[25] PERDAMAIAN

666 174 7
                                    

Warna darah yang merah gelap itu masih mengusikku. Aku sangat tertarik mencicipi darah murni yang Sunghoon cicipi tadi. Godaannya terlalu besar selagi wanita bertubuh subur menyiapkan pesananku yang banyak. Minggu lalu aku mengonsumsi cukup banyak darah, tetapi masih tercampur dengan bahan lainnya sehingga tekstur dan rasa aslinya ikut berubah. Beda jika diminum dengan cara Sunghoon. Entah bagaimana rasanya.

Aku memejamkan mata, terlalu sulit mengenyahkan gambaran isi mug milik Sunghoon yang sudah habis. Lalu aku menatap meja-meja lainnya. Beberapa vampir lain melakukan hal serupa. Minum darah murni dengan mug seperti menelan Americano.

"Eh, boleh aku mencoba minum darah sungguhan?" tanyaku hati-hati.

Sunghoon mencondongkan tubuhnya ke arahku. Tatapannya yang dingin perlahan hangat. Mungkin karena dia sudah baikan, sehingga selera humornya seperti kembali.

"Tidak ada perbedaan dengan 11 mangkok patbingsu," ujar Sunghoon sambil lalu.

"Ah, tapi cukup murah?" selidikku.

Aku merasa buruk sudah berlaku serakah. Makan es serut karena ketagihan tanpa mempertimbangkan harganya.

"Ya."

"Kalau begitu kubatalkan patbingsu-nya. Aku akan mencoba minuman yang sama. Tapi, apa aku tidak akan muntah?"

Darah manusia. Ingatanku selalu buruk. Melihat darah korban kecelakaan bisa membuatku mau muntah. Namun, sekarang aku akan meminumnya. Oh, ayolah, kenapa aku mulai cemas lagi?

"Menurutmu, pertama minum darah di restoran ibumu, kau muntah tidak?" Sunghoon mengembalikan pertanyaan itu untukku. Aku berpikir keras, mengingat bagaimana pertama kalinya aku kaget dengan gerakan cepat Sunghoon menghampiriku dalam tiga detik. Aku menggelengkan kepala. Ingat akan cairan bahan kuah sundae. Segar dan sedikit ada rasa rumput. Namun, rasa apa yang ada di dalam tubuh manusia?

Luka, robekan daging, pedih, teriakan ngeri ....

"Apa perbedaannya?" selidikku. Aku harus tegar. Darah donor sangat berbeda. Mereka steril. Tidak mungkin juga aku harus mengkhawatirkan hal itu juga, kan?

"Manusia punya banyak perbedaan. Tergantung komposisi makanan, alkohol, perbuatan, pola pikir, gula darah, bagian sel-sel busuk yang disebut kanker ...."

"Stop!"

Membayangkan kanker membuatku merinding. Aku meneguk ludah. Namun, rasa penasaran terus menghantuiku.

"Oke. Jadi rasanya beda, ya?"

"Kau mau darah rasa apa? Tinggal pesan bergantung golongan darah."

"Eh, apa? Lalu yang kau minum tadi darah yang mana?" Aku khawatir, takut dia salah minum. Mungkin perbedaan golongan darah akan membuatnya diare. Argh .... Aku merasa konyol!

"Pabo! Semua darah juga sama. Tinggal kau pilih darah tertentu atau acak. Selera pribadi," Sunghoon terhibur dengan semua komentarku yang tidak cerdas. Aku sangat malu seandainya Sunghoon bisa membaca pikiranku. Memangnya vampir bisa sakit perut karena salah minum?

Harum makanan menghantamku. Aku masih setengah vampir, tentunya aroma itu membuatku lapar. Namun, lebih sedihnya lagi, aku tidak bisa mencecap rasanya. Pesanan datang cukup lama, sehingga perutku terlalu berisik. Sunghoon masih tenang, tetapi tatapannya yang tajam tertancap ke wajahku. Aku tidak tahan diawasi olehnya. Aku melihat apa saja selain menatap iris kecokelatan pemuda itu.

Aku makan nasi goreng dengan cepat dan tanpa suara. Lalu kuaduk patbingsu sebesar wajahku agar tingkat kemanisan selai plasma darah merata pada semua es milikku. Manisnya pas, mampu menetralkan gejolak dalam tenggorokan. Namun, Sunghoon masih mengawasiku.

✔ 𝘾𝙝𝙤𝙤𝙨𝙚 𝙤𝙧 𝘾𝙝𝙤𝙨𝙚𝙣 [PARK SUNGHOON ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang