan ia sudah sadar bahwa dirinya kini sedang berada di kafe Melodies You, milik Sagara. Binar terperangah, saat melihat Sagara sedang kesakitan memegangi dadanya. Binar berlari menghampiri lelaki itu.
"Sagara! Kamu kenapa?!" tanya Binar panik.
"Hah ...." Sagara membuang napasnya dengan berat. Rasanya sangat sesak.
"Gara?! Kamu kenapa?" Binar khawatir, ia mengelus pundak Sagara dengan pelan. "Kamu duduk di sini," ujarnya setelah menjangkau sebuah kursi di samping tubuhnya.
Sagara terduduk dengan masih memegangi dadanya. Perlahan, ia kembali membaik. "Huft ...." Sagara mengembuskan napasnya dengan pelan.
"Udah enakan, Gar?" tanya Binar yang masih cemas.
"Udah ... udah."
"Ke rumah sakit aja." Binar memberikan usul. Ia masih mengelus pundak Sagara.
"Udah, aku emang biasa kayak gini. Kamu nggak usah khawatir. Udah, aku antar pulang." Sagara bangkit, pergerakan itu diikuti oleh Binar.
"Nggak usah, aku bisa pulang sendiri. Kamu pulang ke rumahmu aja," balas Binar. Ia tidak mau Sagara kenapa-napa.
"Nggak, biar aku yang antar." Sagara mengambil kunci motornya, lalu memasang jaket kulit yang terletak di atas meja.
Binar masih berdiri. Ia tidak mengikuti langkah Sagara. Sagara berbalik, menghampiri gadis itu. Sagara berbisik, "Aku nggak apa-apa." Lalu lelaki itu meraih tangan Binar, mengajaknya berjalan ke luar.
Saat di perjalanan, Binar hanya diam. Ia khawatir dengan keadaan Sagara. Tiba-tiba saja begitu. Binar terus bertanya, "Sagara kenapa?"
"Nar?" panggil Sagara. Binar masih diam, tatapan matanya kosong.
"Binar?!"
"Eh? Ha? A-apa, Gar?" Binar mendekatkan kepalanya. Jalanan masih sepi, karena masih pagi dan sekarang adalah hari Minggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Dreams, Darling. [selesai]
Teen FictionJudul sebelumnya, the violinist: sagara Gadis kecil dengan jepitan rambut bunga matahari yang ditemuinya di atap rumah sakit, selalu membayangi Sagara. Pengaruhnya sangat besar bagi hidup Sagara. Dan biola, hanya alunannya yang membuat Sagara tetap...