Part 19 - Escape Plan

10.4K 1K 1
                                    

Mansion Zegna

Ben membuka kedua matanya. Sudah sekian minggu ia berada di penjara bawah tanah mansion besar itu bersama dengan Lou dan Ray. Penjara bawah tanah itu sangat lembab dan cukup gelap. Tidak ada cahaya matahari yang memasuki ruangan itu. Penerangan hanya berasal dari beberapa bohlam tua yang sudah usang.

Tempat itu dapat dikatakan sangat mengerikan. Tikus-tikus besar tampak berkeliaran dan serangga kecil yang keluar dari sela-sela dinding batu di malam hari. Aroma yang menyengat dan busuk juga selalu tercium di dalam ruangan itu.

"Ray

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ray." ujar Ben. "Ray, bangun!"

Ben menendang tubuh Ray yang terlihat sangat lemas. Pria itu tergeletak lemas di atas lantai batu yang dingin. Luka di tubuh Ray belum kunjung sembuh sehingga terkadang pria itu masih merasa kesakitan.

Di sisi lain, Lou terlihat berbaring di atas selembar kain lusuh. Wajah gadis itu tampak kotor dan kusam. Lou memandang keluar jeruji besi itu dengan tatapan kosong di kedua matanya. Pikirannya jauh melayang ke luar dari tempat mengerikan itu.

"Bagaimana dengan keadaan Gene saat ini?" ujar Lou. "Aku mengkhawatirkannya."

"Aku tidak tahu, Lou. Aku pun mengkhawatirkannya. Tidak ada kabar darinya sama sekali." ujar Ben.

"Jangan-jangan...Gene sudah dibunuh oleh Vincent Zegna?" ujar Ray.

"Tutup mulut bodohmu itu, Ray!" ujar Ben. "Dia masih hidup, aku tahu itu."

Lou melepar sebuah batu ke arah Ray. Wajah gadis itu terlihat sangat marah. Ucapan Ray sama sekali tidak membantu Lou untuk tetap tenang. Ray hanya memandang Lou dengan lemas dan tidak ada perlawanan dari pria itu. Semua anggota tubuhnya masih terasa sangat sakit akibat pukulan dari Vincent.

"Ini semua karena ulahmu, Ray! Jika saja kau tidak melakukan pencurian bodoh itu, tentu saja kita tidak akan berakhir di dalam tempat keparat ini! Dan Gene akan tetap bersama kita! " ujar Lou.

"Tenanglah, Lou. Kita akan mencari jalan keluarnya." ujar Ben. "Percuma saja kita berdebat tanpa ada jalan keluar."

Tak lama kemudian, seorang pria bertubuh besar berjalan mendekati pintu penjara, sambil membawa dua buah nampan berisikan makanan dan air. Pria itu membuka pintu sel penjara dan meletakkan nampan-nampan itu di atas lantai. Lalu, pria itu pun segera mengunci kembali pintu sel dan pergi meninggalkan tempat itu.

"Lihat, makanan sampah ini lagi." ujar Lou sambil menyendok nasi dari nampan itu.

"Kita bisa keluar dari sini." ujar Ben.

Tiba-tiba ruangan menjadi lebih hening dari biasanya, hanya terdengar tetesan air yang menggema di dalam ruangan. Lou meletakkan sendok itu dengan kasar ke atas nampan. Gadis itu menatap Ben dengan wajah penuh emosi. Lou menganggap pria itu sedang berhalusinasi.

Heaven on EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang