👑 Sleep Well

2.2K 273 54
                                    

Seluruh penghuni rumah sakit turut berduka cita atas kepergian Miyazaki Kevin tadi malam. Bahkan ruangan Dokter Arisu tak henti-hentinya mendapat kiriman bunga sebagai tanda belasungkawa. Meski sang pemilik ruangan jelas tak ada disana, tapi tak menyurutkan ucapan duka yang datang ke ruangannya melalui sebuket bunga. Mereka seperti ikut berduka atas kepergian remaja ceria yang sudah berjuang delapan belas tahun melawan penyakit jantungnya.

Kevin jelas disayangi seluruh penghuni rumah sakit mulai dari seluruh dokter dan juga seluruh pasien yang mengenal bocah itu. Sikapnya yang ramah membuat semua orang merasa sangat kehilangannya.

Hari ini keluarga Dokter Arisu akan melakukan Soushiki atau upacara pemakaman. Upacara tersebut akan dilaksanan selama dua hari dirumah duka keluarga Miyazaki.

"Apa kita bisa datang menemui Kevin untuk yang terakhir kalinya?" Anne bertanya pada Dimas yang duduk di sebelahnya. Wajah Anne benar-benar membengkak karena terlalu banyak menangis semalaman. Wanita itu juga belum sempat memejamkan kedua matanya.

Lima jam setelah kepergian Kevin, Dokter Arisu langsung membawa Jeno ke ruangan operasi untuk melakukan operasi cangkok kornea. Sesuai dengan permintaan Kevin yang terakhir kalinya, anak itu benar-benar memberikan kornea matanya pada Jeno. Berharap Jeno bisa kembali melihat dengan sepasang kornea miliknya.

Anne selalu saja ingin menangis jika kembali mengingat semua hal yang terjadi dalam semalam. Kepergian Kevin. Keadaan Jeno yang sempat kritis menjelang operasi cangkok kornea mata. Tangis tanpa henti dari keluarga Miyazaki. Pun ketika melihat betapa tegarnya Dokter Arisu yang tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter sementara ia baru saja kehilangan sosok yang paling berarti dalam hidupnya. Sungguh pelik. Benar-benar memilukan rasanya.

"Biar aku yang datang. Kamu tetap disini bersama Jeno. Setidaknya ketika siuman nanti ada seseorang di sisinya." Dimas mengusap lembut puncak kepala Anne yang tampak sangat berantakan dan kacau itu.

"Berarti Jeno tidak akan pernah bisa menemui Kevin untuk yang terakhir kalinya, Dimas?" tanya Anne sendu menatap pria di sebelahnya.

Dimas tak menjawab. Entah ia harus menjawab apa untuk pertanyaan istrinya itu. Ia sendiri masih belum percaya tentang semua ini. Jeno bahkan belum membuka matanya sampai detik ini. Sejak pagi tadi pun suster terus mengontrol keadaan putranya itu. Berharap putranya itu segera siuman untuk mengetahui hasil operasi cangkok kornea yang di lakukannya semalam.

Bukankah seharusnya ia senang karena ketika membuka matanya nanti, Jeno kembali bisa melihat? Tapi entah kenapa rasanya benar-benar menyesakkan. Putranya itu mungkin bisa kembali melihat. Tapi seseorang yang ingin di lihatnya justru sudah pergi meninggalkannya. Bukankah itu suatu kenyataan yang amat menyakitkan bagi Jeno?

Lantas bagaimana Dimas harus menjelaskan semuanya jika Jeno bertanya nanti? Bisakah putranya itu menerima semua penjelasannya?

"Dimas, bagaimana caranya menjelaskan pada Jeno nanti?" gumam Anne.

"Aku yang akan menjelaskannya. Aku akan berusaha membuatnya mengerti." Dimas menggenggam tangan Anne berusaha memberi kekuatan pada wanita yang sedang hancur lebur itu. Meski ia tahu usahanya mungkin akan sia-sia. Menguatkan yang sedang hancur adalah sesuatu yang sulit di lakukan. Seperti saat ini. Yang ada ia malah ikut hancur bersama Anne.

"Jangan membuatnya terluka, Dimas. Meskipun aku tahu kenyataan ini jelas sekali akan membuatnya terluka bahkan mungkin hancur." Anne menarik sudut bibirnya membentuk senyum tipis.

Dimas lantas memeluk wanita disebelahnya itu. Mengusap punggungnya dan mengecup puncak kepalanya. Setidaknya di saat paling hancur seperti ini, ia dan Anne masih bisa saling menggenggam dan saling menguatkan satu sama lain meskipun sulit. Tak apa, asalkan tetap bersama semuanya akan baik-baik saja. Itulah yang selalu Dimas yakini sampai detik ini.

A LITTLE PRINCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang