Seperti biasa, Haechan sudah berada di lapangan basket untuk bermain basket bersama teman-teman nya.Juga untuk menunggu Renjun lewat, Haechan janji kali ini dia tidak akan usil pada remaja mungil itu. Sudah cukup kemarin Haechan menggunakan otak nya untuk mengerjakan soal, kali ini tidak.
Haechan tidak bergabung dengan eskul basket, dia bermain basket hanya hobi saja. Kadang jika ada pertandingan antar sekolah, Haechan selalu diajak untuk menjadi pemain cadangan.
Lima menit sebelum bel berbunyi, mata Haechan menatap dua orang remaja yang baru saja melewati lapangan.
"Jeno?" gumam Haechan.
Dia melihat Jeno sedang merangkul bahu Renjun sambil jalan beriringan.
Jeno. Laki-laki itu adalah kapten basket di sekolah ini. Jeno juga begitu dekat dengan Haechan.
Maka dari itu Haechan sedikit terkejut ketika melihat kelakuan Jeno pada si remaja mungil itu. Yang Haechan tau, Jeno paling anti dengan yang namanya bucin.
Di sebrang sana, Renjun pun tidak sengaja melirik Haechan yang sedang menatap ke arahnya dan juga Jeno.
"Bentar ya, Jen?" ujar Renjun pada Jeno.
Laki-laki tinggi itu mengangguk kemudian melepas rangkulan di bahu Renjun.
Renjun berlari kecil ke lapangan, menghampiri Haechan yang sedari tadi tidak mengalihkan pandangan nya dari Renjun.
"Nih, jaket lo. Udah gue cuci, udah gue parfumin juga." Renjun menyerahkan jaket berwarna hitam merah itu ke Haechan.
Haechan pun mengambil jaketnya, "Pake parfum lo?"
"Iya lah. Thanks ya." Renjun berbalik dan kembali menghampiri Jeno yang sudah menunggu.
Haechan mencium jaketnya, "Wangi banget anjrit."
▪▪▪▪▪
"Lo nggak ada niatan masuk eskul basket gitu?" tanya Jeno.
Jam istirahat tadi Jeno sengaja menjemput Haechan ke kelasnya untuk bermain basket. Sekarang mereka tengah beristirahat, dan Jeno bertanya seperti itu pada Haechan.
"Nggak ah. Capek, males gue tiap pulsek harus latihan."
"Ya nggak tiap hari juga."
"Ntar deh kalo gue berubah pikiran, gue kasih tau."
Lalu Jeno meneguk minuman ion yang tadi dia beli bersama Haechan sebelum memulai permainan basket.
"Lo lagi deket sama Renjun, ya?" tanya Haechan.
Jeno terdiam untuk beberapa detik sebelum menoleh ke Haechan dan mengangguk.
"Jaket lo kok bisa ada di dia?" Jeno sengaja bertanya, walau dia sudah tahu kemarin Haechan mengantar Renjun pulang.
"Kemarin gue nganterin dia pulang. Terus hujan, gue suruh neduh tapi dia pengen langsung gas. Yaudah, gue pinjemin jaket gue ke dia supaya nggak kebasahan." jelas Haechan tanpa memikirkan perasaan Jeno yang sekarang sedang menahan cemburu.
"Thanks, ya. Kek nya dia udah sakit kalo nggak lo pinjemin jaket."
"Sama-sama. Ntar kalo dia sakit, bisa-bisa gue abis sama lo."
Setelah itu mereka tertawa bersama sampai oknum yang sejak tadi di bicarakan datang.
Haechan langsung menatap ke arah lain ketika Renjun dengan senyum manis nya menyapa Jeno dan meraih tangan laki-laki di sebelah nya.
"Woi Haechan!" panggil Renjun.
Haechan menoleh dan hanya mengangkat kedua halis nya.
"Gue datang kok lo malah buang muka?"
Jeno menatap kedua remaja itu dengan tatapan bingung.
"Dari awal kan lo nggak suka sama gue? Yaudah gue buang muka aja daripada lo makin nggak suka."
"Kapan gue bilang gitu?"
"Telinga gue banyak ye anjir! Lo suka ngomong gitu ke temen-temen lo, dan omongan lo itu sampe di telinga gue."
"Siapa yang bilang?!" Renjun berkacak pinggang.
"Jaemin."
"Jaemin siapa lagi?"
"Lo nggak akan tau lah!" Haechan mengangkat sebelah halisnya, "Gue cabut dulu, Jen." kemudian laki-laki berkulit tan itu pergi sambil membawa botol minuman nya.
"Kalian kenapa deh?" tanya Jeno.
"Aku emang nggak suka sama dia. Kemarin aja dia sengaja ngelempar aku pake bola basket."
Kening Jeno berkerut, "Tapi..."
Jeno teringat cerita Haechan tentang dirinya yang meminjamkan Renjun jaket agar tidak kebasahan saat hujan kemarin.
"Tapi kenapa Jen?"
"Lupain aja." Jeno sekeras mungkin menepis pikiran nya yang mulai aneh tentang Haechan.
▪▪▪▪▪
Brak
Sebuah buku terjatuh dari susunan ketiga lemari itu. Buku itu cukup tebal, maka itu sebabnya dapat menimbulkan suara yang lumayan keras.
Ketika remaja itu akan mengambilnya, bertepatan seseorang juga mengambil buku yang terjatuh itu.
"Loh? Haechan?" suara Renjun saat dirinya melihat Haechan tepat di depan nya yang sedang menyentuh buku yang terjatuh itu.
"Oh. Nih." Haechan menyerahkan buku itu pada Renjun.
"Lo kenapa?" tanya Renjun.
"Sakit." jawab Haechan.
"Hah? Sakit apa?" Renjun khawatir jika Haechan sakit karena kemarin dia memaksa Haechan untuk menerobos hujan dengan motornya.
"Nggak penting kok. Yaudah gue balik dulu ya? Lo balik sama Jeno atau gimana?" tanya Haechan.
"Bareng Guanlin sih. Mau kerja kelompok."
"Yaudah, hati-hati." Haechan pun berlalu dari hadapan Renjun.
Sakit?
Tapi Renjun melihat Haechan baik-baik saja. Atau... sakit dalam artian lain? Entahlah.
Renjun pun menandatangani kartu pinjaman buku dari perpustakaan sebelum dia keluar dan pulang.
_____
Vote & komen
KAMU SEDANG MEMBACA
B.Y.S | Hyuckren
Fanfiction❝ I always by your side.❞ ft. Nomin • | bxb • | homophobic? left this ©niki, 2021