***ANDREAS, lelaki itu hampir lupa kapan terakhir kalinya ia kehilangan kendali. Merasa marah hingga ingin menghancurkan apa-apa saja yang ada disekitarnya, bahkan rasanya ia ingin menghabisi siapa saja yang ia.
Semua ini karena hilangnya Adrian.
Adrian adalah asetnya yang paling berharga. Dirinya yang lain.
Hanya Adrian yang bisa menjadi jantung untuk keberlanjutan bisnis besar Danurja.
"Pak, kita sudah sampai lokasinya. Menurut informasi yang kami dapatkan, ini lokasi terakhir dari ponsel milik Pak Adrian. Kami akan memastikannya terlebih dahulu" lapor seorang pengawal.
"Tidak perlu, saya sendiri yang akan memastikannya"
Andreas segera turun dari mobilnya, bahkan lebih cepat sebelum pengawal membukakan pintu untuknya.
Ia menatap gedung bekas perkantoran itu dengan seksama. Gedung terbengkalai itu merupakan bukti nyata dari kegagalan proyek yang ditangani sulungnya, Alex.
Mengapa Adrian kemari?
Sesuatu yang gagal seharusnya dibuang.Andreas masuk dengan setiap langkahnya yang cepat. Meskipun siang namun keadaan dalam gedung ini tetaplah gelap.
Tak butuh waktu lama, Andreas menemukannya, seseorang yang tergeletak di atas lantai.
"Adrian?"
Andreas ingin apa yang dilihatnya tidak nyata, namun pundak itu terlihat seperti milik bungsunya.
Ia mendekat, berjongkok untuk menarik bahu itu, untuk mengetahui siapa pemiliknya.
Dan benar saja, itu Adrian. Dengan keadaannya yang begitu mengenaskan. Babak belur, lebam, seperti telah dipukuli secara habis-habisan.
"Adrian!!"
"Katakan sesuatu jika kamu mendengar Papa!"
Andreas, menepuki pipi Adrian, tentu setelah Adrian ada dalam pelukannya. Kejadian ini mengingatkannya akan peristiwa belasan tahun yang lalu. Saat mereka berlibur ke puncak dan Adrian mengalami hipotermia.Saat itu Adrian kecilnya terbujur kaku, sekujur tubuhnya pucat karena tidak kuat menahan dingin.
Dan ketakutan itu ia rasakan sekali lagi, Ia takut putranya tidak akan membuka matanya lagi. Adrian kecil yang selalu mengandalkannya, membanggakannya.
"Adrian..."
"Ini... Papa"
Suara Andreas semakin rendah, bersamaan dengan setetes air mata yang lolos dari salah satu sudut matanya.Ia keliru jika menganggap bungsunya sebagai aset, karena pada kenyataannya Adrian lebih dari itu.
Segalanya.
***
Semua persis seperti dugaannya. Raven menjadi pusat perhatian setelah ia sampai di kediaman keluarga Atmadja. Mereka semua, terutama Andini dan Lilya, seolah menantinya untuk bicara padahal ia sendiri merasa tidak bisa mengatakan apa-apa.
"Bagaimana Mas? Sudah mendapatkan kabar soal Adrian?" tanya Andini. Lima tahun lebih hidup bersama Raven, bohong jika ia tidak mengerti arti tatapan itu.
Suaminya itu tampak ingin mengatakan sesuatu, namun enggan.Raven tersenyum tipis, sekilas, senyumnya menghilang setelah ia melihat air mata di pipi Lilya.
Lilya sudah terlihat begitu lemah. Bagaimana ia mengatakan jika Adrian ditemukan dalam keadaan memprihatinkan?
Lilya pasti akan sangat terpukul.
"Ayo, kita bersiap-siap"
"Kita akan bertemu Adrian"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝, 𝐌𝐲 𝐄𝐱 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 (TAMAT)
RomanceMungkin kamu akan jatuh cinta dengan kisah mereka, Adrian, Lilya dan Nala. Satu malam telah membawa Adrian masuk ke dalam kehidupan Lilya, begitu juga sebaliknya. Di satu sisi Lilya belum pernah jatuh cinta, selalu memimpikan bagaimana pertemuannya...