27. karena dia.

41 9 0
                                    

....

Binar bangun sangat pagi kali ini. Ia mengacak-ngacak isi lemari, mencari baju yang pas untuk dipakai di hari perlombaan Sagara. Rambutnya masih berantakan, seperti kamarnya saat ini.

"Duh ... gue pakai baju apa?" gerutu Binar. Kepalanya juga terasa sakit. Binar melirik jam yang tergantung di dinding kamar, menunjukkan pukul 04.00 WIB.

"Sepatu apa? Celana apa? Duh, gimana, dong?!"

Jani terbangun karena suara berisik dari kamar Binar. Takut terjadi apa-apa, Jani mendatangi kamar putrinya itu.

"Ngapain, Nar?" Mata Jani terbelalak setelah ia membuka pintu.

"E-eh, Bunda? Kebangun, Bun?" tanya Binar cengengesan.

"Gimana Bunda nggak kebangun? Kamu berisik banget, masih jam empat pagi gini," balas Jani menatap heran Binar. "Ngapain?" tanya Jani setelahnya.

"I-ini, Bun. Kan hari ini Sagara ada perlombaan. Jadi, Binar mau cari baju yang bisa dipakai nanti," balas Binar menatap ragu bundanya.

"Masih jam segini kamu udah nyari baju? Saking mau tampil perfect-nya di mata Sagara?"

Seperti mendapat tamparan, Binar terkejut dengan tebakan yang tepat dari bundanya. Binar menundukkan kepala, pipinya terasa panas. Jani terlalu hapal tentang dirinya.

"Dasar. Emang lombanya jam berapa?" Jani beralih menuju lemari Binar.

"Jam sepuluh pagi, Bun," jawab Binar lalu menampakkan deretan gigi putih rapinya.

Jani termenung, menatap Binar dan tidak bisa berkata-kata. Setelahnya, Jani berucap, "Kamu tidur lagi aja, nanti Bunda bantu pilihin baju."

"Nggak bisa tidur lagi, Bun." Binar kembali cengengesan.

Jani menoyor kepala Binar dengan pelan. Fokus Jani beralih kepada isi lemari Binar, mencarikan baju yang cocok untuk putri cantiknya. Binar hanya memperhatikan Jani dari tempatnya berdiri.

Setelah beberapa saat, Jani mendekat ke arah Binar dengan beberapa helai pakaian di tangannya. "Bunda pilihin ini," kata Jani sambil menyerahkan satu set pakaian kepada Binar.

Binar menatap pantulan dirinya di cermin, senyumnya mengambang. Pilihan bundanya memang terbaik. Baju kaus hitam lengan pendek, sebuah sweater rajut berwarna putih tulang kesukaan Binar dan celana jeans panjang yang longgar.

"Udah?" tanya Jani memastikan.

"Udah, Bun." Binar tertawa kecil setelahnya.

Jani terkekeh, setelahnya ia meninggalkan Binar lalu kembali ke kamarnya. Sedangkan Binar, sakit kepalanya langsung hilang. Kini, ia sedang bersenandung kecil sambil membereskan baju-baju yang berserakan di lantai kamarnya.

....

"Nar? Makan dulu ...."

"Iya, Bun ...." Binar menyahut dari kamarnya.

Binar sedang berada di depan cermin, berias dengan make-up tipis. Binar memakaikan ­liptint berwarna pink di bibirnya. Merapikan rambutnya sebentar, lalu meraih tas selempang hitam dari atas kasur.

Binar bergegas menuju ruang makan untuk sarapan bersama bunda dan ayahnya. Jarang-jarang, ayahnya bisa sarapan pagi bersama.

"Pagi," sapa Binar lalu duduk di kursi.

"Mau ke mana? Rapi banget pagi-pagi?" tanya Agung—Ayah dari Binar.

"Mau semangatin Sagara, Yah." Bukan Binar yang menjawab, melainkan Jani.

Sweet Dreams, Darling. [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang