37. You Should Get to Know Me

577 46 35
                                    

halo.

yah, walaupun sebentar lagi udah mau hari raya, tapi gapapa deh aku mau ngucapin aja.

selamat berpuasa bagi kalian semua yang menjalankan, ya. pun, terima kasih banyak-banyak sudah memberikan banyak cinta untuk panasea. ngomong-ngomong, sayangnya chapter ini engga bisa buat dibaca waktu lagi puasaa, lho. makanya aku update malem gini.

yang nekat biarin aja. nanti pantatnya mendadak berubah jadi kelap-kelip, awas.

...

















ㅤㅤㅤSEILHWAN TENTU MASIH SANGGUP MENGINGAT, pernah sekali indra pendengaran si gadis menampung titik lidah sepantun ini dari ibunya saat keluarga mereka tengah duduk bersama dalam satu meja selepas rawi di ufuk timur usai membuka netra, "Jangan suka abai terhadap waktu makan, Seil," ujarnya, penuh aksentuasi. Tersemat lirikan kelewat serius dalam ain penuh binar milik lawan bicara nan sedang dilabuhkan persis ke arahnya, yang si gadis yakini bahwa kerlingan tersebut boleh jadi ialah manifestasi dari komposit perasaan jeri serta muak nan kerap menyembul dalam kalbu milik sang ibu—Sohee—kala mengetahui ternyata putrinya yang satu ini nyalar bersikap apatis terhadap kebutuhan esensial seantero makhluk yang hidup di manjapada. Seilhwan adalah anak yang menyebalkan, katanya. Gadis itu seringkali menyiksa tubuh sendiri dengan membiarkan perutnya kosong selama berjam-jam, lantas ibu sukses merasa terlampau gelebah selepas mendapati realitas yang ada.

"Kamu bukan malaikat yang tak butuh makan." Wanita dengan usia kepala empat tersebut masih menandaskan perihal yang sama di ruang waktu berbeda. Semenjak itu, Sohee jadi acap mengingatkan si gadis bahwa sebagai manusia, seseorang harus belajar mencintai dan menghargai dirinya sendiri demi merampingkan probabilitas terjadinya kerusakan pada hati maupun jasmani di lain hari. Proses berlatih tersebut tentu bisa diawali melalui pemberian atensi terhadap sejumlah hal kecil yang kerap dianggap sepele oleh sebagian insan, contohnya seperti mulai membiasakan diri untuk senantiasa mengisi perut tepat pada waktunya. Makan yang cukup, tambahnya. Jangan berlebihan, sebab segala sesuatu yang telah melampaui batas tidak akan membuat hidup seseorang berada dalam lingkup kebahagiaan dunia untuk durasi yang lama.

Jadi esensinya, betul-betul tidak boleh sampai lupa untuk sekala memasok banyak cinta serta kepedulian untuk diri sendiri sebagai bentuk komplimen lantaran telah kuasa bertahan dengan baik hingga detik ini. Jangan gemar membekam perasaan. Harus ingat bahwa ibu selalu ada untuknya untuk berbagi cerita suka dan duka. Hisab terhadap sesama memang kerap dianjurkan—namun, sesekali berlaku egois demi memperoleh secuil alasan untuk tetap hidup di esok hari pun tentu bukan perihal yang haram untuk dilakukan.

Ah ... benar begitu?

Begitu, ya.

Seilhwan adalah gadis yang tangguh, tuturnya. Ibu juga merupakan orang tua terkemuka nan pernah ada. Melalui kesahihan tersebut, si gadis perlahan kembali memahami dan berhasil memetik sebuah inferensi. Tuhan ternyata memang Maha Adil, ya? Sebab sekotah ihwal yang bermukim di dunia ini sungguh telah ditata-Nya untuk menjadi setara. Terdapat corak hitam dan putih. Pun diciptakan sejumlah persona bersama tabiat inferior serta baik hati yang bernapas di sekitarnya. Pribadi dengan warna hangat tersebut: itu absolut ialah Ibu, Ayah, Yoongi, Taehyung (sebetulnya pemuda ini hangatnya cuma separuh, lantaran dia mampu berperangai legit serta getir dalam satu waktu), Kak Serim dan ... Jimin, kah?

Tunggu sebentar. Jimin, ya.

Memang, sih, suaminya adalah oknum yang baik hati. Hanya saja, barangkali Seilhwannya yang tidak tahu diri. Tahu, 'kan, asalkan ada anak Adam yang tak sengaja berbuat satu kesalahan, lantas para insan lain akan serta-merta memandangnya bersama perspektif sedemikian nista dan begitu saja lupa mengenai seratus atau bahkan seribu kebaikan yang telah seseorang itu perbuat di masa lampau? Well, perkara tersebut absolut serupa dengan apa yang tengah berlangsung di antara Jimin juga Seilhwan sekarang. Gadis itu jelas masih bisa merasakan agamnya rasa kecewa yang pernah bergejolak di balik dada. Mencekamnya atmosfer di malam itu pun masih menetap dalam koridor reminisensi miliknya. Kalbunya sakit. Gering menguar. Tubuh meregang hebat. Senak dan perih menerjang bak prahara. Sentimen pun masih terus memberontak. Belum lagi proses pemulihan dan akseptasi terhadap sejumlah keadaan yang berjalan terlampau lambat.

[1] Panasea ㅡ P.jmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang