13. a gift.

87 17 7
                                    

Kalau cemburu, itu artinya masih ada perasaan.

-

"Binar?!" panggil Sagara. Namun tidak ada yang menyahuti.

"Ke mana, sih," gumam Sagara sambil mengacak rambutnya.

"Bwek, apa lo?! Nggak bisa ngejar gue, 'kan? Mampus!"

Suara itu ... adalah suara Binar. Tapi dari mana? Sagara melihat ke sana-sini, namun ia tidak menemukan Binar. "Binar?" panggilnya lagi, berharap Binar mengiyakan.

"Sagara! Di sini!"

Sagara menengadah, mendapati Binar yang sedang terkekeh sendiri. Gadis itu sedang duduk santai di atas pohon mangga. Senyumnya seperti isyarat bahwa ia sudah memenangkan lomba lari dengan ayam.

Sagara mengusir ayam yang masih mengepak-ngepakkan sayapnya. Ayam itu mengalah, lalu menjauh dan menuju ke tempat anak-anaknya kembali.

"Udah? Turun," ujar Sagara.

"Hehe." Binar menyengir kuda. "Cara turun gimana, ya?" tanyanya dengan wajah polos.

Sagara menepuk pelan keningnya, lalu mengembuskan napas gusar. Frustasi dengan tingkah Binar.

"Loncat aja," kata Sagara.

"Kalau kakiku patah gimana?"

"Jalan pakai tongkat." Sagara berdecak pinggang.

"Ih!" Binar kesal, wajahnya berubah menjadi jutek.

Sagara terkekeh pelan. "Yasudah, sini loncat aja. Aku tangkap," ujarnya.

"Serius? Ih! Kalau nggak ketangkap gimana?" tanya Binar ragu.

"Loncat aja. Aku jamin, kamu nggak bakal kenapa-napa." Sagara meyakinkan Binar, lalu ia merentangkan tangannya.

"Oke, siap-siap." Binar mengubah posisi duduknya, bersiap untuk melompat.

"Satu ... dua ...." Gadis itu menghitung, matanya terlihat sangat serius.

"Tiga!" Binar benar-benar melompat, ini di luar dugaan Sagara. Sagara pikir, gadis itu tidak akan berani melompat.

Sagara bingung, ia ragu. Dan tiba-tiba gadis itu sudah menghantam tubuhnya dengan keras. Binar aman, Sagara yang tidak. Dadanya ditekan kuat oleh Binar.

Binar perlahan membuka matanya, ia bernapas lega setelah itu. "Huft ... untung nggak apa-apa."

"Argh ...." Sagara duduk dengan perlahan, ia mengusap bagian belakang kepalanya.

"Loh? Kamu nggak apa-apa, Gar? Sakit?" tanya Binar panik. Gadis itu menepuk-nepuk pundak Sagara.

Sagara melirik Binar. "Aku nggak apa-apa, punggungku yang sakit," ucap Sagara.

"Eh? Sakit?" Binar panik, ia bangkit dari duduknya dan bergerak ke belakang Sagara. Ia menepuk pelan punggung lelaki itu.

"Sudah ... nggak apa-apa, yang penting kamu nggak jadi dipatuk ayam." Sagara terkekeh setelahnya, membuat Binar memukul punggungnya spontan.

"Aw!" Sagara meringis karena pukulan Binar terlalu kuat, ditambah punggungnya yang masih sakit.

"Eh ... maaf, Gar, kelepasan." Binar tertawa.

"Sekarepmu," kata Sagara lalu berdiri dari tempatnya diikuti Binar yang masih tertawa.

"Makasih, ya, Gar."

"Ya."

"Gara, kita pulang sekarang?" tanya Binar lalu berjalan lebih cepat di samping Sagara.

"Iya, emang kamu masih mau di sini?" balas Sagara lalu bertanya balik.

Sweet Dreams, Darling. [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang