[16] MIRIP

641 186 16
                                    

Aku gelisah. Terowongannya sangat panjang. Bus bergetar tidak menyenangkan selagi ban melindas sesuatu yang kasar. Akselerasi mesin semakin cepat, seperti melintasi turunan paling mengerikan.

Jantungku terpompa habis-habisan. Aku ingin berteriak, tetapi mulutku terlalu beku. Sebenarnya terowongan ini apa? Ke mana bus membawaku?

Kepalaku pening. Telinga berdenging. Aku memejamkan mata, gagal mengendalikan ketenanganku. Udara menjadi padat. Aku kehilangan kendali napasku. Jemariku mencengkeram kerah seragam, sangat ketakutan dengan situasi yang terlalu asing. Anehnya dua bulatan merah yang sejajar dengan wajahku semakin terang meskipun mataku tertutup.

Aku merapatkan gigi, berusaha menyingkirkan bayangan terburuk. Tidak mungkin Sunghoon berubah seaneh itu. Tubuhku menggigil ngeri.

"Hei, Yuri-ya, palli ireonna (cepat bangun)!"

Sunghoon mengguncang tubuhku. Aku tersentak menyadari cahaya yang sangat terang. Bus masih tenang melintasi jalan aspal. Beberapa penumpang tambahan duduk di depan kami, sibuk dengan pikiran masing-masing.

Aku mengerjapkan mata linglung, lalu menemukan lingkungan kota yang tenang. Beberapa deret kafe dengan keunikan masing-masing masih buka. Aku kesulitan mencerna situasi yang terjadi.

"Ayo, kita akan turun di pemberhentian berikutnya." Sunghoon berdiri dengan santai. Tangan panjangnya menekan bel. Bus melaju lambat sebelum berhenti tepat di depan halte berwarna merah mencolok. Langkahku terseok, tak mampu menahan kantuk. Sunghoon harus menahan ranselku agar berjalan lurus.

"Nyenyak sekali tidurmu?" ledek Sunghoon. Dia mengimbangi langkahku yang pelan.

Udara semakin menggigit. Aku memeluk diriku sendiri. Sweater yang kupakai tidak cukup untuk menahan laju angin yang menggila. Tampaknya musim dingin siap menerjang beberapa pekan lagi.

"Aku tidur?" tanyaku sangsi. Aku bahkan kesulitan tidur. Kejadian barusan terlalu nyata. Mulai dari terowongan dan kilat mata monster di sampingku.

Jelas semuanya berlalu dengan cepat dan menakutkan. Mana mungkin aku ketiduran.

"Eoh."

Aku menggelengkan kepala tidak percaya. Kulihat jam digital di ponsel. Sudah menginjak pukul 9.30 tepat sejak kami naik bus di Jongno. Busnya melaju lebih cepat dibanding naik oper kereta. Aku masih gelisah karena mendekati batas jam malam yang dibuat Eomma. Semalam aku setuju dengan jam malam yang dibuat Eomma. Maksimal aku bisa masuk rumah pukul sepuluh malam. Lewat itu, Eomma tidak mengizinkan masuk. Eomma juga memberitahu semua orang rumah kalau hari ini, sandi pintu elektrik sudah diganti. Karena aku belum tahu sandinya, aku menghadapi kesulitan besar nanti.

Seingatku, jendela kamarku tidak pernah terkunci. Hanya itu satu-satunya peluang. Namun, aku tidak bodoh. Mana bisa memanjat dinding jika tali dan pengait saja tidak punya.

Gara-gara Sunghoon!

Aku terus berjalan, walau kantuk semakin melanda. Tidur di tepi jalan sepertinya tidak masalah. Energi yang kumiliki sudah habis. Aku hanya ingin istirahat dengan tenang. Namun, aku benar-benar jauh dari rumah demi jajan patbingsu dengan stroberi super merah.

Tempatnya cukup jauh dari halte. Destinasi ke kafe yang dituju seharusnya mengendarai motor atau mobil. Justru aku banyak berjalan mengikuti Sunghoon. Aku tak tahan. Duduk berselonjor dengan kepala tertekuk ke bawah, tetapi Sunghoon menarik tubuhku berdiri. Dia menyandarkan kepalaku ke pundaknya. Aku tidak bisa melawan perbuatan Sunghoon. Mataku terlalu lengket untuk sekedar terbuka. Aneh sekali bisa tidur di sembarang tempat.

Jauh sekali rasanya kami berjalan. Aku tidak sanggup bergerak, tetapi kurasakan Sunghoon akhirnya berhenti di suatu tempat. Aku berhasil memaksakan diri. Mataku terbuka sedikit, tetapi yang kulihat hanyalah permukaan lantai terbuat dari batu bata. Gelap sekali. Sepertinya semua pil tidur yang kuminum seminggu terakhir akhirnya bekerja.

✔ 𝘾𝙝𝙤𝙤𝙨𝙚 𝙤𝙧 𝘾𝙝𝙤𝙨𝙚𝙣 [PARK SUNGHOON ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang