02. Have to Break Up

2.3K 251 199
                                    

Park Taera—seorang wanita yang jelas berstatus sebagai ibu dari seorang Park Jimin ternyata betul-betul memiliki sifat yang kelewat terpuji dan Seilhwan tak dapat mengendalikan diri untuk tidak tersenyum legit penuh kehangatan tatkala si calon mertua terlihat amat antusias untuk menceritakan segala hal yang perlu kedua anaknya dengarkan. Manalagi ketika melihat Jimin yang tak henti-hentinya berusaha untuk menghentikan perkataan sang ibu yang terus bercerita mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pria tersebut di masa lampau, maupun menceritakan kisah-kisah aib nan memalukan yang pernah Jimin lalui.

Waktu itu, sebelum sempat diberi kesempatan untuk bertemu dengan orang tua Jimin—baru dikasih berita kalau dia akan segera melepas statusnya sebagai wanita lajang dan juga baru pertama kali menjumpai pria super menyebalkan bernama Park Jimin untuk yang pertama kali; Seilhwan sempat mengira bahwa mungkin ayah dan ibu si Pendek Jimin punya sikap yang tidak beda jauh dari putranya, sama-sama bisa membuat dia gondok atau bahkan punya kepribadian yang jahat (seperti yang ada pada drama-drama yang pernah Seilhwan tonton sebelumnya). Lagi pula juga 'kan tidak cuma satu atau dua orang yang pernah berkata kalau buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya—jadi, ya, tidak salah juga andaikan gadis tersebut pernah berpikir seperti itu.

Tetapi nyatanya, betul-betul sebuah hal yang tidak disangka-sangka, ternyata Park Jimin ini memiliki salah satu orang tua yang terlampau hangat sepanjang zaman, baik sekali sampai Seilhwan benar-benar diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Hal ini membuat perempuan tersebut berasumsi barangkali dahulu si Jimin itu merupakan bocah ingusan yang tak punya keluarga, lalu akhirnya ditemui sepasang suami istri di bawah jembatan lalu mereka memutuskan untuk mengadopsi anak tersebut sampai sekarang. Habisnya, sih, sikap pria tersebut tidak punya kemiripan sama sekali dengan ayah dan ibunya. Duh, Im Seilhwan 'kan jadi tidak bisa membayangkan bagaimana bisa dia tinggal di bawah atap yang sama dengan lelaki seperti ini pada suatu hari nanti, apakah dia harus membuat tenda di halaman rumahnya supaya mereka bisa berjaga jarak atau bagaimana, ya.

"Seilhwan." Taera membuka mulut lagi, kembali memandang si calon menantu dengan penuh antusias. Terkadang, Seilhwan jadi merasa kalau dialah yang merupakan anak kandung dari Park Taera di sini, dan Jimin itu cuma anak pungut—lantaran wanita tersebut memperlakukannya dengan perlakuan kelewat hangat. Eiy, tapi andaikata mau dipikir-pikir dengan opini yang didasarkan oleh sifat keegoisan, Seilhwan mendadak jadi berasumsi kalau si Park Jimin itu agaknya tidak terlalu layak untuk mendapatkan takdir yang seperti ini, hakikat kalau lelaki tersebut punya keluarga yang baik dan harmonis—memiliki orang tua yang siap memberi kasih sayang mereka terhadap si anak kapan saja, semuanya jelas terlalu baik untuk dijadikan realitas dalam kehidupan. Walakin barangkali seandainya dia bisa diberi nasib yang sama beruntungnya, Seilhwan tentu dapat bersumpah kalau dia sanggup menjadi individu yang tak akan pernah berniat untuk melakukan tindakan jahat sedikit pun di muka bumi ini. Tapi, yah, kendati demikian, dia juga sekala harus bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan untuk dirinya, 'kan. Hidup itu penuh beban, iya.

Kemudian, kembali pada konversasi yang tengah berlangsung sekarang, Taera lekas melanjutkan, "Mau tahu fakta tentang Jimin lagi, tidak?"

Oh, tidak. Jangan katakan lagi, Ma. Jimin jelas belum siap mendengar sang ibu yang kembali berniat untuk membuka aibnya lagi. Kalau dia ingin jadi anak durhaka, Jimin tentu lekas akan membeli sebuah apel di supermarket yang berada di seberang lantas dia akan membungkam mulut Taera dengan buah tersebut supaya tidak bisa bicara lagi. Astaga.

"Tentu." Im Seilhwan mengangguk antusias. "Aku siap mendengarkan semuanya, kok, Bu."

"Well, apa boleh buat, Jim." Taera mengendikan bahu bersama ekspresi pasrah yang dibuat-buat seraya menolehkan pandangan ke arah putranya. "Mau tidak mau, Mama harus menyampaikan beberapa fakta ini sebagai bekal untuk pernikahan kalian. Tadi kalian berdua bilang kalau belum mengetahui secara keseluruhan tentang kepribadian masing-masing, 'kan? Okeyyy, kalau begitu, Mama jelas akan amat bersedia untuk membantu."

[1] Panasea ㅡ P.jmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang