31. Believe, my heart is you

7.6K 539 102
                                    


***

MENEPI, Adrian mengajak Nala menjauh dari keramaian. Mereka butuh tempat di mana mereka bisa saling berbicara dengan leluasa.

Tak mudah tentunya mendapatkan kesempatan ini. Abian sempat terbawa emosi saat melihatnya menemui Nala di belakang panggung, meminta Nala meluangkan waktu untuk bicara.

Namun syurkurnya, Nala bersedia memberikan kesempatan untuknya.

"Ada apa?" tanya Nala, enggan berlama-lama. Duduk berdua bersama Adrian, seharusnya menjadi momen menyenangkan. Mereka bisa saling bercerita sebelum akhirnya saling bersandar. Namun itu dulu, kisah yang lalu.

Detik ini, untuk menatap ke arah sepasang bola mata Adrian saja, Nala takut. Takut hatinya semakin perih.

"Ada sesuatu yang harus diluruskan, Nala"

"Silahkan..."
Begitu mendapat kesempatan dari Nala, Adrian sempat menghela napas.

"Soal hari itu, aku bersalah. Kita memulai hubungan dengan baik-baik dan seharusnya berakhir dengan baik"

"Nggak terlalu penting bagaimana caranya, artinya tetap sama kan? Kita selesai. Ibarat kata ada pisau yang menancap, mau dicabut dengan pelan-pelan atau kuat-kuat, bekasnya tetap perih dan sakit"

"Aku tahu…, maaf. Maaf karena bersamaku kamu mendapat kisah cinta yang seperti ini. Bukan kemauanku, atau kemauanmu, tapi takdir kita, Nala" ucap Adrian. Walaupun pahit, segalanya harus tetap diutarakan.

Ia tahu, Nala tidak ingin mendengar banyak hal. Membahas yang  lalu hanya akan mengantarkan mereka pada labirin yang gelap, tak jelas jalan keluarnya.
Namun sekali lagi, ia harus melakukannya.

"Nala, aku mencintai Lilya. Dan Aku harap kisah kita tidak menjadi halangan bagi kamu untuk melanjutkan perjalanan, untuk kembali membuka hati dan jatuh cinta"

Salah satu kalimat utamanya sudah tersampaikan dengan baik, Adrian kira ia itu akan membuat nafasnya lega. Namun ketika melihat Nala yang begitu hancur, itu tak banyak artinya. Bagaimana orang yang berdosa bisa hidup seolah tidak pernah melakukan kesalahan apa-apa?

Sementara Nala. Ia sempat memejamkan matanya untuk beberapa detik. Adrian juga pernah berkata, jika lelaki itu teramat mencintainya. Tidak mudah baginya menerima kenyataan baru.

Adrian mencintai Lilya, bukan lagi dirinya.

"Setiap kita memiliki seseorang yang akan menemani perjalanan kita, dan selama ini kita salah sangka dengan mengira kita pelabuhan terakhir untuk satu sama lainnya"

"Cukup Adrian…, aku ngerti. Aku nggak akan mengemis untuk kedua kali" lirih Nala. Air matanya kini mengalir membasahi pipi.

Rasanya, semakin banyak yang Adrian utarakan membuat Nala semakin ingin melarikan diri.

Adrian mematung di tempatnya. Mengapa Nala berfikir seperti itu? Nala tidak pernah mengemis, mereka pernah sama-sama keras kepala dengan mencoba mengingkari takdir.

"Aku mau berterima kasih sama kamu, untuk ribuan peluk, ribuan tawa, juga hari yang pernah kita lewati sama-sama. Aku akan melupakan kamu, pasti, tapi aku butuh waktu..."

"Aku juga ingin berterima kasih Nala, terima kasih karena sudah tulus mencintaiku selama ini, kamu yang selalu berusaha memahamiku, bahkan ketika seisi dunia tidak. Walaupun kita nggak bersama, tapi kamu bagian dari perjalan pulangku"

Nala mengangguk pelan. Mengusap air matanya dengan kedua telapak tangan. Dalam hati ia berjanji, ini terakhir kali menangisi Adrian. Esok, ia harus tersenyum, ada tidaknya Adrian di sisinya, segalanya akan tetap berjalan, bukan?

𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝, 𝐌𝐲 𝐄𝐱 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang