Johnny jatuh terjungkal saat seorang anak laki-laki berlari ke arahnya dan menabraknya dengan keras akibat dikejar oleh seorang laki-laki di belakangnya. Untung saja halaman belakang rumah mewah keluarga Wiratama itu berumput lebat dan terawat. Setidaknya punggungnya tak terlalu sakit saat jatuh dengan keras barusan akibat ditabrak oleh Jeno yang dikejar oleh Damian.
"Damian bodoh!" pekik Johnny saat tubuh Jeno berusia empat belas tahun menimpanya saat itu. Anak itu sudah besar dan tubuhnya semakin berat.
"Jeno berat ya, Om?" tanya Jeno dengan lugunya menatap Johnny yang ditindihnya.
"Berat!" sengit Johnny.
Jeno hanya melontarkan cengiran polos andalannya lalu segera bangkit dari tubuh kekar pria yang di tindihnya itu.
"I catch you!" entah bagaimana, Damian tiba-tiba datang dan langsung menangkap Jeno dan menjatuhkannya ke atas rumput bersamanya. Alhasil ia malah bergulat disana bersama Jeno.
"Jangan di kelitikin, nanti Jeno marah beneran sama Kak Damian!" Jeno memberi peringatan pada Damian yang hendak melayangkan tangan ke tubuhnya.
"Ok, kalau gitu Jeno kalah!" ujar Damian.
"Gapapa," Jeno nyengir. Tubuhnya terbaring santai di atas rumput hijau tersebut dengan Damian di sebelahnya. Lalu ada Johnny di sisi lainnya.
"Hari ini panas tahu, Jen. Kenapa sih malah ngajak main di luar?" Johnny membuka pembicaraan.
"Emangnya Kak Damian sama Om Johnny nggak bosen di dalem rumah terus?" tanya Jeno.
"Enggaklah kalau ada PS sama cemilan. Itu udah surga banget buat saya." sahut Johnny.
Jeno berdecih. "Om Johnny selalu main sama Kak Damian. Tapi Om Johnny nggak pernah ajak Jeno. Padahal itu PS punya Jeno." katanya.
Johnny hanya meringis sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Jeno kalau main curang sama nyebelin. Nggak asik kalau main sama Jeno." ia memberi alasan. Padahal alasan sebenarnya ia tak pernah mengundang Jeno untuk bermain play station dengannya adalah karena dilarang keras oleh Nyonya Anne.
"Jeno nggak pernah curang!" Jeno tak terima.
"Curang, waktu itu aja minta ulang permainan pas dinyatakan kalah." itu Damian yang sengaja membela Johnny. Ia lebih baik dimusuhi Jeno dibanding dimusuhi Johnny.
"Kak Damian belain Om Johnny?!" Jeno syok bukan main menatap Damian.
Damian mengangguk santai. "Emang Jeno curang." katanya.
Jeno berdecih sekali lagi tanpa menyahut. Sudah terlanjur kesal karena merasa dikhianati oleh Damian.
Hening seketika. Ketiganya menatap langit cerah siang itu dengan seksama. Seakan ada hal amat menarik disana sampai mereka memandanginya dengan serius.
"Kelak, Jeno ingin menjadi seperti apa?" tanya Damian yang membuka pembicaraan dan sukses memecah hening.
"Hmm...." Jeno tampak berpikir dengan pandangan masih mengangkasa.
"Seperti Ayah?"Johnny berceletuk yang pandangannya juga masih mengangkasa.
"Jeno nggak mau seperti Ayah." sahut Jeno.
"Kenapa?" tanya Damian penasaran.
"Nggak bisa bebas." sahut Jeno sembari menarik sudut bibirnya membentuk senyum. "Ayah setiap hari kerja, bahkan terkadang terbang ke luar kota atau ke luar negeri. Waktu buat Jeno jadi sedikit," jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A LITTLE PRINCE
General Fiction"Gue penasaran, kalau gue mati, gue bakal dikenang sebagai apa? Sebagai siapa? Gue merasa hidup gue gini-gini aja, nggak ada indah-indahnya. Yang ada monoton." - Jeno Wiratama, yang menyukai hujan, senja dan kesederhanaan.