24. vingt-quatre

800 76 2
                                    

renjun melangkahi kakinya menyusuri lorong rumah sakit. sesaat ia melihat ke arah jendela, langit tengah mendung dan hujan.

bunyi gemuruh hujan dan petir bersatu menemani kesedihan renjun sekarang. renjun menatap sepatunya, yang sudah kotor karna berlarian di tengah genangan air tadi hanya untuk ke rumah sakit.

kaki renjun menuju ruangan nomor 24. lalu membuka pintunya. renjun meletakkan tasnya disofa. renjun berjalan mendekati bangkar rumah sakit.

guanlin tengah memejamkan matanya, berbaring lemas diatas bangkar rumah sakit membuat renjun ingin menangis sekarang.

"guanlin... kamu katanya janji mau balik malem, tapi kamu kok malah tidur.." suara renjun menciut saat berbicara pada guanlin.

renjun berusaha tersenyum sekarang, ia menautkan jari kelingking kirinya pada kelingking guanlin.

"ayo..kalau kamu bangun, aku janji gak bakal marah marah sama kamu lagi, gak bakal galak lagi, gak bakal manja lagi.."

tiba tiba terbayang dimana renjun berteriak saat kehilangan guanlin. pupil mata renjun lansung mengecil karna ketakutan.

renjun menggelengkan matanya kuat kuat. ia menggenggam tangan guanlin. matanya kini mengeluarkan air mata terus menerus.

"aku janji lin, jadi tolong bangun.."

"tolong... kamu bangun.. jangan tinggalin aku.."

"gak boleh, kamu harus sama aku.."

renjun mulai terisak kecil karna tidak ada jawaban sama sekali. tangannya sudah meregang, terasa lemas karna tidak mampu menggenggam sekuat mungkin.

"please... bangun.." suara renjun terdengar sangat putus asa sekarang untuk memohon. guanlin terus terusan tidak menjawab.

"lin.. bangun.."


















"hei," taeyong menepuk jaehyun saat jaehyun sedang berkutik dengan laptopnya. jaehyun tersenyum, "kenapa?"

taeyong duduk di pangkuan jaehyun, dan memeluk lehernya. "ngapain?" tanyanya. jaehyun menyisir rambutnya kebelakang, membuang nafas yang tampaknya tengah kelelahan.

"tugas, kamu udah makan?" taeyong mengangguk. ia mendusel di leher jaehyun dengan manja.

"jaehyun... eum, m-mau cu-cudle boleh?" taeyong menunduk, mengigit bibirnya menahan malu. jaehyun tertawa keras, tangannya mencubit kedua pipi taeyong.

"ayo." tubuh taeyong diangkat ke kasur. jaehyun menyusul taeyong ke kasur dan berbaring di sebelahnya.

"here," jaehyun menarik taeyong ke dekapannya. menyisir anak rambut taeyong keatas, sesekali mengusap keningnya.

jaehyun menatap mata kristal taeyong. netra legam itu tampak indah, sampai jaehyun senang melihatnya dengan lama.

sedangkan taeyong mencoret coret dada jaehyun dibalik kaos putihnya dengan jarinya pelan pelan. tangan taeyong berubah menjadi mengelus dada jaehyun.

beberapa menit, taeyong mulai mengantuk. taeyong mendekat pada jaehyun, memeluknya dengan erat. taeyong mencium aroma dari kaos jaehyun, dan tersenyum kecil.

jaehyun yang paham kalau taeyong sedang mengantuk, lansung mengelusnya. tangan kekarnya mengelus kepala taeyong.

perlahan, taeyong mulai tertidur, matanya terpejam erat. jaehyun menarik selimut dikaki mereka, lalu menyelimuti taeyong.

"nice dream.."


















"gua bilang gua gamau chan.."

"please, nurut aja sho.."

shotaro menepis tangan sungchan kasar. menatapnya dengan sinis pada sungchan yang melihat ke arah shotaro dengan sendu.

"gua gak mau, gua gak mau turutin pertunangan konyol kayak gini."

sungchan mengacak rambutnya, membuang nafas kasar berusaha menahan emosinya agar tetap netral didepan shotaro.

ia menggenggam kedua tangan shotaro, menatapnya lekat sambil tersenyum lembut.

"gua tau, tapi gak ada yang bisa lakuin buat batalin tunangan ini, please.. ya?" pinta sungchan memohon pada shotaro tanpa henti.

shotaro melepaskan tautan tangan mereka. dia memasang wajah sedatar mungkin menatap shotaro. diam beberapa saat, tubuhnya berbalik.

shotaro meninggalkan sungchan di lapangan sendirian. sungchan menghela nafas, mengusap wajahnya frustasi.

"sial.."

Cicatrices | NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang