16. bunga matahari.

51 13 0
                                    

Tetaplah bersinar seperti matahari.
Tetaplah di sana, tertawa ria bersama awan.
Aku tidak suka jika senyummu memudar.

-

"Gar? Kamu mau makan apa?" tanya Binar sambil menatap lekat wajah Sagara.

"Aku udah makan," balas Sagara lalu tersenyum.

"Loh? Kapan? Jangan bohong, ya?" Binar berdecak pinggang, seperti seorang ibu memarahi anaknya yang tidak mau makan.

Setelahnya, Binar mengambil kotak bubur yang terletak di atas meja. Ia membuka bungkusan itu, lalu mulai mengaduknya perlahan.

"Bangun," perintah Binar. Ia membantu Sagara duduk dari posisi yang semula berbaring.

"Kamu harus sembuh, kamu harus makan yang banyak." Binar mengambil sesendok bubur itu, lalu menyuapi Sagara. Lucu, lelaki itu menurut.

"Jangan kayak gitu di depan jomblo," sindir Adelio.

"Lo jomblo dari mana? Pacar lo aja sekebun!" Agam membalas.

"Gue udah putusin mereka semua demi Seruni," balas Adelio bernada sayu.

"Nggak percaya gue." Agam melirik Adelio dengan sudut matanya.

Adelio membuka handphone-nya. Ia memperlihatkan kepada Agam, sebuah pesan siaran dengan 25 anggota. Di sana, tertulis bahwa Adelio memutuskan para gadis itu secara berjamaah.

Adelio Laksana.
"Sayang, kita putus, ya. Aku mau sendiri dulu untuk beberapa waktu. Aku punya masalah yang nggak bisa dibilang ke kamu. Aku harap, kamu ngertiin aku."

Mata Agam membulat. "Widih, gila lo. Mutusin berjamaah lewat pesan siaran. Ck! Gila banget." Agam men-scroll pesan itu. Ia mendapati balasan tidak terima dari para pacar Adelio.

Jujur saja, Agam bangga dengan Adelio, karena lelaki itu sangat lihai dalam menyembunyikan pacarnya yang lain. Mungkin, memang bakat sesungguhnya dari diri Adelio.

"Oh, iya. Seruni mau ke sini katanya," ujar Adelio.

"Lo ngasih tahu dia?" tanya Binar.

"Iya, dia nanya lo. Terus gue kasih tahu deh, lo di sini."

Binar menyimpan bubur yang masih tersisa setengah itu, lalu mengambilkan air putih untuk Sagara. Binar membantu Sagara meminum air dengan memegangkan botolnya.

"Gue bisa percayain Seruni ke lo, kalau lo benar-benar nggak mau mainin dia," ucap Binar menatap Adelio setelahnya.

Senyum Adelio mengambang, akhirnya pawang Seruni luluh kepadanya. "Siap!" seru Adelio bersikap tegak seperti tentara.

"Kamu mau ke luar?" tanya Binar beralih kepada Sagara.

Sedetik setelahnya, pintu ruangan dibuka secara tiba-tiba. Galena datang dengan membawa sebuket bunga mawar dan buah. Senyumnya mengambang setelah melihat Sagara. Ia segera berlari menghampiri Sagara dengan menyenggol Binar secara sengaja.

"Kak, Kakak nggak apa-apa? Apa yang sakit?" tanya Galena perhatian. Ia menaruh buah di atas nakas, lalu meletakkan mawar itu di samping Sagara.

"Gue nggak suka bunga mawar," ucap Sagara menjauhkan bunga itu darinya.

"Ma-maaf, Kak. Aku nggak tahu kalau Kak Gara nggak suka bunga mawar," balas Galena lalu mengambil bunga itu kembali.

"Lebih baik dibuang," ucap Sagara ketus.

"I-Iya, Kak. Aku bakal buang bunganya." Galena segera membuang sebuket bunga itu.

"Tamu nggak diundang," sindir Agam saat Galena berada di sampingnya. Tempat sampah berada tidak jauh dari Agam. Galena membalas dengan tatapan sinis, ia tidak mau Sagara melihat sisi buruknya.

Sweet Dreams, Darling. [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang