👑 Paid Off

2.6K 288 57
                                    

"Maafkan saya, Nyonya. Harusnya saya tidak mengizinkan Tuan Muda Jeno bertemu dengan Rama. Saya benar-benar menyesali perbuatan saya." Johnny bersimpuh di hadapan Anne yang duduk di sofa ruang tengah dengan wajah pias. Wanita itu terus menangis sejak tadi. Sejak tahu kalau putranya menghilang saat jalan-jalan sore di taman.

"Bangun, John. Apa yang kamu lakukan?" Anne menatap Johnny datar.

"Maafkan saya, Nyonya." Johnny menunduk. Benar-benar menyesali perbuatannya.

Damian yang berdiri tak jauh dari sana pun hanya bisa menghela napas panjang. Ia juga ikut merasa bersalah saat mendapat kabar kalau Jeno menghilang.

"Saya nggak akan maafin kamu kalau kamu nggak berdiri." celetuk Anne.

Johnny lantas berdiri tegap di hadapan Anne sambil menunduk dalam. Meremat jemarinya demi mengurangi gugup dan takut.

"Johnny, apa yang Jeno janjikan sama kamu sampai kamu berani memberinya izin keluar bersama Rama?" tanya Anne tenang.

"Nggak ada, Nyonya." jawab Johnny cepat.

"Kamu nggak mau jujur sama saya?" tuding Anne.

Johnny tak langsung menjawab. Bagaimana ia harus menjawab sementara ia sendiri memang tak memiliki jawaban atas pertanyaan Anne. Sejak pagi tadi, Jeno memang lebih sulit di kendalikan dari biasanya. Mood-nya benar-benar sedang tidak baik. Johnny sendiri sampai kewalahan menghadapi sikap Jeno hari ini. Anak itu sangat sensitif dan menjadi agak pemarah.
Johnny bahkan selalu salah di mata Jeno hari ini. Maka dari itu Johnny hanya bisa menuruti semua yang Jeno minta tanpa terkecuali. Termasuk bertemu Rama yang mengajaknya jalan-jalan sore. Ia tak tahu kalau akhirnya akan seperti ini. Sungguh!

"Tuan Muda Jeno tidak menjanjikan apapun ke saya, Nyonya." tegas Johnny.

"Johnny... Saya takut, kamu tahu?" suara Anne kian rendah. Wanita itu benar-benar terlihat hancur.

Johnny semakin merasa bersalah mendengar ucapan Anne. "Saya benar-benar minta maaf, Nyonya. Sungguh, saya juga sangat takut." sahutnya.

"Jangan lagi membiarkan Jeno dalam bahaya, Johnny." tukas Anne dengan nada sarat akan sebuah peringatan tegas.

"Baik, Nyonya." sahut Johnny cepat. Ia sungguh berjanji pada dirinya sendiri kali ini. Berjanji untuk lebih memperketat penjagaannya terhadap Jeno.

Anne mengangguk pelan. Ia tahu Johnny begitu menyayangi Jeno. Tidak mungkin pria itu akan membiarkan Jeno dalam bahaya. Johnny benar-benar menganggap Jeno seperti adiknya sendiri.

"Dimas!" Anne langsung beranjak dari duduknya saat ia dapati suaminya berjalan ke arahnya dengan tatapan pias.

Dimas menatap nanar wanita yang kedua matanya sembab itu. Bersamaan dengan itu Johnny menjauh dari sana. Memberi privasi pada pasangan suami istri tersebut.

"Tell me why?" tanya Anne tak sabaran.

"Jeno ada di rumah Michael. Ancaman Michael tempo hari benar-benar terjadi, Anne. Sekarang Jeno ada di gudang milik Michael. Pria brengsek itu..." kalimat Dimas terhenti karena pria itu benar-benar tak kuasa menahan segala rasa yang berkecamuk di benaknya. Ia menangis.

"Bilang sama aku kalau Jeno baik-baik aja. Iya kan, Dimas?" desak Anne yang dadanya mulai terasa sesak karena melihat suaminya itu menangis sampai sepilu itu.

Dimas menggelengkan kepalanya. "Michael mengurung Jeno lagi di gudang seperti tujuh tahun silam. Aku bahkan belum berhasil mencari tahu bagaimana keadaan Jeno." katanya.

"Dimas..." air mata menetes dari pelupuk mata Anne. Lagi.

"Bima belum berhasil masuk ke dalam rumah Michael. Beberapa polisi sudah bersiap mendatangi rumah Michael." jelas Dimas berusaha memberi penghiburan untuk istrinya itu.

A LITTLE PRINCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang