Ada yang berbeda, tapi kamu masih belum mau menyadarinya.
Detik-detikmu sesak akan segala tentangnya. Bukan tanpa alasan, jika dia tidak ada artinya dalam hidupmu.
***
Soekarno-Hatta. Selalu berat saat Lilya hendak meninggalkannya. Seretan koper Lilya terdengar begitu kecil, sepelan langkahnya.
Hari ini Lilya akan kembali ke Jogja. Tidak untuk kembali hidup seperti semula, melainkan untuk berpisah dengan selayaknya. Lilya akan bertemu Vinny, mengucapkan terima kasih karena gadis itu sudah menjadi sahabat terbaiknya, berpamitan pada bapak ibu kosnya, serta mengucapkan selamat tinggal pada teman-teman satu perjuangannya. Tak lupa pula, sekali saja, Lilya ingin menikmati sore di kota Jogja.
Tidak ada seorang pun yang mengantar apalagi menemani Lilya, sengaja, semua ini terjadi atas kemauan Lilya sendiri.
Setelah Adrian mengatakan pada ia dan keluarganya jika lelaki membawanya tinggal di apartemen, suasana menjadi runyam. Di satu sisi, mamanya sangat setuju. Papa pun sama meskipun rautnya tidak pernah bisa berbohong, papanya terlihat berat untuk melepaskannya. Sementara di sisi lain, ada kakaknya yang menolak keras keputusan itu.
Sejujurnya Lilya sendiri bingung, apakah ia harus merasa senang atau justru bersedih. Ia tidak bisa merasakan apa-apa selain kebimbangan yang panjang. Dan untuk mengobati kebimbangannya, Lilya memutuskan untuk kembali ke Jogja.
Lilya berhenti sejenak. Mengelus perutnya pelan. Belum naik saja ia mulai merasa mual.
"Maaf kalau kamu jadi ikut sedih karena aku sedih terus…, nanti ada saatnya kamu bahagia, Al..."
Lilya tersenyum kecil. Masih tidak menyangka dengan panggilan yang tiba-tiba terlintas di bibirnya itu. Al adalah panggilan sayangnya untuk bayinya. Artinya cukup sederhana, gabungan dari inisialnya dan juga Adrian. Di dalamnya terselip sebuah doa, semoga suatu hari ia bisa tumbuh dengan kasih sayang kedua orangtuanya. Sekalipun nanti takdir dengan kejamnya memisahkan mereka berdua.
Raga bisa terpisah dengan jarak yang sangat jauh. Tetapi kasih sayang akan selalu terasa dekat, bahkan sekalipun yang mengasihi tidak lagi tinggal di bumi.
Lilya kembali berjalan, menyelinap di tengah keramaian.
Ia tidak tahu, jika diam-diam ada sepasang mata yang mengamati tanpa berhenti. Ada sepasang kaki yang terpatri kuat, padahal hati kecilnya mendorongnya untuk lari.
***
Rasa letih Lilya hilang dengan seketika setelah ia turun dari taxi dan berdiri persis di depan gerbang indekosnya. Akhirnya…, ia bisa kembali menginjakkan kaki di tempat ini. Padahal sebelumnya Lilya jika ia tidak akan bisa datang kemari lari.
Lilya menatap gerbang tinggi berwarna hitam itu. Dulu setiap kali ada yang menekan bel, khususnya di malam hari, ia akan menyaksikan teman-teman kosnya berebut untuk membukakan gerbang. Penasaran dengan siapa yang datang dan untuk siapa. Lalu esoknya si penerima tamu akan jadi bahan ledekan jika tamunya merupakan seorang teman lelaki.
Lilya tersenyum, rasa rindunya pada tempat ini semakin menjadi saja. Ia kemudian menekan bel sebanyak dua kali.
Dan tak perlu menunggu lama, gerbang dibukakan oleh seseorang.
"Oh my God, Lilya? Kamu apa kabar? Katanya kamu pindah kampus? Vinny pasti seneng banget kalau tau lo dateng" heboh seorang gadis yang merupakan teman satu indekos Lilya.
Lilya tersenyum lebar.
"Baik. Iya, aku pindah. Aku kesini mau kasih kejutan buat Vinny""Oh gitu. Oke silakan masuk Ly. Pintu kosan ini akan selalu terbuka buat kamu"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝, 𝐌𝐲 𝐄𝐱 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 (TAMAT)
Lãng mạnMungkin kamu akan jatuh cinta dengan kisah mereka, Adrian, Lilya dan Nala. Satu malam telah membawa Adrian masuk ke dalam kehidupan Lilya, begitu juga sebaliknya. Di satu sisi Lilya belum pernah jatuh cinta, selalu memimpikan bagaimana pertemuannya...