👑 Worst Pain

3.3K 304 68
                                    

Selalu ada masa bagi yang hidup
Selalu ada batas bagi yang menunggu
Dan selalu ada ruang bagi yang berjalan
Hingga pada akhirnya yang hidup akan mati
Yang ada akan menjadi tiada
Yang berjalan akan berhenti
Yang singgah akan berlalu
Dan yang menunggu akan menemui batasnya
Setidaknya kelak, aku ingin dikenang
Sebagai Jeno yang seperti ini adanya
Sebagai Jeno yang selalu khawatir akan dunia
Dan sebagai Jeno yang tak pernah berani melukai
Bolehkah aku dikenang sebagai sang baik?
Bukan sebaliknya.

- Jeno, ditemani bintang semesta.

👑👑👑

Dimas berhasil mendobrak pintu gudang tersebut bersamaan dengan suara tembakan yang memekakkan telinga. Seketika seluruh tubuh Dimas terasa lemas. Kedua kakinya seakan tak mampu menopang tubuhnya kala ia dapati Jeno tersungkur di sudut ruangan itu dengan tubuh bersimbah darah.

Petugas kepolisian langsung menangkap pria bernama Michael Sanjaya, oknum yang melakukan aksi penembakan kala itu. Tanpa ampun, polisi mengunci kedua tangannya dengan borgol. Namun tak terlihat penyesalan atau rasa takut dari pria bengis itu. Pria itu masih bisa mengulas senyum di tengah kekacauan yang terjadi.

"Jeno!" Dimas merasa dunianya berhenti berputar kala ia berhasil mendekati tubuh putranya yang terkapar dengan keadaan setengah sadar.

Dimas lantas menarik tubuh Jeno ke dalam dekapannya.

Bersamaan dengan itu Bima datang dengan wajah panik bukan main. Pria itu lantas memberi perintah pada anak buahnya untuk meminta petugas medis segera masuk menjemput Jeno yang terluka.

"Jeno harus bertahan. Ayah lagi panggil dokter kesini. Jeno pasti baik-baik aja. Jeno nggak boleh nyerah. Janji sama Ayah!" Dimas menyibak rambut Jeno yang basah karena keringat. Anak itu pasti sangat kesakitan akibat luka tembak di sekitar dadanya.

Ketakutan Dimas kian bertambah ketika napas Jeno mulai terdengar tak teratur. Dengan cepat ia menggenggam tangan dingin itu. Berusaha menguatkan Jeno sampai petugas medis datang. Namun sepertinya percuma, Jeno seakan tak mampu merespon genggaman tangannya.

"Pasti sakit banget. Maafin, Ayah. Maafin Ayah, Jeno." Dimas menangis pilu sembari memeluk putranya itu.
Dimas kembali dilanda rasa takut bukan main saat ia dengar Jeno terbatuk. Kedua matanya terpejam. Darah segar tak henti mengalir dari luka tembak di sana. Jeno benar-benar hampir bermandikan oleh darahnya sendiri.

"Jeno?"

Tak ada respon apapun dari Jeno. Anak itu sudah memejamkan kedua matanya sempurna. Membuat Dimas dilanda panik. Dalam hati ia terus merapal doa untuk keselamatan Jeno. Sungguh, rasanya seperti di hujam ribuan sembilu kala ia pandangi wajah damai Jeno yang menutup kedua matanya. Hingga akhirnya...

"Uhuk..."

Darah segar keluar dari mulut putranya itu. Anak itu terbatuk cukup keras hingga darah yang keluar dari sana cukup banyak. Benar-benar memilukan. Tak ada yang bisa Dimas lihat selain darah. Tak ada yang bisa Dimas hirup selain bau anyir darah yang menguasai ruangan itu.

Bima yang memang berada di sekitar Dimas hanya bisa menatap pilu Tuan-nya itu. Sungguh, kalau saja ia lebih cepat membuka paksa pintunya, Jeno tak akan sampai terluka sedemikian parah. Sayangnya ia terlambat membuka paksa pintunya. Hingga akhirnya yang ia dapati justru Jeno yang sudah terkapar tak berdaya dengan luka tembak di tubuhnya. Oh Tuhan kenapa seperti ini?

"Jangan tinggalin, Ayah. Jeno nggak boleh ninggalin Ayah. Jeno harus tetap di sisi Ayah sampai Ayah yang lebih dulu ninggalin Jeno." batin Dimas pilu.

A LITTLE PRINCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang