16. Unexpected Kiss

6.9K 494 65
                                    


***


SELALU ada hal baru tentang Adrian yang tanpa sengaja Lilya jumpai.

Seperti sekarang ini, untuk pertama kalinya Lilya melihat raut serius Adrian ketika tengah berkutat dengan pekerjaannya, di hadapan layar dan juga tumpukan berkasnya.

Lilya kagum melihatnya. Lelaki itu bahkan sudah bekerja seharian, terlihat lelah, namun masih berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan profesional.

"Kak, tehnya" ucap Lilya seraya meletakkan secangkir di atas meja.

Adrian mendongak, memberikan senyum manis kepada Lilya.
"Terima kasih, Lilya"

Lilya mengangguk, kembali menuju ranjangnya. Akan selalu seperti itu, ketika ia mencoba menjalankan kewajibannya dan Adrian akan mengucapkan terima kasih. Jauh di dalam lubuk hatinya, Lilya merasa sedih karena Adrian seolah masih memandangnya sebagai orang lain. Tapi di sisi lain, Adrian merupakan lelaki baik, yang tahu bagaimana caranya menghargai orang-orang di sekitar.

Tidak apa, mendapatkan senyum dari Adrian sudah cukup membuat Lilya merasa senang, tak jarang hingga membuat jantungnya berdebar.

"Lilya"

Lilya yang sudah menyelimuti setengah kakinya itu kembali mengalihkan pandangan ke arah Adrian.

"Iya kak?"

"Besok ulang tahun Eric, kamu mau datang bersamaku untuk merayakannya?"

Lilya mengangguk cepat. Aneh karena tiba-tiba ia terlampau gembira hanya karena Adrian mengajaknya untuk bertemu dengan keluarga lelaki itu. Padahal, belum tentu keluarga besar Danurja akan menerima keberadaannya. Bisa saja mereka menganggapnya sebagai aib, tapi untuk kali ini Lilya hanya ingin bahagia.

***

Alana. Sepasang ekor mata Nala sejak tadi tidak bisa menemukan keberadaan gadis kecil itu. Padahal sudah sengaja datang lebih pagi, membawakan beberapa batang coklat yang telah ia hias dengan pita merah muda, sebagai bentuk permintaan maafnya.

"Cari siapa sih Nal?" tanya Rumi yang baru saja datang. Gadis itu meletakkan tas bawaannya, mengencangkan ikatan kuda rambutnya.

"Alana, kok nggak ada ya Rum?"

"Alana nggak dateng Nal, mungkin nggak akan pernah lagi" ucap Rumi, seraya tersenyum tipis. Ucapannya itu tentu membuat Nala sontak terkejut.

"Maksud kamu Rum?"

"Alana keluar dari sini, papanya kemarin konfirmasi ke aku"

"Papanya? Maksud kamu Abian?"

"Loh kamu tahu nama papa Alana dari mana? Jangan bilang kamu udah stalking karna naksir ya?" goda Rumi. Seraya menyenggol sebelah lengan Nala.

"Ngaco. Aku kenal Abian, waktu itu dia nggak sengaja nabrak aku. Kenapa kamu bisa ngomong kalau Abian itu ayahnya? Dia masih muda, mungkin seumuran aku"

"Ya kali aja young daddy kan. Lagian formulir pendaftaran nama walinya itu Abian"

"Yang sekarang masih jadi beban pikir aku itu, katanya di sini nggak baik buat mental Alana. Perasaan aku nggak pernah kasar sama anak-anak, aku perlakukan mereka sama. Iya nggak sih?"

"Salahku Rum" lirih Nala. Ia tidak menyangka jika perkataannya kemarin akan berdampak sebesar ini. Nala tidak akan mengulanginya lagi kepada orang lain yang baru ia temu. Tanya yang terdengar sederhana, terdakang bisa melukai pendengarnya.

"Apa yang aku nggak tau Nal?"

"Besok aku ceritaiin. Kamu ada alamat Alana? Aku perlu ketemu untuk minta maaf"

𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝, 𝐌𝐲 𝐄𝐱 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang