[28] FAKTA BARU

531 151 26
                                    

Langit kembali kelabu. Abu-abu tua menggelantung jauh di atas kota Seoul. Energi dinginnya memberi pengaruh yang sangat besar. Gumpalan kelabu itu selayaknya Dementor. Dinginnya menghisap kebahagiaan, sehingga melankolis tampak di mana-mana.

Wajah mereka suram, demikian pula lagu-lagu yang diputar di berbagai toko saat aku melewatinya dalam perjalanan ke halte. Orang-orang bergegas pergi, demi mencapai kehangatan dalam ruangan sesegera mungkin.

Begitu naik bus, aku berdiam di sana, selama beberapa putaran sebelum sadar bahwa sudah waktunya aku turun. Waktu yang kumiliki terlalu berharga dan sia-sia jika kubuang dengan berkeliaran tidak jelas. Perpisahan yang menghadang, sebelum aku harus menghilang, tidak bisa dicegah. Aku kalah dalam menghadapi waktu. Tiga tahun, paling maksimal, aku harus pergi tanpa jejak.

Aku ingin meluangkan waktu sebanyak mungkin dengan keluargaku. Ini akhir pekan, sebaiknya aku membantu Eomma. Air mata bergulir penuh penyesalan. Aku belum melakukan apapun yang bisa membanggakan ibuku. Mau serajin apapun usahaku dalam belajar, nilaiku selalu rata-rata kelas. Aku tidak bisa menginjak rangking minimal sepuluh besar di kelas. Masuk BP dengan alasan berkelahi karena masalah pria. Dan aku masih manja. Setidaknya aku ingin Eomma bangga pada putrinya yang dilahirkan. Jika aku tidak pintar, lebih baik aku rajin membantu urusan beberes di rumah.

Namun, bukankah kalau aku berkelakuan baik, Eomma akan kehilangan besar jika aku menghilang dari sisinya? Haruskah aku seperti apa adanya, mengamuk jika yang kuinginkan tidak dituruti? Malas belajar agar membuat Eomma lebih membanggakan Jiho yang pintar?

Membingungkan sekali pikiranku. Air mataku sederas hujan yang menghantam bus. Aku tidak membawa payung dan ini sudah keempat kali berada di pemberhentian tepat di seberang rumahku.

Aku turun dari bus. Kakiku menuntun cepat agar masuk ke dalam halte. Paling tidak, berada dalam naungan halte tidak akan membuat kepala basah karena hujan. Paling tidak, berteduh di sana membuatku merasakan kehangatan duduk di antara orang-orang yang bernasib sama denganku. Berharap hujan segera berhenti.

Begitu tembakan dari langit menjadi rinai gerimis, aku bergegas menuju restoran Sundae 1979. Keberuntungan tidak pernah jauh dari usaha Eomma. Jika cuaca berangin, hujan dan bahkan salju turun, kuah sundae menjadi primadona. Pesanan menumpuk padahal ada tidak banyak pengunjung di restoran beraroma sedap itu.

Aku semakin lapar, dalam artian perut manusia. Aroma sundae menggugah selera. Aku mencomot potongan sosis tanpa banyak berpikir. Duduk memojok di sudut dengan satu tangan memegangi saos tomat dan tangan satunya menusuk kukusan jeroan yang dipadatkan bersama tepung.

Di bawah komando ibuku, lima pegawainya sibuk dengan tugas masing-masing. Beberapa kurir datang dengan helm terpasang di kepalanya. Mereka memesan satu dua mangkok sundae darah milik pelanggan. Eomma berbaik hati memberikan segelas kuah hangat berikut dua iris sosis sundae. Kendati bukan pelanggan, tanpa usaha para kurir, restoran Eomma tidak akan sukses itu. Eomma hanya ingin berbagi kebaikan pada siapa saja, lewat tester makanan yang tidak seberapa. Tidak heran restoran kami dicintai.

Usai makan, aku menggulung lengan, ikut membantu di depan wastafel untuk cuci piring. Siaran di TV mengisi keheningan di antara pegawai restoran. Penyiar berita melaporkan orang hilang lagi, tetapi aku mengacuhkannya karena terlalu sibuk.

"Korban terlihat terakhir kalinya pada hari Kamis kemarin. Ibu korban melaporkan keganjilan ini pada polisi. Para tetangga yang bersedia memberi kesaksian mengakui dia bekerja di luar kota seperti biasa, tetapi yang aneh di rumahnya adalah lampu yang terus menyala di dalam selama tiga hari. Dengan kunci cadangan milik tuan tanah, ibu korban dan polisi menyelidiki keanehan tersebut, tetapi korban tidak ada di dalam. Pesanan jajangmyeon utuh belum dibuka, begitu pula komputernya dalam mode istirahat. Dompet dan ponselnya ditinggalkan. Bisa dipastikan korban menghilang saat keluar sebentar dari rumah untuk mencari sesuatu." Narasi tersebut mengalir dalam telingaku. Suara TV cukup bising untuk melawan suara hujan di luar.

✔ 𝘾𝙝𝙤𝙤𝙨𝙚 𝙤𝙧 𝘾𝙝𝙤𝙨𝙚𝙣 [PARK SUNGHOON ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang