Ada rasa senang dan risau ketika Kak David memintaku pulang bersama. Pertama, hal yang membuatku senang adalah bisa bertemu dengan Icha lagi yang ternyata sedang berada di rumah sakit.
Kedua, hal yang membuatku risau adalah dengan kondisi perasaanku sendiri. Ntah kenapa aku merasa cemas tanpa sebuah alasan jelas. Mungkin aku terlalu grogi berada satu mobil bersama Kak David, padahal kejadian seperti ini sudah pernah terjadi.
Ketika sudah tiba di tempat tujuan, aku bersama Kak David segera menuju ruang perawatan Icha dengan langkah jenjang. Saat tiba di sana, aku melihat Icha yang sudah siap untuk pulang. Aku tersenyum lebar ketika Icha memberikan tatapan berbinar.
Icha langsung memeluk Mika dengan pelukan hangat, begitu pun sebaliknya dengan Mika yang memeluk Icha seperti layaknya seorang adik tercinta.
Aku melepaskan pelukan Icha saat Om Herry mengatakan akan segera pergi dari sini. Aku masih setia dengan senyuman di bibir, menurunkan Icha dari brankar lalu berjalan beriringan. Sedangkan Kak David bersama Om Herry berjalan dibelakang sambil membawa tas ransel milik Icha.
Aku merasa sudah seperti menjadi bagian dari keluarga Om Herry. Mereka semuanya baik, Icha yang masih kecil pun sangat menerima kehadiranku. Aku tidak bisa menyembunyikan senyuman ketika bersama keluarga Kak David. Apalagi ketika aku bersama Kak David bisa semakin dekat, rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan.
Didalam mobil aku duduk di jok belakang bersama Icha. Icha selalu membuat tebak-tebakkan yang akhirnya akan menimbulkan tawa renyah dari orang yang mendengarnya. Padahal Icha masih kecil, namun dia sangat pintar membuat orang lain merasa gembira ketika didekatnya.
David melihat pantulan wajah Mika dari kaca spion secara diam-diam, ia melihat pesona Mika ketika tersenyum penuh kegembiraan. Sudut bibir David ikut terangkat ketika melihat tingkah lucu dari kedua cewek dibelakang.
Perjalanan menuju rumah sangat singkat, aku rasa hanya membutuhkan waktu sepuluh menit, padahal hampir satu jam karena jalanan macet. Setibanya di rumah Kak David, aku tidak langsung pulang melainkan bermain di kamar Icha karena dia kekeuh dengan permintaanya. Mau tidak mau, boleh tidak boleh akhirnya aku menuruti saja keinginannya. Padahal Om Herry melarang karena Icha baru keluar rumah sakit. Namun Icha tidak mendengarkan larangan itu.
Hampir dua jam aku menemani Icha bermain, sampai akhirnya Om Herry meminta Icha dan aku untuk ikut makan malam bersama. Aku sedikit terkejut ketika melihat jam di pergelangan tangan menunjukkan pukul tujuh malam. Aku merasa tidak enak sekaligus bersalah karena sudah lupa waktu.
Aku menunduk malu ketika Om Herry mendekati anaknya yang masih sibuk memegangi boneka. "Maaf, Om. Mika nggak tau kalau udah malem,"
"Nggak papa kok. Kamu nggak usah ngerasa nggak enak gitu, santai aja. Om juga nggak bakal marah," balas Herry seraya menampilkan mimik wajah mengerti dengan kekhawatiran Mika saat ini, lalu mengendong Icha dengan sigap.
"Teteh, nanti besok main lagi ya." Pintanya dengan senyuman lebar.
"Em_oke," setujuku dengan sedikit rasa gugup.
"Kamu juga ikut makan malam, nanti pulangnya seperti biasa diantar David." aju Herry sambil memberi tatapan meminta persetujuan dari orang yang tengah ia ajak bicara.
"Oke, kamu diam berarti kamu mau," ucap Herry lagi sebelum Mika sempat menjawab.
✯✯✯
"Kak boleh nanya?" aju Mika ketika sudah berada diluar rumah setelah menikmati sajian makan malam yang begitu mengiurkan.
"Kenapa?"
Lagi-lagi aku hanya bisa diam karena tidak tahu harus menanyakan atau tidak pertanyaan yang selama ini terus menganggu pikiranku. Aku tahu kalau ingin tahu jawaban atas pertanyaan kita, maka kita harus bertanya. Akan tetapi aku rasa sangat tidak pantas ketika ingin tahu masalah pribadi seseorang, karena hal itu bersifat privasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Farmasi & Perawat
Romance♡ Farmasi & Perawat ♡ Cerita ini hanya tentang keluargaku, sahabatku, dah dia... Dia yang membuatku harus memilih menjadi peran antagonis atau protagonis. ♡ Farmasi & Perawat ♡ Banyak kata-kata toxic (Jangan ditiru, hehehe) Ambil sisi baik nyak aja...