07. Markas Besar

193 15 1
                                    

'Apapun yang terjadi pada hari ini pasti akan berpengaruh untuk hari-hari berikutnya. Jadi, buat dirimu berguna atau lebih baik mati saja.'

Master

.
.

Ran tersentak dari tidurnya. Mimpi itu selalu datang. Bukan, bukan sekedar mimpi. Itu adalah setitik memori kelam yang sangat ia benci.

Ran memijat pelan pelipisnya. Ia mulai teringat kembali pada momen pertama dimana ia mulai sepenuhnya bukan jadi dirinya sendiri.

Ran sadar ia sudah salah jalan. Hari dimana ia terlalu gegabah demi membalaskan sebuah dendam, tapi justru berakhir dengan ia yang terjebak dalam lingkaran hitam.

Ponselnya berdering. Membuatnya sejenak meninggalkan memori kelamnya.

"Halo."

"Datang ke Markas Besar malam ini," ucap seseorang dengan suara deepnya.

"Apa ini sebuah misi?" Ran beranjak dari ranjangnya dan melangkah pelan menuju jendela yang memperlihatkan pemandangan kota dengan kerlap kerlip lampunya.

"Jam 12 tepat."

Sambungan terputus begitu saja. Bahkan Ran belum tau betul apa yang membuat ia harus datang ke Markas Besar malam ini.

"Tumben sekali," monolog Ran. Ia sedikit mengernyit heran. Undangan ke Markas Besar bukan hal sederhana yang dikira.

Markas super megah dan mewah tapi memiliki aura yang menyeramkan itu bukan sembarang tempat yang bisa dikunjungi kapan saja.

Itu kediaman Master. Tidak ada satu orang pun yang akan selamat jika memasuki Markas Besar tanpa ijin.

Apalagi jika bukan anggota. Tanpa pikir panjang peluru bisa bersarang di kepalamu.

Beralih dari fakta yang mengerikan itu, Ran masih memikirkan apa yang membuat ia diundang ke Markas Besar.

Apa ia akan mendapatkan sebuah misi? Atau hanya jamuan tengah malam yang menyuguhkan pergulatan antara sesama anggota?

Ran menggigit jarinya tanda ia sedang cemas. Mengingat kejadian yang sempat populer dikalangan masyarakat tentang 'Kopi Sianida'.

Apakah berita itu sampai ke telinga Master? ——pikirnya.

"Aku harus bersiap," gumam Ran dan bergegas menuju kamar mandi.

Satu jam perjalanan menuju Markas Besar, Ran memasuki pintu gerbang kediaman Master. Mobil mewahnya memasuki gerbang tinggi nan kokoh yang terbuka secara otomatis jika menunjukan kartu anggota Keluarga Cheng.

Masih ada perjalanan selama 30 menit untuk sampai ke gedung utama. Melewati jalan sepi yang dikelilingi pohon besar yang seakan-akan memperhatikan pergerakannya. Ran melajukan mobilnya santai sembari masih memikirkan beberapa kemungkinan yang akan terjadi di Markas Besar nanti.


Ponselnya berdering, Ran segera mengangkat sambungan telepon, sebelumnya ia juga sudah memasang earphone di telinga kirinya.

"Ada apa."

"Aku dibelakangmu," ucap Noah, oknum yang menelpon Ran secara tiba-tiba.

Ran mengernyit, kemudian menoleh ke kaca spion. Sedikit terkejut namun ia masih berekpresi biasa.

Tepat beberapa meter dibelakangnya ada mobil Mansory Torofeo Huricán Lamborghini. Ya, itu mobil milik Noah.

Laki-laki itu suka sekali memamerkan mobil mewah ketika diundang ke Markas Besar.

MURDER || NCT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang