10. Will You?

1K 146 87
                                    

Ekspresi Jimin kali ini memang sudah kelihatan lebih tenang, namun tetap saja, diam-diam kepalanya masih dipenuhi banyak kuriositas mengenai kejadian beberapa saat yang lalu kala dia tidak sengaja mendengar suara teriakan Seilhwan dari dalam rumah. Kemudian saat Jimin segera berbalik arah dan serta-merta mengetuk pintu untuk memeriksa keadaan, Gadis Im kemudian langsung membukakan pintu dan berkata bahwa mereka harus cepat-cepat pergi dari sana.

Memangnya kejadian misterius macam apa, sih, yang baru saja terjadi di dalam sana? Sampai sanggup membuat Jimin nyaris melontarkan seratus buah pertanyaan saat menjumpai Seilhwan yang mendadak keluar rumah bersama ekspresi yang tertentang mencurigakan andaikata gadis itu tidak cepat-cepat menarik tangannya untuk lekas melangkah pergi.

Aneh. Aneh sekali. Pemuda itu barangkali hendak menghentikan genggaman tangan Seilhwan di lengannya lalu bertanya mengenai hal macam apa yang baru saja terjadi apabila Jimin tidak ingat bahwa tidak seharusnya dia bersikap peduli terhadap Gadis Im seperti ini. Diam-diam melirik Seilhwan yang tengah duduk di samping kanannya, serta-merta merasa heran dengan tingkah si gadis yang tampak cukup gelisah tatkala sedang membalas pesan elektronik dari seseorang, Jimin lagi-lagi merasa bahwa sepertinya memang ada hal buruk yang sedang terjadi tanpa sepengetahuannya. Ia kemudian menyugar surainya, kembali memokuskan pandangan ke depan lalu meloloskan napas perlahan. Benar. Pasti ada yang aneh. Sebab betul-betul merupakan peristiwa yang tidak lazim jika kini gadis itu tak berbicara sedikitpun dengannya semenjak tadi. Mengingat betapa bawelnya Seilhwan pada pertemuan mereka di waktu laluㅡJimin jadi penasaran tentang perihal serupa apa yang mampu membuat mulut gadis itu terdiam sepenuhnya seperti ini.

"Hwan?" Selepas melalui pemikiran yang panjang, Jimin pun akhirnya memutuskan untuk membuka suara. "Kau terlihat aneh."

"Huh?" Gadis tersebut sekonyong-konyong menoleh, menemukan sepasang mata milik Jimin yang tengah memandang wajahnya. "Bukankah aku memang selalu terlihat aneh di matamu?"

Jimin terkesiap. Serta-merta membesarkan netra, lantas menggelengkan kepala dalam satu waktu sebelum merespon kembali, "H-hah? Ah ... bukan itu maksudnya. Kau memang selalu terlihat aneh di mataku, tetapi kali ini terlihat jauh lebih aneh. Jauh sekali. Anehnya kelihatan plus-plus, begitu."

"Plus-plus?" Seilhwan tampak kebingungan. "Ckck. Aku sungguh tidak apa-apa, Jim. Lagi pula bisakah kau melupakan kejadian tadi? Sebab itu betul-betul bukan merupakan sesuatu yang perlu kau pedulikan."

"Aku hanyaㅡ"

"Halo?" Seilhwan sekonyong-konyong menempelkan ponselnya di telingaㅡtertentang tak acuh pada respon dari Jimin yang tidak sengaja terpotong entah karena apa, romannya juga tak terlihat begitu ramah kala meneruskan kalimat, "Berhenti menggangguku, Tae. Lagi pula kenapa bisa kau mengetahui nomorku, sih?"

Mendengar Seilhwan yang kelihatan tak begitu nyaman terhadap seseorang yang tengah menghubunginya sekarang, Jimin mengerutkan kening. Tambah merasa pelik. Kendati dia langsung kembali meluruskan atensi pada jalan dan diam-diam tengah berusaha untuk tidak peduli mengenai apa yang sedang terjadi, tetapi si Park itu nyatanya malah tak sengaja mendengar Seilhwan yang hampir saja mengumpat pelan di luar telepon sesudah berkata, "Aku tidak bisa menemuimu sekarang, Tae. Ingat, semuanya sudah berakhir. Lantas kalau kau ingin membicarakan mengenai perkara Jungkook tadi, mungkin kita bisa bertemu sore nanti."

Ah, sial.

Berusaha mengendalikan sentimen, meneguk saliva bersama afeksi aneh, dan perlahan mendesah berat, gadis itu bahkan belum sempat menyambungkan ucapannya saat lawan bicaranya di seberang sana sudah terlebih dahulu menanggapi lagiㅡsuaranya terdengar begitu serak, berat, penuh terorㅡsukses mengundang Seilhwan untuk mendadak terdiam dan bergidik ngeri. Ini benar-benar merupakan kesialan yang hakiki. Mengapa semuanya tiba-tiba jadi terasa mengerikan begini, sih? Terlebih untuk segenap realitas pahit yang tak bisa ia ungkapkan sekarang, rasa takut seakan perlahan ikut mengalir pada setiap peredaran darah, mengantarnya merespon dengan sebuah bisikan resah, "Aku akan menikah, Tae. Jadi tolong, berhenti bicara begitu. Sebab kita benar-benar sudah berakhir. Aku akan menghubungimu lagi nanti. Sampai jumpa."

[1] Panasea ㅡ P.jmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang