Yoo Yuri digigit vampir di sekolah dan mengalami proses anomali saat transformasi menjadi vampir. Kesialan Yuri sebagai korban perundungan semakin menjadi. Dia balas melawan pengganggu di sekolah dengan kekuatan anehnya.
Siapa sangka bahwa di Distri...
Annyeong, balik lagi pas Malem Mingguan, kencan sama Mas Hoon dulu yuk.
VOTE SELALU DITUNGGU. Makaciwwww ^_^
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
"Apa maksudmu?"
Appa terlihat murka. Tidak menduga dipermalukan oleh anggota jemaatnya sendiri. Alisnya mengerut tidak, suaranya gemetar oleh kekecewaan yang mendalam.
Ayah Jung-A ditangkap oleh dua orang. Nasibnya sudah di ujung tanduk usai pengakuan paling tidak masuk akal. Sikapnya yang lemah terhadap kebaikan di masa lalu tentunya menyebabkan lolosnya sandera begitu saja. Memang benar jika sikap terlalu baik adalah kebodohan manusia yang sangat besar. Min Sehyung salah satunya.
Aku tidak berani menatap wajah ayahku sendiri. Aku menundukkan kepala sedalam mungkin, masih terhanyut oleh kenangan yang menyakitkan. Kurasa itu ilusi yang mengerikan, tetapi suara yang mengguncang di dalam otakku sedang pesta pora membenarkan aksi pembunuhan yang tidak pernah kusadari.
Aku bisa mendengar seruputan yang sangat jelas. Berisik, haus darah dan penuh hasrat pembunuhan. Namun, itu suara bukan saat aku menghabisi Baebong dan salah satu korbannya. Bukan.
Dua ingatan buruk silih ganti, terutama saat kaki biru menghilang waktu itu. Aku akhirnya melirik ke wajah Sunghoon, tetapi pandangan pemuda itu terkunci ke lawan bicaranya.
"Tuan Yoo, akankah perjanjian tahun 1974 itu berlanjut?" tanya Sunghoon.
Tidak ada jawaban. Sunghoon pun melanjutkan dengan senyum penuh arti, "Selama Gyeonghui tidak membunuh manusia, Sowon tidak akan menyerang kami. Orangmu sudah memberikan kesaksiannya bahwa anggota Gyeonghyui tidak membunuh siapapun. Artinya, kalian tidak berhak menyerang kami. Masihkah kita sudahi gencatan senjata yang dimulai oleh pimpinan kalian yang sudah menjadi abu itu, atau kita saling menghabisi sampai tidak bersisa sekarang?"
Aku membeliak ngeri. Sejahat-jahatnya Appa menyerangku, aku tidak senang membayangkan Appa bergelimang darah dan meregang nyawa. Tidak. Aku tidak akan membiarkan situasinya semakin tidak terkendali.
Namun, bagaimana? Aku tidak bisa pura-pura sebagai sosok suci. Aku benci kebohongan. Aku tidak sebaik yang dikira banyak orang. Aku tetap seorang pembunuh! Kalau aku mengaku, leherku dipenggal. Sunghoon kena imbas.
Di sisi lain, Gyeonghui tidak akan tinggal diam jika Sunghoon mati di tangan pihak gereja. Akan ada pertempuran tidak terelakkan dengan risiko ayahku sendiri terbunuh, tetapi kalau aku mengaku di kalangan Gyeonghyui sendiri, Sunghoon tetap akan mati. Appa bisa selamat. Baiklah, aku mengaku saja di depan Gyeonghyui. Keamanan keluarga nomor satu, meski harus mengorbankan nyawaku sendiri.
Kepalaku makin berdenyut. Aku benci menyeret siapa pun terlibat dalam masalah. Paling baik memang tutup mulut saja.
"Manusia tetap terbunuh di mana saja setiap hari. Tidak jelas asal usul pelakunya, apakah itu berasal dari kalian atau tidak," ujar Appa.