FP ✿✿Pamit✿✿

226 29 0
                                    

Tinggal tiga hari lagi sebelum keberangkatan David tiba, namun sampai sekarang ia belum memberitahu Mika bahwa ia akan keluar kota. Ntah kenapa David merasa selalu tidak siap ketika akan memberitahu cewek itu tentang hal ini. Terasa begitu berat, dan David tidak bisa mengatakannya.

"Kamu udah kasih tahu Mika belum?" tanya Herry seperti bisa membaca pikiran David.

David langsung terhentak kaget ketika mendengar suara itu. Ia langsung menutup buku yang sedang terbuka namun ia tidak membacanya sama sekali. Sedari tadi David hanya melamun memikirkan bagaimana ia berpamitan dengan cewek yang ia cintai. Padahal ia hanya perlu mengatakan untuk menunggunya datang, dan pastinya Mika akan mengerti dengan sendirinya karena David pergi untuk tugas sekolah.

Herry mendekat, duduk disisi anaknya lalu menepuk pelan pundak David—seperti memberi keberanian untuk mengatakan hal yang harus dia katakan sebelum kehabisan waktu. "Ini mudah kok," Herry angkat bicara lagi. "Kamu hanya perlu menemuinya, lalu membicarakan ini dengan baik-baik. Papa yakin Mika nggak akan melarang kamu pergi, dan dia pun akan mengerti kamu. Dia akan menunggu kamu hingga kamu kembali."

"Ini perpisahan untuk sementara, jangan kamu sangka perpisahan ini adalah perpisahan untuk selamanya. Kamu akan kembali padanya. Dan saat kamu kembali, dia ada buat kamu."

Ya...memang benar ucapan Papa nya, David hanya perlu meminta Mika untuk menunggu. Membicarakan hal yang sangat mudah untuk dilakukan oleh siapapun. Berpamitan seperti layaknya orang akan pergi kesekolah, dan sorenya akan kembali dengan senyum merekah karena ada seseorang yang tengah menunggu kedatangannya di rumah.

"Kamu bisa, bukan? Melakukan itu?" tanya Herry memastikan dengan satu alis terangkat.

David hanya membalasnya dengan anggukan samar di kepala. Membuat Herry menyunggingkan bibir. "Semoga berhasil." Semangat Herry sebelum beranjak dari kamar anak sulungnya.

✯✯✯

Di pagi hari aku kembali menemui Jesika dengan kotak makan berisi sandwich dengan telur mata sapi buatan Ibu. Senyum merekah terus menghiasi bibirku, aku sangat bersemangat akan menemuinya. Aku akan memastikan diriku sendiri, kalau Jesika sudah benar-benar memaafkanku, dan kami bisa berteman seperti dulu. Setelah itu aku akan mengajak nya pergi berlibur saat hari libur tiba. Tersisa dua hari lagi sebelum hari itu tiba. Aku sudah sangat menantikannya.

Aku tiba dihadapan rumahnya, namun saat aku melihat kedalam lewat celah jendela. Disana terlihat kosong. Ya memang setiap pagi saat aku menaruh kotak makan, rumah tampak sepi, karena mungkin Jesika dan orang tuanya masih bersiap-siap dalam kamar.

Tapi kali ini rumahnya seperti tidak berpenghuni. Televisi, lemari kaca yang penuh dengan penghargaan serta mainan Jesika, meja kecil yang dihiasi bunga-bunga, piring beserta gelas dan peralatan dapur lainnya sudah tidak ada. Hanya ada satu set sofa dan beberapa kardus berukuran besar tersimpan di meja dapur.

Pikiranku sudah kemana-mana. Aku takut Jesika pergi, aku tidak ingin hal ini terjadi. Dengan cepat aku berlari menuju rumah Adin—menanyakan hal yang mungkin aku tidak tahu. Aku terus berlari hingga tiba di rumah Adin, mengetuknya dengan keras supaya cepat diberi ruang untukku masuk.

Pintu terbuka, memperlihatkan Adin yang sudah siap dengan baju sekolah. Adin menatap Mika dengan raut wajah keheranan. Namun sedetik kemudian ia langsung tersadar dengan ekspresi Mika. Sepertinya dia akan menanyakan kemana perginya Jesika. Adin sudah menduga akan hal itu. Ia langsung mengigit bibir bawah. Perasaan heran kini sudah berubah menjadi cemas.

"Ayok cepetan berangkat, aku udah nggak sabar melihat nilaiku dirapot." Ajak Adin dengan senyum penuh kebohongan. Menggandeng tangan Mika untuk mengikutinya. "Hari ini berangkat naik mobil, ya." Menyuruhnya untuk masuk kedalam.

Farmasi & Perawat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang