Yoo Yuri digigit vampir di sekolah dan mengalami proses anomali saat transformasi menjadi vampir. Kesialan Yuri sebagai korban perundungan semakin menjadi. Dia balas melawan pengganggu di sekolah dengan kekuatan anehnya.
Siapa sangka bahwa di Distri...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku tidak puas tinggal sendirian di vila. Suasananya yang tenang terasa jauh lebih mencekam daripada yang kupikirkan. Aku mengintip dari celah gorden merah. Tidak ada apapun di halaman selain hanya gemerisik angin menerjang rumput yang tinggi. Dengan langkah lunglai, aku duduk di sofa. Menolak tinggal di kamar yang sudah tersedia untukku.
Berkat aku yang menetap di ruang tamu, Sunghoon ikut duduk di sisi lain sofa dengan tangan terlipat. Pertengkaran kami sangat aneh. Jika tidak menyukai hasil opini masing-masing, semestinya salah satu pihak menyingkir untuk menenangkan diri. Namun, Sunghoon sama keras kepalanya denganku. Atau memang ini dedikasinya untuk mengawasi gerakanku.
Bah. Ini memang salahnya memilih menggigitku. Aku gadis yang dipilih menjalani hidup sial sebagai vampir.
Berjam-jam lamanya aku mengintip area luar rumah. Berharap ada keajaiban yang datang, misalnya Sarang dan Seokjin membawaku pergi dari vila yang terasa semakin sesak.
Tak tahan harus melihat wajah cekungnya, atau tatapan kelamnya yang menyiksa itu, aku beralih tempat. Di area tengah rumah, terdapat kolam kecil dengan puluhan ikan Garra Rufa. Aku segera menjerumuskan kedua kakiku ke dalam kolam. Ikan-ikan itu pesta pora merubungi kedua kakiku, sayangnya seluruh tubuhku mengandung sesuatu yang dihindari oleh makhluk hidup. Ikan-ikan itu berhamburan menjauhi kakiku. Entah muncul dari mana sikap jahil, aku menendang air tak tentu arah. Senang menghancurkan ikan-ikan yang kelaparan. Aku tak perlu menebak berapa lama rumah itu tidak diurus.
Mengingat laparnya hewan-hewan malang itu, aku beranjak ke dapur. Sialnya tidak ada apapun makanan yang bisa disantap. Mungkin bagi Sunghoon, sebagai vampir kami tidak perlu makan. Namun, aku merasa ingin memberikan remah roti pada ikan-ikan tersebut.
"Hei, beri aku uang," perintahku sewaktu Sunghoon melewatiku.
"Untuk apa?" tanyanya penuh kecurigaan.
"Ayolah. Kita juga butuh makan. Kau bahkan belum membelikanku steik! Padahal aku menunggu seharian."
"Terlalu larut bagi kita mengunjungi restoran. Sudah pukul dua malam sekarang," tepis Sunghoon.
"Ish. Kalau begitu, beli daging dan bahan lainnya."
"Besok saja, bagaimana?" tawar Sunghoon.
"Tidak seru. Baiklah, besok aku harus makan sesuatu, atau aku akan mencuri darah semua hewan dalam satu kandang." Aku bersungut-sungut. Lantas pergi ke kamar yang ditujukan untukku. Tanpa segan, kubanting pintu kamar sekeras mungkin. Susah sekali mengurus Sunghoon yang kehausan. Dia butuh energi agar selalu prima. Menjengkelkan karena dia selalu menjagaku, tetapi tidak pandai mengurus dirinya sendiri.
Aku berguling kebosanan di ranjang empuk. Otakku diperas sedemikian rupa demi mendapatkan uang. Jika tidak mencuri, aku harus membeli seekor kambing. Namun, bagaimana dengan Sunghoon? Mustahil mendapatkan darah manusia dengan cara donor, kecuali menerobos ke dalam kantor bank darah.