17. Pretend?

1.1K 145 134
                                    

Seilhwan melangkahkan kedua tungkainya keluar dari kamar, memutuskan untuk menghampiri kolam renang yang ada di halaman belakang, kemudian duduk di tepi kolam bersama ponsel yang masih menempel di telinga—tengah menunggu seseorang yang ada di sana untuk segera menjawab panggilannya. Sebagian permukaan kaki perempuan itu kini telah basah lantaran dijamah air yang terasa begitu dingin. Tubuh kurusnya juga hanya dibalut kaus putih tipis dengan tulisan "YOU CAN DO THIS" yang tertera di bagian depan serta celana panjang bercorak hitam. Sejenak mengamati pantulan wajahnya sendiri pada permukaan air, seketika menyadari betapa menjijikan dan menyedihkannya ekspresinya saat ini, Seilhwan jadi serta-merta merasa begitu buruk tatkala mengingat bahwa dia baru saja menangis sekaligus terlihat begitu memprihatinkan di hadapan Jimin—lelaki yang baru dikenalnya selama kurang lebih sebulan sekaligus pria yang telah menikahinya kemarin.

Well, Seilhwan sebetulnya juga tidak pernah menyangka bahwa bayangan sialan itu kembali sering menghampirinya serupa mimpi buruk yang sekala mengusik tidurnya di masa kecil. Tetapi, mimpi buruk yang ini jelas terasa berbeda. Kau tahu? Sebab tadi dia semacam baru saja dicekik habis-habisan oleh malaikat kematian dengan sepasang netra yang kelihatan merah menyala, disuruh untuk cepat-cepat meregang nyawa sebagai bentuk dari penebusan dosa yang sanggup membuat jiwa Seilhwan kembali merasa begitu berarakan.

Segalanya tentu terasa mencengangkan, sangat. Sampai membuat wanita itu berasumsi bahwa barangkali meninggalkan dunia merupakan satu-satunya preferensi terbaik yang bisa diambilnya pada saat ini. Tetapi, jangan. Sebab dia tahu kalau setidaknya ada beberapa orang yang masih menyayanginya di sini.

"Kenapa, Seil? Menghubungiku pada pukul nyaris empat pagi seperti ini. Pasti ada sesuatu yang penting?"

Seilhwan serta-merta tersenyum kecil setelah mendengar bahwa seseorang telah menerima panggilannya dari ujung sana. Sekonyong-konyong membayangkan eksistensi Yoongi di dalam kamar yang masih kelihatan benderang lantaran lampu kamar yang belum dimatikan, berbalut kaus jumbo berwarna putih dengan kata "FG" di depannya bersama raut wajah yang tampak sedang frustasi ketika sedang menggarap tugas kuliah di meja belajar. Tanpa membuang durasi yang lebih banyak, wanita itu lantas merespons kala Yoongi sudah mengeluarkan kata, "Biasa. Mimpi buruk."

Dari seberang sana, Yoongi tertangkap cukup terkejut dan khawatir. "Apa? Kau bermimpi buruk lagi?"

Perempuan itu kemudian mengangguk walau tahu kalau Yoongi jelas tak akan bisa melihatnya. Dia mendongak, memandang bulan purnama yang seolah tengah menatapnya dengan ekspresi kasihan dari atas sana dan merasakan permukaan kulitnya yang tiba-tiba menggigil karena dinginnya atmosfer malam. "Iya. Tetapi sekarang sudah tidak apa-apa. Kau tenang saja, oke?" lirihnya.

"Jangan bercanda, Seil." Sejemang terdiam, lawan bicaranya kemudian terdengar menghela napas. "Itu bukan mimpi buruk biasa. Kau tahu?"

Seilhwan bergumam, "Aku tahu." Perempuan itu menggigit bibir bawahnya, sedang menahan tangis. "Ngomong-ngomong, aku jadi merasa buruk sekali karena tadi bisa-bisanya menangis di depan Jimin, Yoong. Aku jadi malu .... "

"Nah, lihat? Kau bahkan sampai menangis begitu. Kau ini jelas sedang tidak baik-baik saja, aku tahu itu jadi jangan coba-coba mengelak lagi." Yoongi terdengar sedikit geram dan Seilhwan terus menyentuh hidungnya yang tak kunjung berhenti mengalirkan cairan berwarna merah pekat. Wanita itu lantas sedikit menggerakkan jari-jari kakinya yang telah terendam air, kembali menghela napas pelan saat Yoongi meneruskan dengan vokal yang terdengar cukup serius, "Seil, kalau seperti ini ceritanya ... mungkin nanti kita harus cepat-cepat menghampiri Dokter Kim? Kau barangkali harus kembali berkonsultasi. Kondisinya terasa semakin memburuk, bukan?"

[1] Panasea ㅡ P.jmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang