2. Menjemput Petaka

10.9K 551 62
                                    

****

LILYA tiba Bandara Soekarno Hatta pukul setengah enam sore atau lebih tepatnya sejak lima belas menit lalu.

Ia terpaksa mengambil penerbangan sore karena pagi harinya ia harus datang ke kampus untuk membereskan beberapa urusan sebelum ia pergi.

Selagi menunggu jemputannya datang, Lilya duduk di kursi tunggu dengan ditemani satu cup coffe, menatapi rintikan hujan yang sedang berjatuhan di luar sana.

Rasanya, Lilya sudah tidak sabar untuk sampai di rumah. Ia lelah, ditambah lagi hawa dingin ini membuatnya makin merindukan bantal dan selimut yang sudah ditinggalkannya kurang lebih dua bulan lamanya. Ya, terakhir kali Lilya pulang adalah dua bulan lalu, itupun saat liburan semester.

Lilya memang sengaja tidak pulang jika liburnya tidak lebih dari tiga hari, alasannya, ia ingin jaraknya dari orangtua membuatnya menjadi pribadi yang lebih mandiri, bukan sebaliknya, tambah manja.

Ponsel yang ada di sebelah tangan Lilya berbunyi, layarnya berkedip menampilkan picture masa kecilnya dengan sang kakak.

Foto mereka di hari ulang tahunnya, saat Nala mencium pipi chubby-nya yang belepotan.

Lilya sempat tersenyum, sebelum akhirnya menerima panggilan dari kakaknya, mendekatkan ponselnya ke sebelah telinga.

"Hallo kak?"

" Hallo Ly, gimana? Pesawatmu sudah landing?"

" Udah kak, siapa nih yang lagi otw buat jemput aku? Papa atau kak Nala?" tanya Lilya, semangat.

Selama ini, setiap kali ia pulang dua orang itulah yang bergantian menjemputnya. Terkadang papa yang menjemput, sementara mama dan kakaknya menyiapkan makanan kesukaannya di rumah.

Atau kakaknya yang menjemput sementara, kedua orangtuanya diam-diam telah berada di dalam mobil, ikut menjemputnya juga, membuat Lilya begitu terharu karena memiliki keluarga yang sangat mencintainya.

"Maaf ya Ly.., papa nggak bisa jemput, kakak juga enggak. Aku sama papa mama lagi di butik Tante Mira, lihat-lihat refrensi kebaya. Jadi aku minta tolong Adrian buat jemput kamu. Kami mungkin akan pulang malam, tapi jangan khawatir Adrian udah kakak bayar buat jaga kamu. Nggak papa kan Ly?"

"Iya kak nggak papa, cie yang mau tunangan sibuk banget. Btw, serius kakak bayar kak Adrian?"

"Gara-gara calon kakak ipar kamu, nyebelin, sukanya bikin kejutan, aku kan jadi nggak bisa siap-siap. Iya, bayar pakai cinta"

Lilya terkekeh pelan. Sejak kapan cinta bisa jadi alat tukar jasa? Separah itukah isi kepala orang-orang yang sedang jatuh cinta?

"Tapi sayang kan?"

"Bukan sayang lagi Ly, cinta banget. Yaudah ya Ly, Adrian sebentar lagi sampe katanya. See you Ly"

"See you Kak"

Lilya menurunkan ponselnya. Hampir bersamaan dengan itu, di tengah suasana bandara yang ramai, sepasang matanya berhasil menemukan sosok yang sedang ia tunggu.

"Kak Rian!" Teriaknya seraya melambaikan sebelah tangan, membuat lelaki itu berjalan menghampiri.

****

Sudah bertahun-tahun Lilya mengenal Adrian. Lelaki itu adalah pribadi yang menyenangkan, pandai menggauli lawan bicara. Tidak ada kesan canggung pada hari pertama mereka saling dikenalkan.

Namun hari ini, semua justru terasa sebaliknya.

Lilya merasa Adrian yang kini sedang mengemudi di sisinya bukanlah Adrian yang ia kenal.

𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝, 𝐌𝐲 𝐄𝐱 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang