[26] PERKELAHIAN

599 162 6
                                    

Gapyeong masih sedingin minggu lalu, tetapi aku sudah lebih siap dengan mantel musim gugur yang kupersiapkan sejak tadi pagi. Melihat Sunghoon mengenakan seragam tipisnya membuatku teringat sesuatu. Aku merogoh isi tas dan melemparnya ke dada Sunghoon.

Aku semakin malu menyadari bau sundae masih terlalu lekat. Aku tidak bisa mengenyahkan bau itu meski sudah tiga kali dicuci, sehingga pegangan restleting jaketnya putus. Seharusnya aku mengganti dengan jaket yang sama, tetapi jaket itu bermerek. Harganya sangat mahal.

"Tidak bisa ditarik," kata Sunghoon, seraya memakai seragam putih berbahan kaos tebal. Sunghoon membiarkan jaketnya terbuka begitu saja.

Aku mengatupkan bibir rapat-rapat. Pertama, Eomma mencuci jaket bersamaan dengan baju semua anggota keluarga, lalu Jiho melihatnya dan langsung memakainya untuk dipamerkan di sekolah. Aku mengamuk saat memergoki jaketnya dipakai Jiho. Lalu aku mencuci ulang sebanyak dua kali dan pada cucian terakhir, saat itulah kecelakaan terjadi.

Bukan salah Eomma atau Jiho. Ini salah Sunghoon meminjami jaketnya untukku. Kalau bukan karena dia, aku tidak harus mengatasi ganti rugi yang besar.

"Aku jadi ingin sundae. Kau besok ada di restoran, tidak?" tanya Sunghoon tiba-tiba. Dia mengendus bau kuah yang masih menyengat di bahunya.

"Aku harus pergi dengan Jay besok."

"Sudah kubilang jangan dekat-dekat dengannya." Suara Sunghoon kembali serius. Raut tidak senangnya begitu kentara. Apa harus semisterius itu menjadi seorang vampir sehingga interaksi dengan manusia tidak diperkenankan? Jika begitu, seharusnya sejak awal Sunghoon tidak masuk sekolah, ya, kan?

"Dia temanku!" tandasku. Mataku berapi-api, tidak mau mundur dalam adu argumen.

"Teman atau bukan, dia bukan bagian kita, kan?"

Batas yang Sunghoon tunjukkan membuatku semakin sakit hati. Aku tidak siap menghadapi perbedaan yang besar. Aku mulai tidak yakin apakah aku vampir. Atau ini memang bagian halusinasiku. Terowongan ini cuma gambaran kosong. Aku pasti sedang tertidur cukup lama. Berada di sisi Sunghoon sangatlah tidak realistis.

Pipiku basah oleh semburan air mata yang tidak mau berhenti. Kecewaku semakin berlipat-lipat, membayangkan butuh 40 tahun untuk kembali ke semula, mengulang hal-hal baru.

Aku tidak percaya pada vampir. Tidak pula mengerti apakah ini dusta. Belum ada bukti konkret tentang vampir itu ada. Tidak seperti deskripsi novel atau film tentang hantu. Para vampir di berbagai referensi banyak yang dijelaskan sebagai sosok tanpa emosi, bergigi panjang, haus darah, berbentuk mengerikan dan suka membunuh. Mereka paling takut akan sinar matahari. Namun, yang kulihat tentang Sunghoon adalah dia tidak punya gigi taring dan cuma minum sesuatu yang mirip. Kukatakan, aku meragukan hal-hal seperti itu.

Aku mundur selangkah, tidak mau berjalan di samping Sunghoon.

Aku tidak akan percaya ucapannya.

Namun, sialnya keinginanku terjadi begitu cepat. Aku melihat dua orang berkelahi begitu saja di dalam kafe bernuansa gotik. Dua tamu saling membungkukkan badan penuh waspada. Mata mereka menyala penuh bahaya. Saling menyeringai satu sama lain. Erangan dari dalam tenggorokan, serak, berat, dan siap membunuh. Gigi mereka tidak punya taring panjang yang mencuat, tetapi racun kuning menetes dari gigi taring alami.

Oke. Sekarang vampirnya sangat nyata. Mereka menerjang, saling menendang dan menggigit. Suara patahan, daging robek, lebam biru kehitaman dan geraman terus berdesing. Mulutku menganga lebar. Situasi tidak terduga itu sangat menakutkan. Salah satu vampir berambut gondrong lebih unggul. Dia naik dengan lincah ke leher lawan, lalu memuntir kepalanya sampai muncul suara yang tidak ingin kuingat lagi.

✔ 𝘾𝙝𝙤𝙤𝙨𝙚 𝙤𝙧 𝘾𝙝𝙤𝙨𝙚𝙣 [PARK SUNGHOON ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang