[29] TERTUDUH

492 156 15
                                    

Aku menundukkan kepala dalam-dalam. Terlalu sedih memikirkan keadaan fisikku yang berubah drastis. Aku telah membeku dalam keabadian vampir. Jelas bahwa aku bukan manusia normal lagi.

Sunghoon masih berdiri tenang di depanku, tidak membalas dekapanku yang erat. Entah dia terlalu bingung atau memang cuek melihat gadis sedang patah hati atau bagaimana, dia tetap diam sebelum mendorongku menjauh.

"Kenapa kau di sini?"

Hatiku mencelos sewaktu dia bertanya dengan nada yang berbeda. Reaksi dan ucapannya jauh lebih dingin dibandingkan guyuran hujan.

"Aku ...." Tidak ada suara yang mampu terucap. Aku semakin menggigil, larut bersama hujan yang membawaku pergi menjauh dari kenyataan. Aku tersedot, sendirian tanpa siapapun, bahkan Sunghoon sekali pun. Kesepian dan kesedihan melumatku tanpa ampun.

"Sudah kubilang jangan keluar rumah." Untuk pertama kalinya, kata-kata itu terdengar sangat kasar. "Kenapa tidak mendengarkan perintahku?"

Matanya yang memerah, terlihat sangat lelah dibandingkan kemarin. Aku khawatir dia bakal pingsan kehabisan energi. Aku langsung bersalah mengabaikan perintahnya.

Aku menciut di depannya. Tidak ada kata-kata yang mampu terucap dari mulutku. Sudah cukup aku kena omel Eomma soal piring yang pecah. Jangan pula Sunghoon menambah dengan omelan yang sama. Bagaimana pun ini salahnya menggigitku.

"Apa yang kau lakukan dengan payung ini, Sunghoon-ah?" Perhatianku teralihkan pada payung besar di tangan kirinya. Semakin kuperhatikan, gagangnya memiliki ukiran yang unik. Rantai halus terpilin mengelilingi gagangnya. Namun, yang aneh, payung itu cuma kedok. Ada sesuatu yang tersembunyi dalam payung itu.

"Dingin sekali. Boleh aku meminjamnya?" Aku terdengar sangat bodoh, meminta payung dan berharap dia membawaku pergi ke tempat yang hangat.

Suara lengkingan, sarat kepedihan dan kesakitan, belasan kilometer nun jauh dari tempat kami, terdengar sangat nyata. Kukira suara pesawat drone yang bising, atau laju kendaraan yang selip di jalan. Namun, Sunghoon lari cepat, menerjang badai hujan dengan payungnya.

Aku tercengang ditinggalkan begitu saja. Tanpa komentar apapun.

Sunghoon jelas bukan siswa biasa yang duduk di depan komputer dan bermain game. Sekarang perannya semakin jelas bahwa dia bagian klan Gyeonghyui. Penegak aturan bagi para kaum gelap.

Ucapan petugas sensus yang tersirat kembali mengunciku. Sunghoon menjaga agar aturan itu tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Konsekuensinya terlalu tinggi. Aku tersengat oleh kenyataan baru soal payung itu bukan payung sembarangan. Itu pedang!

Ya ampun! Park Sunghoon yang digemari banyak siswi sekolah, berhati hangat dan punya senyum menawan, tidak lain adalah vampir pembunuh paling mengerikan.

BRAK!

Aku terlempar beberapa meter dari sisi jalan. Wajahku yang menghadap ke langit ditembaki meriam air. Aku mengerjapkan mata, kesulitan untuk membuka kelopak mataku.

Punggungku remuk menghantam aspal. Kuharap tidak ada darah menggenang. Sudah cukup pecahan piring mengiris tanganku, jangan pula diterjang sesuatu berkecepatan tinggi seperti mobil selip. Aku duduk, memulihkan kepala yang berdenyut nyeri.

Sesuatu yang menerjangku tadi sudah menghilang sewaktu aku berbalik mencari tahu. Namun, tubrukan tadi membuatku tahu bahwa dia sama cepatnya denganku. Topi beanni serta jaket kulit hitam, aroma parfumnya khas seperti berasal dari produksi pabrik tekstil, lalu dipajang dalam kurun waktu lama di display pakaian.

Dia lari dari arah berlawanan dari Sunghoon. Aku tidak punya pilihan selain menyusul kepergian Sunghoon. Lebih tepatnya, aku ingin tahu apa yang Sunghoon lakukan dengan payungnya.

✔ 𝘾𝙝𝙤𝙤𝙨𝙚 𝙤𝙧 𝘾𝙝𝙤𝙨𝙚𝙣 [PARK SUNGHOON ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang