04. Promise

1.6K 210 132
                                    

Min Yoongi menjatuhkan bokongnya pada permukaan sofa panjang yang terasa kelewat empuk, kembali mengembalikan atensi pada film di televisi yang tengah ia tonton tadi, mengambil buku yang terletak di atas meja, lantas melirik ke arah seorang gadis yang kini sedang berdiri persis di dekat pintu depan sesekali. Jam sembilan. Sekarang sudah jam sembilan malam dan dia malah menjumpai ada seorang gadis mengetuk pintu apartemennya bersama pandangan yang tak cukup menyenangkanㅡtertentang tajam serupa binatang buas yang bisa menerkam mangsanya kapan saja.

Bukan apa-apa. Dia bukannya tak senang untuk menerima tamu di kediamannya pada malam-malam begini. Namun, jika mengingat bagaimana upayanya untuk segera bebas dari segenap kegiatan kuliah pada siang tadi, memaksakan dirinya untuk buru-buru mengerjakan seluruh tugas secepat mungkin hanya demi waktu istirahat yang akan dia lakukan sendirian dengan damai di apartemennya pada malam ini; percayalah, mungkin kalau bisa, ingin sekali Yoongi menendang pantat tepos Seilhwan ke luar dengan satu kakinyaㅡberniat untuk mengusir gadis tersebut supaya bisa cepat pergi dari tempat ini supaya dia bisa melangsungkan me time-nya dengan tenteram tanpa gangguan siapapun dan apapun.

Tapi 'kan kenyataannya, Yoongi jelas tidak akan mungkin sanggup melakukan tindakan yang baru saja terbit dalam pikirannya tadi. Apalagi andaikan mengingat kembali bagaimana tatapan menyeramkan yang Seilhwan lemparkan padanya saat pintu masuk dibuka untuk pertama kaliㅡya ampun, ini tentu bukan hal yang bagus.

Jadi, untuk sekarang, selepas mengabaikan eksistensi si gadis yang ternyata masih betah untuk tetap berdiri di sana dalam waktu setidaknya kurang lebih sepuluh menit; mau tidak mau, jelas Yoongi harus membuka suara terlebih dahulu demi mendinginkan kondisi apartemennya yang mendadak terasa sedikit panas semenjak tadi.

"Seil," panggil Yoongi sesaat kemudian. Dan yang dipanggil betul-betul tidak menggerakkan satupun organ tubuhnya, masih menatap Yoongi lurus dengan pandangan yang entah bisa disebut apa. Namun yang jelasㅡitu bukan tatapan bahagia. "Mau kubuatkan sesuatu? Kopi? Atau mau susu?" tanyanya dengan melirik tanpa menoleh.

"Mau ramen."

Yoongi menghela napas pasrah. Dikasih hati malah minta jantung. Kalau saja dia sedang tidak berada dalam mood yang baik, atau tengah berada dalam mode senggol bacok seperti kemarin-kemarin. Dia jelas akan berkata, "Bikin sendiri sana, jangan suka menyuruh. Memangnya kau siapa?" selepas Seilhwan meminta ramen bersama tatapan sendu pada beberapa saat lalu. Kalau saja netra gadis tersebut tidak sedang terpandang duka kendati ekspresinya terekspos garang, Yoongi tentu tidak akan memaksa sifat baik hatinya muncul untuk sekarang. Seilhwan itu bukan perempuan yang pantas mendapatkan perlakuan terlalu baik, nanti dia jadi tidak tahu diri. Jadi setidaknya kau harus bersikap netral supaya tidak menyesal ketika memperoleh perbuatan kurang ajar dari si gadis atas sikap santun yang dilakukan.

Walakin, bukannya Yoongi langsung beranjak dari tempat untuk lekas membuat ramen demi seorang gadis yang tidak tahu diri bernama Im Seilhwan, atau Seilhwan yang buru-buru menyamperi Yoongiㅡmembujuk pria tersebut supaya mau melayani permintaannya; kini keduanya malah serta-merta bungkam seraya melemparkan pandangan aneh bersama kerutan yang menghias di kedua kening masing-masing. Sama sekali tidak ada niatan dalam benak Yoongi maupun Seilhwan untuk bergerak dari posisi satu sama lain. Tidak ada suara apapun yang memenuhi ruangan tersebut; cuma terdengar bunyi percakapan film dalam televisi yang terdengar lumayan pelan (sebab Yoongi sengaja mengurangi volumenya, takut suaranya mengganggu Seilhwan lantaran Yoongi tahu kalau gadis tersebut tidak terlalu menyukai kebisingan), dan tidak lupa juga terdengar suara detikan jarum jam yang terus memutar perlahan mengelilingi lingkaran di pojok dinding sana yang Yoongi tidak acuhkan eksistensinya.

Namun untuk saat ini, Pemuda Min betul-betul tidak ingin membiarkan suasana memuakkan ini terus berlangsung sampai fajar nanti. Jauh di dalam rasionya, sebetulnya ada beberapa pertanyaan yang amat dia inginkan untuk segera terlontar dari mulutnya. Kedatangan Seilhwan ke sini merupakan hal yang cukup menguntungkan, sebenarnya. Setidaknya Yoongi tidak perlu repot-repot mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli bensin mobil demi melakukan perjalanan ke arah rumah Seilhwan sebab dia faktualnya baru saja berniat untuk menemui gadis itu besok demi menanyakan seputar pertanyaan esensial yang berkaitan dengan kelangsungan hidup mereka.

Lantas, walakin setidaknya dia membutuhkan waktu sekitar dua menit untuk mengeluarkan sebuah suara dari tenggorokan sebagai pembuka interlokusi selepas memperkenankan aroma kentang goreng yang baru dia beli tadi melalui jasa delivery mengisi penuh ruangan; mau tidak mau, akhirnya Yoongi terpaksa harus menghentikan aktivitas membaca buku dan menonton film demi menyambut kehadiran tamu tak diundang di apartemennya malam ini.

Dia berdeham sejenak, suaranya terdengar berat. "Setidaknya hampiri aku dan perlakukan tuan rumah dengan sopan terlebih dahulu sebelum kau melontarkan permintaan yang kelewat merepotkan itu padaku, Seil." Yoongi sepenuhnya berhenti menempatkan atensi pada televisi, kini dia betul-betul memalingkan tampang ke arah Seilhwan seraya berdeham sejenak sebelum berkata berat, "Tahu sikap sopan santun dalam bertamu 'kan, Nona Im?"

Apa itu tadi? Sopan santun? Ck, dia saja tidak pernah meminta izin terlebih dahulu ketika mau memasuki kamarku.

Memandang roman Yoongi yang mendadak kelihatan tengil setengah mati, gadis berambut pendek tersebut hanya mendengus sebal dan memalingkan tampang menatap pintu kamar. Pintunya tidak tertutup secara paripurna hingga netranya bisa menelisik betapa kacaunya ranjang yang pernah dia tempati dulu di dalam sana. Selimut tebal yang serta-merta terlempar begitu saja di permukaan lantai, letak bantal dan guling yang bersebrangan, sertaㅡoh, kenapa bisa Yoongi meletakkan celana dalamnya yang berwarna coklat tanpa motif di atas ranjang begitu saja?

"Oh, well." Seilhwan melirik malas. Dengan cepat tangannya meletakkan tas selempangnya ke meja asal dan Seilhwan berjalan mendekati Yoongiㅡlantas mendudukkan diri persis di samping pria tersebut dan menyahut cepat, "Cepat rapihkan kamarmu yang tidak jauh berbeda dengan sarang tikus itu, Yoong. Aku mau tidur di situ."

Gadis itu kemudian tanpa izin mengambil alih pundak Yoongi untuk menjadi tempat sandaran kepalanya, langsung mengulurkan tangan untuk mencuri beberapa potong kentang goreng untuk masuk ke dalam mulut, sedangkan matanya fokus memandang film di televisi tanpa niat. Woah, posisinya betul-betul terasa nyaman sekali kalau begini caranya. Lalu, sementara Yoongiㅡdia bahkan sama sekali belum mengeluarkan vokal dari tenggorokannya untuk merespon ucapan Seilhwan tatkala kekehan gadis itu mendadak muncul guna menanggapi humor yang berada di dalam film sebelum Yoongi menoleh ke arah Seilhwan, memandang tidak terima sebab bahunya dijadikan penopang tanpa permisi begitu saja.

"Kau .... " Yoongi menatap Seilhwan tak percaya, menahan untuk tidak mendorong gadis itu sampai ke antartika. Dia cuma bisa menghela napas sabar. "Jangan terus seperti ini, Seil. Ingat, sebentar lagi kau akan punya suami."

Seilhwan terkekeh. Romannya terlihat menyebalkan bukan main. "Haha. Terus kenapa?"

"Kau baru saja menggoda lelaki lain."

"Aku? Menggoda siapa?"

Yoongi serta-merta menyeringai. "Cuma ada kita berdua, Seil, di sini." Dia mengawasi kedua paha si gadis yang terlihat bebas sebab Seilhwan cuma memakai rok pendek floral untuk kaki jenjangnya, juga bersama jaket denim yang menutupi bagian atas. "Dan, ngomong-ngomong, aku masih memiliki jiwa pria sejati seutuhnya kalau kau mau tahu."

"Ck, pengakuan macam apa itu?" Seilhwan tertawa sejenak, lantas melepaskan magnet tak terlihat antara kepalanya dengan pundak milik Yoongi, ikut memalingkan tampang sehingga wajah mereka betul-betul berjarak kelewat dekat sekarang. "Lagipula, Yoong, kalau kau merasa telah tergoda lalu akhirnya jatuh cinta padaku, itu jelas bukan masalah yang besar, sih. Sebab kau jelas masih bisa merebutku dari rengkuhan Jimin kapan saja, kok."

Ah, dia membuat lelucon lagi.

Yah, perkataan tersebut jelas kedengaran bagaikan candaan absolut semata. Seilhwan memang sering mengatakan hal-hal gurauan semacam itu dan Yoongi tentu sudah terbiasa. Manalagi tatkala dulu gadis tersebut pernah menyatakan bahwa dia tidak akan mau menikah dan punya seorang anak, Yoongi jelas tahu kalau ucapannya itu cuma akan jadi kalimat yang sia-sia. Kendati pria itu pernah melihat Seilhwan bersumpah dengan air mata yang membengkak bukan mainㅡdikarenakan tangisan yang terjadi berturut-turut selama tujuh hari, namun Yoongi juga sudah berjanji selepasnya kalau dia akan membuat ujaran tersebut benar-benar menjadi tuturan yang percuma. Yoongi akan terus berjuang membantu Seilhwan bangkit dari traumanya dan sungguh itu bukanlah ikrar belaka.

"Kenapa kau suka sekali mempermainkan orang lain, Seil?" Yoongi tersenyum miris, membiarkan napasnya berhembus menerpa permukaan wajah si gadisㅡbegitupun sebaliknya. "Kenapa bisa dengan mudahnya kau berbicara begitu sementaraㅡ" Ia berhenti sejenak, memandang pahit tatkala meneruskan, "Sementara jelas-jelas kau pernah menolak mentah-mentah perasaan yang telah kunyatakan dengan susah payahnya waktu dulu?" []

[1] Panasea ㅡ P.jmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang