36. Breaking Me

763 59 61
                                    

ㅤㅤㅤ"Kiwkiw." Seseorang mendadak menyapa dan Seilhwan hampir saja melayangkan telapak tangannya sebab telah dibuat terperangah setengah hidup. "Sendirian saja, Nona?"

Menangkap interogasi tersebut baru saja ditujukan ringan untuknya, si gadis mengerutkan kening seraya mendongak ke arah asal suara. Eksistensi pemuda berponi kelam juga panjang bersama masker hitam yang menutupi mulut serta hidung tersebut nyaris terasa serupa presensi bulan purnama yang kembali hadir di semestanya yang bercorak gelita. Rindu. Rasanya semacam sudah belasan tahun tak bertemu kendati kini mereka tengah menempuh pendidikan di tempat yang sama. Manalagi mengingat Seilhwan yang akhir-akhir ini sedang memperlebar jarak antara Yoongi dan Serim lantaran perempuan itu merasa kondisi jiwanya tengah terasa tak cukup baik untuk memperketat relasi persahabatan yang ada. Sebentar lagi, pasangan itu akan segera melangsungkan pertunangan. Jadi Seilhwan tidak mungkin mau berada di dekat mereka hanya untuk membagi kalutnya persoalan.

Tidak langsung menimpali, gadis tersebut arkian terdiam sesaat, mengerjapkan sepasang manik redupnya dan secara tak sadar hal itu membuat Yoongi diam-diam menyunggingkan seulas senyum di balik masker. Seilhwan lebih dulu memindai penampilan si pemuda dari ubun-ubun hingga telapak kaki, lantas merespons beraga jutek, "Dih? Sok akrab."

Yoongi mengangguk paham, pura-pura tampak kecewa. "Oh, jadi begitu. Sombong ya, sekarang? Mentang-mentang sudah menikah, jadi lupa dengan sahabat sendiri. Memangnya pernikahanmu semengasyikkan itu, ya, sampai-sampai lupa kalau dulu pernah berhubungan dekat dengan aku dan Kak Serim, hm?"

Dalam sepersekian detik, Seilhwan mempersilakan sekeping reminisensi lama kembali mengetuk akses ruang memorinya. Pada hari-hari terakhir di musim semi. Ribuan bunga yang tak berhenti bermekaran. Ada dirinya, Yoongi dan kakak kelas perempuan yang baru dikenal tempo hari tengah berdiri di tepi lapangan basket. Satu-satunya pemuda di sana hanya tersenyum tipis kala mengetahui ternyata ada dua orang gadis yang sedang menunggunya di kursi penonton hingga waktu latihan selesai. Rasanya seperti tengah memiliki dua kekasih yang senantiasa siap sedia melewati berapa pun durasi cuma untuk menantimu pulang, tahu? Arkian, ketiganya serentak menyunggingkan senyum yang tak kalah menawan dari bunga musim semi; tertawa bersama dan merasa kelewat bahagia untuk mendiskusikan rencana liburan mereka di musim panas kelak. Menahan geram, Seilhwan mendesah tidak percaya. "Ih, Yoong. Bercanda, tahu! Kok malah jadi baper, sih?"

Kali ini, Pemuda Min masih tersenyum puas di balik masker hitamnya guna meredam geli. Dia lantas memperbaiki posisi tas ransel yang menggantung kalem di belakang punggung, memandang lekap si gadis bersama maniknya yang renik sedangkan yang tengah dipandang malah tampak ripuh mengawasi area di sekitar gedung fakultas serupa tengah mengharap presensi seseorang, sekilas menyadari akan adanya corak biru yang terselip di balik rona wajah Seilhwan kendati perempuan tersebut tak letih-letihnya melukis panorama nan cerah pada permukaan. "Sedang menunggu seseorang, Seil?" katanya perseptif. Yoongi seketika membuka penutup mulut juga hidungnya. "Mau pulang bersamaku?"

Serta-merta mengalihkan atensi, si gadis kelihatan cukup tersendat. "Kau tidak bawa motor?"

"Malas. Mau pulang naik bus saja. Sekalian nanti mampir ke tempat makan ramyeon kesukaanmu dulu itu, lho."

Ah....

"Oh! Restoran yang kerap kita datangi waktu pulang sekolah dulu, ya." Seilhwan menyeka pungkur lehernya, tengah merasa sedikit nanar juga lega dalam satu waktu. "Ih! Jadi rindu."

"Iya, 'kan?"

"Aku seperti ingin menangis apabila dibuat ingat akan hari-hari yang pernah kita lalui bersama-sama dulu, Yoong."

"Benar. Andaikata mau diingat-ingat lagi, dulu kau jelas terlihat lebih mudah dan lebih banyak mengeluarkan tawa, tidak seperti sekarang. Kita ternyata pernah semudah itu untuk terbuka akan perasaan satu sama lain, tapi semuanya tidak mampu bertahan lama tatkala kau telah mengenal lelaki berengsek itu. Kau bahkan tidak langsung bercerita padaku jika kau baru saja menerima ajakannya untuk menjadi sepasang kekasih pada waktu itu, Seil."

[1] Panasea ㅡ P.jmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang