***ADRIAN sudah sangat terbiasa akan hal ini. Bangun, lalu berjalan menuju dapur untuk menyeduh tehnya sendiri.
Tiga tahun tinggal di apartemen seorang diri membuat Adrian banyak belajar hidup mandiri, melakukan segala sesuatu tanpa perlu bergantung kepada orang lain.
Setelah mendapatkan secangkir teh hangat, ia mengambil duduk di kursi bar, menyesap tehnya seraya menatap ke dinding kaca. Letak apartemennya yang berada di lantai empat menyajikan view yang cukup memanjakan mata di pagi dan sore hari.
Tidak pernah ada menu sarapan di atas meja makan, Adrian tidak pernah memasak dan tidak pernah pula memiliki sedikit pun keinginan untuk membeli makanan di pagi hari.
Hanya Nala yang dengan telaten selalu mengontrol isi kulkasnya, dua kali seminggu Nala mengisinya dengan bahan makanan seperti sayur, telur, daging, buah, tak lupa dengan beberapa botol susu segar. Lalu gadisnya itu akan mengoceh saat menjumpai bahan makanan yang nyaris tak layak konsumsi karna terlalu lama dianggurkannya.
Adrian tersenyum sekilas, mengingat segala tentang Nala selalu saja membuat dadanya menghangat.
Setelah mereka menikah, ia tidak akan lagi merasakan kesendirian. Senyum manis Nala akan selalu menyambutnya setiap kali ia bangun tidur, lalu menu sarapan sederhana buatan Nalanya itu akan menjadi sumber energi harinya. Mereka akan memiliki banyak waktu untuk bersama, lebih leluasa melakukan apapun sebagai ungkapan cinta satu sama lain.
Sampai mungkin di suatu hari, apartemen kecil mereka ini akan dipenuhi suara tangis bayi.
Adrian sangat menyukai anak-anak, rasanya, ia begitu gembira saat melihat juga bermain bersama keponakannya. Meskipun hingga kini ia sudah menjadi uncle dari tiga bocah menggemaskan, namun tetap saja, kebahagiaan Adrian tidak akan sempurna jika ia belum memiliki miliknya sendiri.
Terlebih karna Alex seolah melarangnya mendekati Hazel dan Harris, keponakan kembarnya.
Selama ini Adrian hanya bisa melihat keduanya dari kejauhan, diam-diam mengirimkan paket mainan sebagai ungkapan sayang.Syukurnya, kakak perempuannya-andin- menikah dengan Revan. Sosok yang begitu royal meskipun terkadang juga begitu gila. Keduanya ini memiliki seorang putra bernama Rean yang kini begitu dekat dengan Adrian.
Adrian meletakkan kembali cangkirnya di atas meja. Pagi ini ekspektasinya melayang terlampau jauh.
Hari pernikahannya dengan Nala memang semakin dekat. Membayangkan tentang setelahnya adalah hal yang begitu wajar dilakukan oleh seseorang yang hendak memulai kehidupan baru.
Tapi entah mengapa Adrian justru merasa... ragu?
Apa pernikahan mereka akan benar-benar terjadi?
***
Di bawah pohon rindang, Lilya dan Vinny sibuk dengan aktivitas masing-masing. Lilya dengan laptopnya, sementara Viny dengan buku catatannya.
Mereka sama-sama tengah mengerjakan paper, bedanya Lilya sudah sampai pada tahap yang lebih jauh dari Viny.
Dan seperti biasanya, Viny akan mebiarkan Lilya selesai dengan tugasnya terlebih dahulu, baru setelahnya ia meminta bantuan pada Lilya. Sebagai orang yang membutuhkan bantuan, sebisa mungkin Viny mencoba untuk tahu diri dengan tidak mengusik di saat-saat seperti ini."Ly..." panggil Viny pada akhirnya. Kepalanya rasanya sudah terlalu berat, ia mulai frustasi sekarang.
"Hm?" sahut Lilya, tanpa mengalihkan pandangannya.
"Kira-kira gue bisa lulus nggak ya? Maksud gue, gue capek banget sama semua ini, gue udah usaha, minta ajarin lo sampe lo capek, tapi nilai gue tetep aja kecil-kecil"
![](https://img.wattpad.com/cover/234929441-288-k221450.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝, 𝐌𝐲 𝐄𝐱 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 (TAMAT)
RomantizmMungkin kamu akan jatuh cinta dengan kisah mereka, Adrian, Lilya dan Nala. Satu malam telah membawa Adrian masuk ke dalam kehidupan Lilya, begitu juga sebaliknya. Di satu sisi Lilya belum pernah jatuh cinta, selalu memimpikan bagaimana pertemuannya...