"Ah...Mika so sweet bangeett...ih." Iri Adin ketika mendengar cerita sahabatnya. "Kak David ngelakuin itu cuma demi lo dong. Ah! Hati ini ikutan meleleh,"
"Aku nggak bisa bayangin sih gimana ekspresi Kak David pas semalem," Adin membayangkan raut dingin Kak David berubah menjadi malu-malu kucing. "Kayanya cute banget deh. Jadi pengen liat."
"Kayanya Kak David sudah mulai tumbuh benih-benih cinta nih," goda Adin yang berhasil membuat pipi Mika makin merona.
Aku diam karena terlalu jaim untuk mengakui itu semua. Sudah cukup dibuat tersipu ketika membayangkan kembali kejadian semalam, jangan ditambah dengan celetukan-celetukan Adin yang akan membuatku makin geer.
"Iri deh sama kamu," Adin sengaja menyenggol lengan Mika menggunakan pundaknya—hingga membuatnya akan terjatuh. "Tuh kan pipi kamu juga merah ih," Adin tersenyum lebar, melihat rona pipi temannya seperti menggunakan blush on.
"Bisa diem enggak?" aku menampilkan raut wajah kesal, namun dalam hatiku tersenyum bahagia.
Kejadian semalam lah yang membuatku mendapatkan nomor handphone Kak David, begitu pun dengan sebaliknya. Kak David tampak malu-malu ketika meminta nomor handphone ku. Sampai sekarang aku masih mengingat ekspresi wajahnya. Sungguh membuatku tersenyum tanpa alasan. Sangat lucu dan menggemaskan, sama seperti Icha namun versi sudah besar.
"Kekantin yuk,"
"Ayok, aku juga udah kelaparan nih," setuju Adin langsung menggandeng lengan Mika dengan cekatan.
Ketika aku bersama Adin sedang menelusuri koridor kantin, secara tidak sengaja aku menyandung kaki seseorang yang ntah itu siapa. Saat tubuhku akan terhempas bebas mengenai keras nya lantai, ada seseorang yang berhasil menyelamatkanku. Tubuhku berhasil dia raih dengan kedua tangannya.
Adin beserta siswi yang berlalu lalang turut kaget ketika mengetahui siapa yang sudah menyelamatkanku dari bahaya. Semuanya menganga tidak percaya, ada sebagian yang mencibir karena kesal, mencibir karena iri, dan sampai mencibir karena marah melihat idola nya sudah membuat hati mereka sakit.
"Anj*r, enak banget jadi dia."
"Cewek ganjen!"
"Sialan tuh cewek! Menang banyak!"
"Agghh! Males banget liat kek ginian!"
Satu cewek keluar dari balik tembok yang ternyata dalang dibalik kejadian ini. Aku yang sudah berdiri tegak tampak sangat terkejut dengan siapa orang itu. Dia Melodi. Kedua mataku membulat sempurna begitu pun dengan Adin dan Kak David.
Benar! Orang yang sudah menyelamatkan ku adalah Kak David, dia sekarang berdiri tepat di depanku seakan prajurit yang melindungi sang putri raja dari mara bahaya. Pantas saja banyak sepasang mata yang menatapku dengan tatapan setajam silet.
Melodi menampilkan wajah memelas, seakan ia tidak sengaja melakukan kejahatan itu. Namun aku yakin bahwa Melodi melakukan itu secara sengaja, aku sudah tahu kalau Melodi sangat membenciku. Padahal jika dia menyukai Kak David juga, kita berdua bisa bersaing secara sehat. Aku tidak akan balik menjahati Melodi. Karena aku tahu jika api dibalas dengan api, api itu tidak akan padam. Malah akan semakin besar dan malah makin menimbulkan masalah. "Maaf, Mika. Gue nggak sengaja." Pintanya menghampiriku yang masih memasang raut kebingungan.
"Untung ada Kakak, jadi Mika nggak jatuh deh," ucapnya lembut namun tertera jelas bahwa ada kebencian disana. "Sekali lagi maaf ya," lanjutnya menampilkan senyuman manis. "Kalau gitu gue permisi," Melodi pergi begitu saja—membuatku dan Kak David melongo.
Apa lagi Adin yang kini sudah meradang, ia sudah memperingati Melodi untuk tidak lagi menganggu ketenangannya bersama Mika. Namun nyatanya? Dia malah bertingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Farmasi & Perawat
Romantizm♡ Farmasi & Perawat ♡ Cerita ini hanya tentang keluargaku, sahabatku, dah dia... Dia yang membuatku harus memilih menjadi peran antagonis atau protagonis. ♡ Farmasi & Perawat ♡ Banyak kata-kata toxic (Jangan ditiru, hehehe) Ambil sisi baik nyak aja...