***Hari minggu, pukul empat sore.
Adrian duduk di kursi tunggu, menatap gerimis melalui tembok kaca. Rambutnya setengah basah, begitu juga dengan jaket dan celana jeansnya. Namun anehnya dingin itu seolah tidak sampai ke dalam dirinya."Ada sesuatu yang beda, tapi kamu belum mau menyadari itu Adrian"
Sebelumnya, Adrian telah banyak merenungkan kalimat itu. Dan beberapa hal terasa berbeda, khususnya setelah Lilya pergi.
Berbeda rasanya ketika seharian penuh ia lewati tanpa kehadiran Lilya. Tanpa melihat senyumnya, tanpa melihat wajah polosnya ketika tertidur, tanpa mendengar suaranya yang lembut.
Berbeda saat tidak ada seseorang yang diam-diam selalu menyiapkan keperluan kantornya, membuatkan secangkir teh, hingga menyelimutinya ketika ia tidur.
Rindu?
Adrian tau ini rindu. Yang tidak ia mengerti, mengapa ia bisa merindukan Lilya? Mengapa harinya terasa kurang tanpa kehadiran Lilya. Padahal, sebelumnya ia terbiasa hidup sendiri. Mengurusi segala keperluan diri dan juga rumah dengan kedua tangannya sendiri.Adrian menyandarkan tubuhnya pada bangku besi. Tiga hari sudah Lilya pergi, dan sebentar lagi gadis itu akan kembali. Entah harus seperti apa ia menyambut.
Tak lama Adrian melihatnya, perempuan bertubuh mungil yang berjalan di tengah keramaian. Seperti biasa rambutnya dibiarkan terurai, mengenakan celana putih serta jaket jeans kebesaran. Perempuan itu Lilya Admadja. Perempuan yang kini menyita dengan sepenuhnya perhatian Adrian.
Adrian bangkit dari tempatnya tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari Lilya. Ia tersenyum, begitu juga dengan Lilya yang sepertinya telah berhasil menemukan keberadaannya.
Melangkah beberapa kali menjadikan Adrian semakin dekat dengan Lilya. Tinggal tiga langkah lagi, Adrian bisa meraih Lilya, namun tiba-tiba keberadaan seorang lelaki menghalangi pandangannya, menyembunyikan tubuh mungil Lilya.
Lelaki itu menatap tajam ke arahnya. Dan meskipun lelaki itu belum mengatakan apa-apa, namun Adrian bisa merasakan dengan jelas kemarahan yang ada di dalam dirinya.
"Adrian Danurja?"
"Gimana caranya lo kenal gue?" heran Adrian.
Lelaki itu mendengus pelan. Mulutnya hampir saja berucap jika saja Lilya tidak lebih dahulu menyela.
"Gavin, makasih ya, maaf ngerepotin"
Lilya kini telah berada di sisi Gavin, tersenyum.Dan pada saat itu Adrian mengerti. Lelaki itu mungkin saja kekasih Lilya. Tidak heran jika terlihat sangat tidak suka terhadapnya, orang yang telah melukai Lilya.
"Anytime Ly, kapan aja lo butuh, gue akan selalu ada"
Lilya tampak melepas jaket jeans yang ia kenakan, menyerahkannya kepada Gavin.
"Makasih juga jaketnya"Gavin mengangguk.
"Lo harus janji, setelah ini lo nggak boleh sedih lagi. Kalo ada orang yang nyakitin lo, lo cukup bilang sama gue dan orang itu pasti akan berakhir dengan cara paling sakit"Adrian mendengarnya, walaupun lelaki bernama Gavin itu tidak menatap ke arahnya namun ia merasa jika kata-kata itu khusus ditujukan untuknya.
Lilya memilih memberikan seutas senyum tipis untuk menanggapi. Baginya, tidak ada seseorang yang bermaksud untuk menyakitinya, ia mengerti, mereka sama-sama terluka meski dalam porsi dan sudut yang berbeda. Gavin hanya mengenalnya, oleh sebabnya lelaki itu begitu membelanya.
"Hati-hati ya, Gav"
"Gue belum mau pulang ke Jogja sekarang kok, mungkin gue akan cari penginapan setelah ini. Kalo lo bisa liburan ke Jogja, kenapa gue nggak bisa liburan ke Jakarta, iya nggak?"
Lilya tentu sempat terkejut mendengarnya. Sebelumnya, Gavin tidak mengatakan apa-apa mengenai rencananya yang satu itu.
"Iya, have fun ya"
"Kalo ada waktu boleh kan, gue minta temenin lo jalan-jalan?"
Kikuk. Lilya benar-benar kikuk sekarang. Ia ingin menolak namun Gavin sudah begitu baik kepadanya, bahkan lelaki itu telah berusaha keras membuatnya bahagia selama di Jogja. Ingin berkata ya namun keberadaan Adrian entah mengapa membuat segalanya terasa berat.
"Lihat nanti ya"
"Oke. Gue cabut duluan"
Lilya mengangguk dan Gavin pun berlalu. Jauh menghilang ditelan keramaian. Kini tinggal Adrian dan Lilya di tengah kesunyian.
Ternyata tidak ada yang berubah hanya karena kepergiannya selama tiga hari. Betapa bodohnya Lilya karena tadi sempat berpikir Adrian akan menghampirinya, membawanya ke dalam pelukan. Seutas senyum dari lelaki itu berhasil membuatnya terlampau percaya diri, melupakan posisinya.
Ia memang merindukan Adrian, namun sepertinya lelaki itu tidak punya alasan untuk balas merindukannya.
"Biar aku bantu" ucap Adrian pada akhirnya, meraih koper Lilya yang sebelumnya ditinggalkan oleh Gavin tak jauh dari sisi gadis itu.
"Ayo, nanti hujannya deras lagi"
Lilya mengangguk. Ikut melangkah ketika Adrian memulai. Tak mengapa jika segalanya masih sama, yang terpenting kini mereka telah kembali bersisian, walaupun tak seirama, namun ini lebih dari cukup untuk Lilya.***
Hai, apa kabar?
Mungkin kalian akan kecewa membaca ini, tapi Maret adalah bulan di mana mungkin kita akan sangat sulit untuk bertemu.
Aku berharap dan berusaha, minimal kita bisa dua kali bertemu bulan ini, tapi itu baru rencanaku. Kadang harapan cuma bisa jadi sekedar harapan bukan?
Untuk chapter 19 full, masih lama, masih terlalu jauh untuk sampai. Ini hanya kepingannya saja.
Oh iya, semoga sehat selalu di manapun kalian berada 🦋
Salam sayang,
mrsmendes_
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝, 𝐌𝐲 𝐄𝐱 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 (TAMAT)
عاطفيةMungkin kamu akan jatuh cinta dengan kisah mereka, Adrian, Lilya dan Nala. Satu malam telah membawa Adrian masuk ke dalam kehidupan Lilya, begitu juga sebaliknya. Di satu sisi Lilya belum pernah jatuh cinta, selalu memimpikan bagaimana pertemuannya...