Melukis Senja by Budi Doremi🎵
....
Bahkan, sang waktu pun juga berpihak kepada kita. Memberikan kesempatan di setiap celahnya untuk kita bertemu lalu bercerita.
-
Seperti yang sudah dijanjikan, Binar akan menemani Sagara berlatih untuk perlombaan biolanya. Binar sudah siap dengan celana jeans panjang dan baju kaus lengan pendek berwarna hitam. Binar menanti Sagara di depan pagar rumah.
Senyum Binar mengambang, saat seorang lelaki yang mengendarai motor sport mendekatinya. Binar sudah tahu, itu adalah Sagara.
"Hai!" sapa Binar bersemangat.
"Ayo, naik," kata Sagara yang dibalas anggukan oleh Binar. Binar segera memasang helm berwarna ungunya dan naik ke motor Sagara.
Hari masih pagi, namun jalanan sudah ramai. Sepertinya, para manusia memutuskan untuk menikmati hari libur panjangnya dengan berjalan-jalan.
"Kamu mau latihannya di mana?" tanya Binar di sela-sela perjalanan.
"Kafe aku aja, gimana?" saran Sagara.
"Boleh!" Binar mengangguk, menyetujui saran dari Sagara untuk berlatih di kafe miliknya.
Sekitar beberapa menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di depan kafe Melodies You. Kafe itu sudah didatangi oleh beberapa orang pengunjung.
Binar turun, diikuti Sagara setelahnya. "Kamu nggak bawa biolanya?" tanya Binar yang baru sadar Sagara tidak membawa biola.
"Ada di dalam, kok," jawab Sagara sambil tersenyum tipis.
Sagara menarik tangan Binar untuk menuju ke dalam kafe. "Kamu ke rooftop duluan, ya. Aku mau ngambil biola dulu," kata Sagara.
"Emangnya di mana?"
"Di kamar bawah," jawab Sagara.
....
Binar menunggu Sagara di rooftop kafe Melodies You. Pemandangan dari rooftop itu benar-benar indah. Binar suka rooftop, sama seperti Sagara.
"Lama, ya?" tanya Sagara yang baru saja datang sambil membawa sebuah biola berwarna putih.
"Nggak, kok." Binar menggeleng lalu tersenyum.
"Kafe ini kamu yang diriin sendiri?" tanya Binar saat Sagara sudah berdiri di sebelahnya.
"Nggak, kafe ini sebelumnya milik Bang Zen. Namun, semenjak dia lulus kuliah dan udah menjadi seorang dokter, dia terlalu sibuk. Akhirnya, dia ngasih kafe ini ke aku," tutur Sagara.
Binar mengangguk. "Sebelumnya, nama kafe ini apa?" tanyannya.
"Nada Kopi," balas Sagara lalu terkekeh.
"Bagus juga, sih, ya." Binar ikut terkekeh.
"Nggak ada bagus-bagusnya, bagusan juga Melodies You," balas Sagara.
"Dasar, padahal sodara sendiri."
Sagara menghentikan tawanya. Hal itu membuat Binar menoleh. "Kenapa, Gar? Aku salah ngomong?" Wajah Binar tampak panik.
"Nggak ... kamu nggak salah ngomong. Mau dengar aku mainin ini, nggak?" Sagara menunjukkan biolanya.
"Mau!" Binar mengangguk bersemangat.
Sagara memainkan biola putih itu di hadapan Binar. Alunan indahnya membuai telinga yang mendengarkan. Binar menatap Sagara dengan penuh pukau. Kondisi ini mengingatkannya tentang saat pertama kali ia melihat Sagara bermain biola di ruangan musik saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Dreams, Darling. [selesai]
Fiksi RemajaJudul sebelumnya, the violinist: sagara Gadis kecil dengan jepitan rambut bunga matahari yang ditemuinya di atap rumah sakit, selalu membayangi Sagara. Pengaruhnya sangat besar bagi hidup Sagara. Dan biola, hanya alunannya yang membuat Sagara tetap...