Part 5 - Gotcha!

11.7K 1.2K 14
                                    

Basement Kediaman Ben - 3.05 am

Jam dinding sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Sudah tiga hari tiga malam, Gene, Ben, Lou, dan Ray duduk di basement kediaman Ben. Mereka memutuskan untuk bersembunyi sementara di sana, sampai bisa menemukan tempat baru untuk bersembunyi.

Ruangan berukuran tiga kali empat itu hanya dipenuhi dengan tumpukan boks dan beberapa furnitur tua yang sudah usang. Basement itu begitu hening dan sepi. Hanya terdengar suara keyboard laptop yang tidak berhenti berbunyi.

Sudah beberapa hari ini, Gene berkutat di depan layar komputernya. Gadis itu terus meretas sistem keamanan kota dan menghapus semua data digital untuk melindungi Ben, Lou, dirinya sendiri, dan terutama Ray, yang kini sedang diincar oleh Vincent Zegna.

Gene beberapa kali memperbaiki posisi kacamatanya yang turun. Kacamata lapuk itu sudah menemaninya sejak zaman kuliah. Matanya terasa begitu lelah. Tidak sekali ia memejamkan matanya sejenak, hanya untuk mengurangi perih di matanya.

Dari ujung ruangan, Ray terlihat berjalan mondar-mandir. Kepanikan di wajahnya tidak dapat disembunyikan. Sesekali ia menggigit kuku jari jemari dan menghentak-hentakkan kakinya untuk mengurangi rasa panik.

"Apa kakimu tidak bisa berhenti bergerak sebentar saja? Suaranya merusak konsentrasiku." ujar Gene ketus.

"Kau tahu betapa stresnya aku? Tenggat waktu yang diberikan oleh Zegna sudah lewat. Dan kita masih belum menemukan solusi bagaimana cara mengembalikan semua isi kargo miliknya." ujar Ray nyerocos.

Tiba-tiba, Lou menggebrak meja kayu dihadapannya.

"Apa katamu? Kita? Ini semua terjadi karena ulah bodohmu! Dan lihat sekarang, kita terjebak di basement busuk ini!" ujar Lou dengan nada tinggi.

"Apa kau bilang?! Harusnya kau..." bentak Ray.

"Hei! Sudahlah! Bisakah kalian...." ujar Ben menengahi.

Gene memejamkan kembali kedua matanya. Keributan yang terjadi di ruangan itu membuat konsentrasinya buyar. Kepala Gene sakit bukan main. Sudah dua hari ia belum tidur, hanya demi menghilangkan jejak digital dirinya dan teman-temannya. Kekisruhan diantara ketiga temannya itu pun semakin meledak. Mendadak, emosinya memuncak dan ia pun menggebrak meja komputernya.

"Brengsek! Apa kalian tidak bisa tenang!?" teriak Gene.

"Diam, kau! Sebaiknya lanjutkan saja pekerjaan sialanmu itu!" bentak Ray.

Seketika Ben dan Lou terdiam. Di sisi lain, Gene terlihat sangat terkejut dengan ucapan Ray. Pria itu lupa bahwa Gene sudah susah payah menolongnya selama beberapa hari ini, sampai ia lupa untuk beristirahat. Gadis itu pun berdiri dari kursi lapuknya dan segera mengambil jaket yang tergantung di dinding.

"Mau kemana kau?" ujar Ben.

"Keluar." ujar Gene singkat.

Gadis itu segera memakai jaket dan berjalan menuju pintu. Dengan sigap, Ben menarik pelan tangan Gene. Pria itu melihat raut wajah Gene penuh dengan emosi.

"Kita sedang dalam bahaya. Sebaiknya kita tetap berada di sini sampai aman." ujar Ben.

Gene menatap Ben, lalu beralih menatap Ray dan Lou. Tatapan mata Ray melemah. Ia menyadari bahwa ia salah telah memaki Gene. Ray terlalu panik hingga tanpa sadar berbicara dengan emosi yang meledak-ledak.

"Aku belum tidur berhari-hari untuk menyelamatkan nyawa si bodoh ini. Tapi tampaknya ia tidak menghargai usahaku." ujar Gene sambil menunjuk ke arah Ray.

"Gene, tolonglah. Kita semua sedang panik. Emosi kita juga sedang tidak stabil. Bersabarlah." ujar Ben.

"Lepaskan lenganku, Ben." ujar Gene penuh emosi.

Heaven on EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang