New York - 12.35 am
Jam sudah menunjukkan pukul setengah satu malam, tapi kota New York tetap terasa ramai. Hilir mudik pejalan kaki serta lalu lalang kendaraan memenuhi jalanan di kota ini. Julukan 'The City that Never Sleeps' memang cocok untuk disematkan pada kota ini.
Kota ini terdiri dari banyak blok dan gang. Tentu saja bukan area yang aman untuk bepergian di malam hari. Terutama untuk seorang gadis.
Di dalam sebuah gang kecil, terlihat seorang gadis berambut brunette, sedang duduk bersila di pinggir jalan, sambil berkutat dengan laptopnya. Gadis itu menyandarkan punggungnya ke dinding bangunan tua yang catnya sudah terlihat lapuk. Sesekali ia mengecek arlojinya. Lalu mata birunya kembali fokus, menatap tajam ke arah layar laptopnya.
"Bagaimana, Gene?" ujar Benjamin, seorang pria bertubuh tinggi sedang berjongkok di sampingnya. "Apa kau sudah berhasil meretasnya?"
"Ayolah, kau pasti bisa, Gene! Ini harus segera selesai, sebelum polisi menangkap kita." ujar Ray, pria bertubuh kurus dan berkulit pucat.
"Sebaiknya kalian berdua memperhatikan keadaan sekeliling saja daripada terus mengomeliku." ujar gadis itu tanpa mengalihkan tatapannya sedikitpun dari layar laptop.
Ben dan Ray yang berdiri di sebelah gadis itu mendengus. Keduanya melempar pandangan ke kiri dan ke kanan, sambil mengamati keadaan sekitar. Beberapa kali terlihat Ray menghentakkan kakinya seperti tidak sabar.
"Kita harus berhasil. Misi ini sudah kita rencanakan sejak enam bulan lalu." ujar Ray sambil menggerakkan kedua kakinya. Pria itu teelihat panik dan gugup.
Gene tidak merespon ocehan Ray sedari tadi. Pria itu begitu berisik dan mengganggu konsentrasinya. Ray memang mudah panik dan itu yang selalu membuat Gene kesal padanya.
Jari gadis itu begitu lentik hingga terlihat seperti sedang menari di atas keyboard laptop. Sesekali, ia memperbaiki posisi kacamatanya yang merosot dari batang hidungnya. Tiba-tiba, senyum merekah dari bibir Gene.
"Woohoo! Berhasil!" ujar gadis itu sambil mengangkat kedua tangannya.
Kedua pria itu pun langsung bergerak ke arah layar laptop untuk melihat apa yang terjadi. Senyum sumringah terpancar dari kedua lelaki itu. 'Lima ratus ribu dolar berhasil ditransfer' begitu tulisan yang ada di layar laptop.
"Kita berhasil!" ujar Ben sambil menepuk bahu gadis itu. "Kau memang jenius, Gene!"
"Kita tidak akan kelaparan lagi. Kita punya banyak uang sekarang." ujar Ray sambil merangkul kedua temannya itu.
Tak lama kemudian, terdengar suara sirene polisi tidak jauh dari tempat mereka duduk. Ketiga sahabat itu pun saling berpandangan.
"Gawat! Kita harus segera pergi dari sini." ujar Ben.
Gadis berambut brunette itu segera menutup layar laptopnya dengan kasar dan meraih ransel yang tergeletak di sampingnya. Ben dan Ray berlari terlebih dahulu dan gadis itu pun segera berlari menyusul kedua temannya.
"Ayo, Gene!" teriak Ben.
Ketiganya melompat dan memanjat pagar besi yang menghalangi jalan kecil di gang itu dengan cekatan. Melompati tumpukan boks dan melewati mobil-mobil mewah yang terparkir dengan elegan di sepanjang trotoar.
Gene, Ben, dan Ray terus berlari menyusuri taman kota tanpa berhenti sedikitpun. Nafas gadis itu sudah terengah-engah. Ia tahu ia jarang berolahraga akhir-akhir ini. Sebungkus Marlboro merah yang selalu ia hisap dalam sehari tentu memperpendek nafasnya.
Akhirnya, mereka bertiga pun berhenti berlari dan bersembunyi di balik pagar kayu besar. Ketiganya tampak terengah-engah sambil melihat keadaan di sekitar. Ben mengintip dari balik pagar kayu tua itu, berusaha mencari tahu apakah polisi tadi mengejar mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heaven on Earth
ActionGene & Vincent (Series) - #Seri 1 Geneviève Lorraine Ross Gadis tomboy yang juga merupakan seorang peretas handal, bersedia melakukan apapun untuk Noah, adik lelakinya tersayang dan juga teman-temannya agar mereka tetap selamat. Namun, ia harus berh...