13.PAST

145 15 0
                                    

"Bagaimana caranya berdamai dengan masa lalu? Dengan memakluminya? Tapi... bagaimana bisa memaklumi sebuah kejahatan. Saat anggota keluargaku mati satu persatu ditanganku."

.
.
.

"Ayah..." suara bocah laki-laki itu bergetar. Takut melihat darah yang semakin lama semakin meleber kemana-mana. Membasahi lantai keramik putih rumahnya.

Pria disampingnya berlutut, mengelus kepalanya dengan lembut, "Jangan takut, semua akan baik-baik saja."

"T... Tapi Ibu..."

"Ibu akan masuk surga begitupula dengan adik perempuanmu." Pria itu tersenyum manis pada anak laki-lakinya. Kemudian memeluk anaknya yang mulai sesenggukan.

"Bagaimana? Apa kamu suka dengan kadonya?" tanya Ayahnya lagi melepas pelukan yang sebenarnya tak mau bocah itu lepas.

Leo menggeleng, melempar pistol yang sedari tadi ia genggam ditangan kanannya. "Aku tidak suka."

Mendengar jawabannya, Ayahnya justru mencengkram kedua bahunya dengan kuat. Membuat ia kesakitan sekaligus takut melihat wajah ayahnya yang memasang ekspresi marah.

"Ayah... Sakit..." Leo meringis, tapi ayahnya sama sekali tidak melonggarkan cengkramannya.

Leo akhirnya mengangguk dengan cepat, "Aku suka kadonya Yah, sangat suka."

Ayahnya tersenyum manis. Mengelus bahunya dan memeluknya lagi.

"Ayo, bangunkan adikmu dan ayah akan ajak kalian pergi dari sini." Leo mengangguk cepat dan berlari ke kamarnya untuk membangunkan adiknya.

.
.
.

Richi sudah hampir kehilangan kesadarannya. Leo masih mencekiknya. Richi sesekali berusaha melepas cengkraman pria yang sedang kesetanan itu.

Berkali-kali Richi mengecek saku baju dan celananya mencari pisau yang sering ia bawa kemana-mana. Tapi kemudian ia baru ingat jika ia tidak membawanya. Tertinggal di dashboard mobil saat ia mainkan sambil menyetir tadi.

Richi mengumpat dalam hati. Ini akan jadi akhir hidupnya. Posisi Leo yang berlutut diatasnya ditambah kaki Richi yang ditindih kaki Leo membuat ia susah untuk melawan. Tubuhnya terkunci.

"Kau akan mati ditanganku," ucap Leo dengan tawa ringannya.

Ding dong...

Bell apartemennya berbunyi. Reflek Leo menoleh kearah pintu. Tapi tidak sedikitpun ia melonggarkan cengramannya di leher Richi.

"Sial." umpat Leo.

Ding dong...

"Kau diamlah. Jangan bersuara," titah Leo, Richi hanya bisa mengangguk pelan. Leo melepas cengkramannya dan berdiri, menatap Richi yang tengah terbatuk-batuk dan berusaha duduk.

Richi menghirup oksigen dalam-dalam. Kemudian mendongak menatap marah pada Leo yang menjulang tinggi dihadapannya.

"Ini salahmu," ucap Leo sebelum pergi meninggalkan Richi untuk membuka pintu apartemen.

MURDER || NCT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang