Jika saja waktu bisa berhenti, aku ingin berhenti di detik ini. Aku ingin mengunci agar kamu tidak pergi, dan orang lain tidak datang.
-
Sudah lima hari Sagara di rumah sakit, dan hari ini ia diperbolehkan pulang. Sagara berkemas, ditemani oleh Kakaknya, Zen.
"Udah dibawa semuanya?" tanya Zen.
"Udah, Bang." Sagara tersenyum hangat kepada Zen.
"Senang banget, ya, yang udah boleh pulang," kata Zen lalu tertawa.
"Bosan, Bang, di rumah sakit. Bau obat-obatan," balas Sagara bersiap membawa tasnya.
"Mau gue yang bawain?" Zen menawarkan bantuan yang membuat Sagara terkekeh.
"Gue bisa kali, Bang. Lo kira gue kakek tua?" Sagara meninggalkan ruangan itu lebih dulu. Zen tersenyum tipis.
Saat sudah di dalam mobil, Sagara memainkan handphone-nya untuk memberi tahu kepada sahabat-sahabatnya bahwa ia sudah diperbolehkan untuk pulang.
"Gar?" panggil Zen setelah duduk di samping Sagara.
"Iya? Apa, Bang?" Sagara masih memperhatikan layar handphone-nya.
"Cewek yang sering jengukin lo itu siapa, sih?" tanya Zen di tengah-tengah perjalanan.
"Siapa, Bang?" tanya Sagara.
"Yang nyuapin bubur, yang nemenin di rooftop dan yang ngelamun natap muka lo pas lo tidur," ujar Zen lalu terkekeh. Keduanya memang dekat, namun tidak terlalu.
"Oh ... Binar," balas Sagara ikut tertawa. "Kenapa, Bang?"
"Kayaknya dia dekat banget sama lo, Gar. Perhatian juga kayaknya." Zen beralih menatap Sagara sebentar.
"Gitu, ya." Sagara mengangguk-angguk.
"Cantik juga."
Ucapan Zen membuat Sagara dengan cepat beralih menatap tajam ke arahnya. Zen yang menyadari, hanya tertawa terbahak.
"Jadi, lo suka sama dia?" tanya Zen yang membuat Sagara kebingungan.
"Nggak tahu, Bang." Sagara terkekeh. Ia kembali memainkan handphone-nya.
"Loh, kok malah nggak tahu?"
"Nggak ... udah, mending lo nyetir yang benar, jangan sampai nabrak tiang listrik," kata Sagara. Zen hanya tertawa, namun tidak dengan hatinya, hati Zen sakit melihat Sagara yang ... begitu.
"Kalau gue nabrak tiang, paling mobilnya doang yang penyok," balas Zen.
🎻
"Nar, katanya hari ini Sagara masuk sekolah," ucap Seruni.
"Beneran?!" Raut wajah Binar berubah seketika. Ia berlari menuju depan pintu, menunggu Sagara yang pasti akan melewati kelasnya.
Binar melihat ke sekitar. Senyum di bibirnya tidak kunjung memudar, ia memilin ujung bajunya dan kakinya tidak bisa diam.
Arion yang berada di dalam kelas, hanya membuang napas tanda tidak suka, melihat Binar yang begitu tertarik dengan Sagara. Raut wajah Binar saat bertemu dengan Sagara dibandingkan dengan Arion, itu sangat berbeda. Seperti Sagara adalah kebahagiaan, dan Arion adalah kesedihan.
Senyum Binar mengambang saat melihat Sagara di sudut sana. Lelaki itu tampak sudah sehat seperti biasanya. Binar melambaikan tangannya.
"Gar!" seru Binar.
Sagara dapat membaca arti senyuman dari Binar. Senyum yang dipenuhi rasa bahagia, tulus dan kehangatan. Sagara membalas senyuman Binar. Langkah kakinya membawanya semakin dekat dengan Binar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Dreams, Darling. [selesai]
Teen FictionJudul sebelumnya, the violinist: sagara Gadis kecil dengan jepitan rambut bunga matahari yang ditemuinya di atap rumah sakit, selalu membayangi Sagara. Pengaruhnya sangat besar bagi hidup Sagara. Dan biola, hanya alunannya yang membuat Sagara tetap...