13. Mistake

956 130 77
                                    

Huh. Satu hela napas serta-merta diceluskan begitu saja. Kini Seilhwan sanggup merasakan detak jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Akal sehatnya mendadak nyaris mengudara begitu saja kalau gadis tersebut tidak buru-buru menyadarkan diri dan berujar, "Taehyung? Berhenti menatapku seperti itu."

Yang disebut namanya lantas serta-merta menarik seulas senyum tanpa dosa. "Ah. Kamu malu, ya?"

"Tidak, sih. Biasa saja," respon Seilhwan cepat—tengah berdusta. Gadis itu kemudian mengubah posisi duduknya—menjadi berhadapan dengan Taehyung dan dia langsung saja memberi obat maag yang baru dibelinya tadi sebelum datang ke sini. "Ini, diminum dulu."

Ha, bohong. Hei, jangan salah, ya. Taehyung itu diam-diam jelas sudah tahu bahwa hati Seilhwan pasti sedang tersipu setengah mati saat ini. Ya, pantas saja, sih. Memangnya gadis mana coba yang masih bisa-bisanya bertingkah kalem tatkala pemuda bernama Kim Taehyung tengah mengunjukkan pandangan yang tertentang begitu dalam dan tenang seperti tadi? Hm, barangkali cuma terdapat sekian persen dari jumlah gadis yang ada di dunia ini kali, ya. Tentu saja, karena dia tampan. Taehyung tentu sudah mengetahui fakta yang satu itu dan dia absolut merasa sangat bersyukur. Maka dari itu, si pemuda seringkali tebar pesona ke mana-mana—itu merupakan wujud yang berupa tindakan dari sebuah rasa syukur, katanya.

Lantas, selepas mengambil obat yang tadinya berada di jari-jemari milik Seilhwan, Si Kim kemudian buru-buru melemparkan penawar yang berbentuk pil kecil tersebut ke dalam mulut. Lekas mencomot segelas air putih yang juga Seilhwan beri dan cepat-cepat meminumnya supaya obat tersebut dapat ikut masuk ke dalam tenggorokan. Kemudian dia pun menghela napas lega setelah selesai mengonsumsi obatnya, mendadak berujar penuh antusias, "Yey, selesai!"

Ya ampun. Seperti baru membantu anak kecil meminum obatnya saja, batin Seilhwan, merasa tak habis pikir. Kalakian gadis itu pun akhirnya ikut menarik senyum. "Jadi bagaimana? Sudah merasa lebih baik?"

Taehyung mengangguk. "Iya, terima kasih ya, Seil. Sudah mau repot-repot datang ke sini."

Seilhwan juga ikut menganggukkan kepala. "Sama-sama," katanya. "Jadi, apa aku boleh pulang sekarang? Oh, barangkali kau juga perlu istirahat? Supaya nanti tubuhmu bisa benar-benar pulih."

Si Kim lantas terdiam sejemang, tengah berpikir sebelum melontarkan segenap kata sebagai tanggapan, "Kamu mau cepat-cepat pulang? Tidak ingin menetap sebentar di sini dulu?"

"Menetap di sini? Untuk apa?"

"Menemaniku, tentu saja," ucapnya tanpa keraguan sedikitpun. "Aku sedang merasa kesepian, lho, Seil."

Ah ....

Kali ini, Seilhwan sekonyong-konyong kelihatan membeku. Roman si gadis berubah cepat, senyumannya mendadak lenyap, Menggigit labium bagian bawah, Seilhwan menatap sepasang penglihatan terang milik Taehyung begitu lurus—terlampau lurus sehingga Si Kim serta-merta merasa raganya semacam baru saja dijatuhkan secara bebas dari gedung lantai ke lima belas selepas dia baru saja diberikan kedua sayap yang begitu besar agar pemuda tersebut sanggup terbang sampai menembus awan. Tanpa keraguan, tanpa penenang, Seilhwan kemudian langsung saja mencetuskan beberapa kata, bersama pandangan seolah ia tengah mengunci leher Taehyung dan nyaris mendaratkan sebuah pisau lipat yang tajam pada permukaan epidermisnya, "Berpura-pura seperti tak pernah ada hal buruk yang pernah terjadi di antara kita itu ternyata selelah ini ya, Tae."

Taehyung melebarkan mata, menahan napas. "Huh?"

"Aku benci berpura-pura." Si gadis menggigit bibir bawahnya, kedua netranya mulai terasa panas. "Lagi pula, kenapa kita bisa-bisanya bertingkah seperti ini, sih? Aku jelas tidak mengerti. Sungguh tidak mengerti kenapa seolah ada bagian dari diriku yang berkata bahwa aku senang sekali melihat kau di sini. Aku—"

[1] Panasea ㅡ P.jmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang