22. mundur.

41 11 2
                                    

YANG NGGAK VOTE SAMA COMMENT, NGGAK PREN!

-

Kelas 11 IPA 4 sedang sibuk berlatih untuk penampilan teaternya beberapa hari lagi. Semuanya tampak serius, namun tidak dengan Arion. Lelaki itu hanya duduk bersandar sambil mengamati Binar yang sedang membaca buku di sudut kelas. Arion tersenyum, mengingat Binar yang pernah hadir di dalam hidupnya membawa banyak sekali kebahagiaan.

Rinjani yang baru masuk ke kelas, mengikuti arah pandang Arion. Hal itu membuat hati Rinjani sakit. Rinjani cemburu, sangat, mengingat Arion yang tidak pernah sekali pun menatap dirinya seperti ia menatap Binar.

"Arion?" panggil Rinjani.

Arion menoleh dan menengadah, setelahnya ia berdiri dan melangkah melewati Rinjani. Dua langkah Arion melewatinya, Rinjani menahan lengan lelaki itu. "Tunggu," kata Rinjani lalu berbalik menatap Arion.

"Kenapa kamu nggak pernah natap aku?" tanya Rinjani sambil menatap tajam mata Arion. Di balik kacamatanya, air mata gadis itu berlinang.

"Untuk? Gue nggak suka lo." Arion melepas tangan Rinjani dengan kasar lalu pergi dengan segera, hal itu membuat Rinjani kehilangan keseimbangan dan membuatnya terjatuh.

"Lo nggak apa-apa?" tanya seorang lelaki lalu membantu Rinjani berdiri. Dia, Mahen Januar.

Rinjani melepas tangisnya sambil menatap punggung Arion. Mahen tertegun, bingung harus berbuat apa. "Lo mau gue gantiin peran dia sebagai pangeran?" tanya Mahen.

Rinjani segera menggeleng. "Nggak, biarin Arion yang meranin pangeran," balas Rinjani lalu beranjak meninggalkan Mahen.

"Selalu gitu konsepnya, biasanya seseorang bakal jatuh cinta sama orang yang nggak cinta sama dia. Gitu aja terus, sampai air hujan jadi warna merah," ujar Mahen dengan nada kesal.

....

Binar menghampiri Rinjani yang sedang mengafal dialognya. "Hai," sapa Binar.

Rinjani menoleh, ekspresinya terkejut menyadari kedatangan Binar. "H-hai," balas Rinjani, gugup.

"Ada yang bisa gue bantu nggak?" tanya Binar dengan senyuman di wajahnya.

"Nggak ada," kata Rinjani sambil membalas senyuman Binar.

"Padahal gue bosan banget. Yasudah, gue pergi."

"Tu-tunggu." Rinjani segera mencekal tangan Binar saat gadis itu berbalik.

Binar menaikkan kedua alisnya. "Heum? Ada apa?" tanya Binar.

"Tentang Arion ... dia nggak salah. Aku yang salah. Aku yang minta Papa buat ngasih syarat ke keluarga Arion, dengan meminta Arion jadi pacarku. Arion nggak salah apa-apa." Rinjani menatap mata Binar. Detak jantungnya menjadi sangat cepat.

"Itu udah masa lalu." Binar tersenyum tipis lalu memegang bahu Rinjani. "Katanya, lo suka Arion. Masa mau nyerah aja?" kata Binar setelahnya.

Rinjani menunduk karena malu. Binar terlalu baik, pikirnya.

"Jangan nyerah, ya. Gue pergi dulu, mau ketemu sama Sagara," ucap Binar berbisik.

"Iya," balas Rinjani lalu terkekeh pelan. Ia membiarkan Binar pergi. Rinjani mengulum senyum, hangat jika berada di dekat Binar.

"Wajar, Arion suka banget sama kamu," gumam Rinjani sebelum tubuh Binar tidak lagi terlihat olehnya.

Arion, lelaki itu mendengarkan perkataan antara Rinjani dan Binar. Mungkin, keduanya tidak sadar dengan keberadaan Arion. Arion tahu, bahwa Rinjani adalah gadis kecil yang dulu pernah mengejar-ngejarnya. Arion adalah tipe lelaki yang tidak suka dikejar. Mungkin, hal itu yang membuat ia sulit menerima Rinjani.

Sweet Dreams, Darling. [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang