Nggak ada yang namanya cinta, tidak harus memiliki. Itu cuma bullshit, semua orang kalau cinta, pasti mau memiliki. –Arion.
-
Sagara memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Entahlah, ia merasa cemas dengan kondisi Binar. Sagara ingin cepat bertemu dengan Binar. Namun, tidak ada yang ia temukan di halte SMA Harmoni. Kosong, sunyi dan tidak ada lagi sesosok orang pun di sana. Sagara memilih untuk menuju rumah Binar.
Saat Sagara sudah hampir dekat dengan rumah Binar, ia mengurangi kecepatan motornya. Sagara menemukan Binar yang sedang berbicara santai dengan Arion di depan pagar rumahnya. Arion yang menyadari keberadaan Sagara, dengan sengaja menyentuh rambut Binar.
"Lo ngapain?" tanya Binar lalu mengelak.
"Ada daun kecil," balas Arion.
Binar langsung menoleh saat Sagara berhenti di sampingnya. "Sagara?" gumam Binar lalu tersenyum tipis.
Sagara turun dari motor, wajahnya datar dan ia tidak melirik ke arah Arion. "Kamu baru pulang?" tanya Sagara kepada Binar.
"Iya, aku pulang sama Arion," balas Binar dengan raut wajah cerianya. Senyumnya mengambang sejak kedatangan Sagara.
"Gue pamit, salam buat Bunda," kata Arion.
"Iya, nanti gue bilangin," balas Binar.
Arion berjalan mendekati Sagara. Ia berhenti tepat di samping Sagara, lalu berbisik, "Nggak ada yang namanya cinta, tidak harus memiliki. Itu cuma bullshit, semua orang kalau udah cinta, pasti mau memiliki. Dan ... gue masih cinta dia."
Arion berlalu mendekat ke motornya. Sudut bibirnya terangkat menatap punggung Sagara yang masih mematung. Sagara tidak menoleh sedikit pun kepada Arion hingga lelaki itu pergi.
"Gar?" panggil Binar yang dibalas deheman oleh Sagara.
"Kamu mau apa ke sini? Tumben banget," kata Binar.
"Aku mau lihat keadaan Sabi."
"Sabi di sana! Yuk, masuk," ajak Binar lalu membuka pagar. Langkahnya diikuti oleh Sagara. Langkah itu membawa keduanya ke depan kandang Sabi.
"Dia sehat, ya," ucap Sagara lalu berjongkok melihat seekor kelinci di dalam kandang kecilnya.
"Iya, 'kan aku kasih makan tiap hari. Aku juga kasih cinta setiap detik, aku juga sering peluk dia." Binar ikut berjongkok dan menatap wajah Sagara dari samping, ia tersenyum.
"Jaga Sabi, ya, Nar." Sagara berdiri kembali diikuti Binar.
"Loh? Kamu mau pergi?" tanya Binar keheranan.
"Iya."
"Sebentar banget. Nggak mau ketemu Bunda? Kamu belum pernah ketemu Bunda, 'kan?" tanya Binar yang masih keheranan.
"Kapan-kapan aja, sekarang aku mau pergi."
"Ish, sebentar banget. Kamu ke sini cuma mau jongkok doang." Binar memanyunkan bibirnya.
"Mau lihat Sabi," balas Sagara lalu terkekeh.
"Sebentar banget."
Sagara kembali terkekeh. Setelahnya, tangan lelaki itu bergerak mengelus rambut Binar yang membuat Binar mematung. "Aku pergi, ya," kata Sagara dengan lembut.
"Paling bisa," balas Binar sambil tersenyum tipis.
"Aku pamit, bye," kata Sagara lalu berbalik dan meninggalkan Binar. Ia memilih untuk kembali menuju kafe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Dreams, Darling. [selesai]
Teen FictionJudul sebelumnya, the violinist: sagara Gadis kecil dengan jepitan rambut bunga matahari yang ditemuinya di atap rumah sakit, selalu membayangi Sagara. Pengaruhnya sangat besar bagi hidup Sagara. Dan biola, hanya alunannya yang membuat Sagara tetap...