Rama menatap lekat seorang gadis bertubuh mungil dengan dress berwarna peach di depannya malam itu. Gadis dengan kedua mata bening dan menenangkan. Gadis dengan rambut panjang hitam legamnya yang malam ini di biarkan tergerai dan hanya di beri sebuah jepit pita berwarna senada dengan dress-nya.
"Gimana penampilan gue malam ini?" tanya gadis cantik itu pada Rama dengan percaya dirinya.
"Loe mau berlagak layaknya malaikat juga tetap iblis di mata gue." sahut Rama ketus.
Gadis itu memanyunkan bibirnya kecewa. Namun beberapa detik kemudian kembali mengurai senyum terbaiknya.
"Loe pasti berhasil," tandas Rama kemudian.
"Berhasil?" gadis itu mengerutkan dahinya.
"Lami, berhenti bertingkah seakan loe nggak berdosa!" geram Rama.
"Ah, soal malam minggu kemarin?" tanya gadis cantik bernama Lami itu.
"Gila, loe beneran udah gila!" Rama naik pitam. Ia tentu memiliki alasan khusus menemui gadis itu malam ini di rumahnya langsung. Ia sudah tak takut lagi. Karena rasanya sudah sangat memuakkan.
"Rama, bisakah loe bersikap tenang dan nggak berlebihan kayak gini?" tanya Lami seraya melipat kedua tangan diantara dada dan perut.
"Loe minta gue tenang dalam keadaan seperti ini?!" Rama berdecih geram. "Seseorang disana sedang berjuang untuk tetap hidup dan bernapas normal. Dan loe seenaknya meminta gue tenang?!" ia murka. Benar-benar murka malam ini.
"Dia masih hidup, Rama. Jadi stop bersikap seperti ini." sahut Lami tenang.
"Loe bahagia untuk setiap hal yang udah loe lakukan?" tanya Rama.
"Hmm, buktinya gue bisa ketemu loe dengan penampilan seperti ini. Gue bahkan masih bisa makan enak sama nyokap gue tadi." tukas Lami.
"Sumpah demi apapun di dunia, loe bener-bener bukan manusia, Lami. Loe monster yang terjebak di tubuh seorang gadis cantik!" tandas Rama.
"Rama!" Lami berseru tak terima.
"Apa?!" sahut Rama.
"Gue bukan monster!" Lami memekik.
"Lantas apa?" tanya Rama. "Bukankah itu sebutan yang pantas untuk manusia yang nggak punya hati seperti loe?" timpal Rama.
"Terus apa bedanya sama nyokap loe?" tanya Lami yang sukses membungkam Rama.
"What?!" Rama mendelik sempurna.
"Karena nyokap loe, hidup gue sama nyokap gue jadi terasingkan dari dunia. Karena nyokap loe hidup gue sama nyokap gue jadi diabaikan. Di mata nyokap loe, gue sama nyokap cuma sampah nggak berguna yang harus dibuang sejauh mungkin supaya bau busuknya nggak mengganggu." papar Lami dengan air muka berubah. Kedua matanya memerah menatap Rama.
"Rama, apa loe tahu bagaimana cara nyokap loe memperlakukan gue sama nyokap gue?!" Lami akhirnya murka. Air mata menetes dari pelupuk matanya.
Rama bergeming. Kaku rasanya. Napasnya tertahan. Oksigen seperti enggan keluar masuk ke dalam tubuhnya.
"Loe nggak bisa sembarangan menghakimi nyokap gue." gumam Rama.
"Oh ya?" Lami menyunggingkan senyum tipis. "Kalian semua bajingan!" ucapnya dengan penuh penekanan di setiap katanya.
Dada Rama terasa sakit mendengar ucapan Lami. Ia tentu tahu bagaimana perlakuan ibunya pada Lami dan juga ibunya. Ia tahu betul apa yang terjadi. Ia memahaminya. Itulah salah satu alasan ia membenci ibunya sendiri. Karena ibunya, Lami berubah menjadi seperti sekarang. Gadis kecil penuh tawa dan canda itu berubah menjadi monster karena ibunya. Rama sungguh membenci ibunya sendiri yang telah berhasil merenggut semua kebahagiaan yang Lami miliki. Dan itu tentu karena dirinya. Ya, dirinya terlibat atas perubahan Lami yang seperti sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
A LITTLE PRINCE
Fiksi Umum"Gue penasaran, kalau gue mati, gue bakal dikenang sebagai apa? Sebagai siapa? Gue merasa hidup gue gini-gini aja, nggak ada indah-indahnya. Yang ada monoton." - Jeno Wiratama, yang menyukai hujan, senja dan kesederhanaan.