28. patah dan kecewa.

57 9 0
                                    


Bunga indah yang kutanam sejak lama itu, justru kau rusak kelopaknya hingga berbentuk seperti bunga usang.

-

Binar bersenandung kecil sambil menyisir rambutnya panjangnya. Senyumnya tidak hilang semenjak kemarin, saat Sagara memenangkan perlombaan. Binar menyanggah rambutnya dengan jepit rambut yang membuatnya dipertemukan dengan Sagara, jepit rambut logam berbentuk bunga matahari. Binar tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin. Binar senang, siang ini ia akan menghabiskan waktu bersama Sagara hingga 12 jam ke depan.

Binar merasa, penampilannya sudah sempurna. Ia meraih tas selempang, lalu segera ke luar dari kamar untuk berpamitan dengan ayah dan bundanya. Senyum itu, masih di sana, tidak pudar sedikit pun.

"Bun, Binar pamit, ya," kata Binar saat dirinya sudah berdiri di belakang Jani.

Jani menoleh. "Jadi, nih, jalan-jalan sama Sagara?" goda Jani sambil tertawa kecil.

"Jadi, Bun." Binar menundukkan pandangan, malu. "Ayah mana, Bun?" tanya Binar setelahnya.

"Baru aja ke luar, ada perlu katanya," jawab Jani.

Binar mengangguk pelan. "Yasudah, bilang ke Ayah, Binar pergi dulu, ya, Bun." Binar mencium punggung tangan Jani.

"Iya, hati-hati."

"Siap!"

Binar melangkahkan kaki ke luar, hari ini adalah hari yang paling menyenangkan, menghabiskan waktu bersama Sagara selama 12 jam? Oh, Tuhan, bahagia yang dirasakan Binar kini tidak bisa dijelaskan lagi.

Binar memesan taxi online. Binar dan Sagara memutuskan untuk bertemu di sebuah kafe yang terletak lumayan jauh dari rumah Binar.

Taxi itu datang, senyum Binar mengambang. Di dalam taxi, Binar bersenandung kecil, membuat si supir meliriknya sambil terkekeh pelan. "Lagi senang banget, Neng?" tanya si bapak yang sedang menyetir.

Binar membulatkan matanya, malu. "I-iya, Pak." Binar cengengesan.

"Mau ketemu siapa, Neng?"

"Ketemu orang yang saya suka, Pak," balas Binar ramah.

"Pantesan, si Neng, teh, geulis pisan, euy," sahut si bapak, lalu tertawa.

"Ih, Bapak mah, bisa aja." Binar mengulum senyum.

"Iya, pasti cowoknya senang atau bahkan jatuh cinta sama Neng," kata si bapak supir lagi.

"Udah, Pak. Nanti saya terbang," balas Binar lalu tertawa, berusaha menetralkan detak jantung.

Supir taxi itu tertawa, mereka berbincang untuk beberapa waktu hingga sampai di kafe yang dituju.

"Ini, Pak," kata Binar sambil menyodorkan beberapa helai uang. Mereka kini sudah sampai di kafe Green Love. Salah satu kafe yang juga terkenal di kalangan remaja.

"Terima kasih, Neng. Lancar jaya, ya," balas bapak itu setelah menerima uang dari Binar.

"Bisa aja, si Bapak. Saya duluan, Pak."

Binar turun dari taxi, menghirup udara sebentar, lalu masuk ke kafe. Binar duduk di dekat jendela, agar bisa mengintai Sagara jika lelaki itu datang. Binar memesan satu jus manga sembari menunggu.

....

Senyum itu masih di sana, namun sudah mulai pudar. Sudah 3 jam, Sagara tidak kunjung datang. Bahkan, Binar memesan satu gelas jus lagi agar ia tidak diusir dari kafe tersebut.

Sweet Dreams, Darling. [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang