Part 12

1K 120 63
                                    

"Ehemmm enak nih." Suara bariton menggema di kamar Dirra sontak membuat gadis itu berjingkat kaget lalu menoleh ke arah pintu dengan slow motion.

Dirra menyemburkan makanan yang belum sempat ia kunyah lalu melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 10:00 malam.

"Mampus sudah waktunya hansip ngeronda." Gumamnya dalam hati.

Dirga menghampiri putrinya yang masih diam menatapnya.
"Gak bagi-bagi nih?" Tanya Dirga dengan santai tapi tidak menurut Dirra ayahnya lagi menguji kekuatan batinnya.

"Ayah mau?" Dirra menyodorkan snack yang belum di buka.

Dirga menggeleng namun tangannya tetap mengambil snack yang di sodorkan Dirra, matanya tertuju ke bungkus makanan ringan serta minuman kaleng yang sudah kosong.

"Kamu makan dan minum itu semua hmm,,?" Tanyanya lagi, Dirra hanya mengangguk seraya menundukkan kepalanya.

"Kamu tahu itu gak baik buat tubuh kamu?" Lagi-lagi Dirra hanya mampu mengangguk.

"Kenapa ayah melarang kamu memakan makanan seperti itu hmm,,?"

"Karena ayah sayang Dirra."

"Kalau kamu tahu kenapa masih memakannya?" Suara Dirga begitu lembut tidak seperti biasanya tapi mampu membuat bulu kuduk Dirra meremang.

"Yah maaf, Dirra gak lagi-lagi deh ini yang terakhir kali hmm..." Ucap Dirra dengan wajah memohon, Dirga mengangguk dengan senyuman menenangkan membuat Dirra ikut tersenyum lalu beranjak berdiri memeluk ayahnya.

Dirga membalas pelukan putrinya lalu mencium kepala Dirra dengan penuh sayang.

"Sekarang gosok gigi lalu tidur jangan membangkang kata-kata ayah, ayah beri banyak larangan pada anak-anak ayah karena ayah sayang kalian jadi jangan salah paham dengan sikap ayah. Kamu ngerti kan apa yang ayah omongin?" Dirra hanya mengangguk seraya memejamkan matanya.

Ya seperti inilah sosok ayahnya, dia punya caranya sendiri untuk melindungi keluarganya dengan sikapnya yang berlebihan.

Dirra merasa nyaman ada di pelukan sang ayah, dadanya yang kekar membuatnya enggan untuk melepaskan tempat ternyamannya ini.

"Hmm pantas saja ibu suka di peluk ayah." Gumamnya masih dengan mata terpejam.

Dirga menundukkan pandangannya.
"Kenapa?" Tanyanya.

Dirra menepuk-nepuk dada ayahnya sebelum berucap.
"Ini tempat ternyaman yang pernah Dirra tempelin." Padahal bukan kali ini saja Dirra seperti ini.

"Bukannya dari kecil kamu suka menempel di dada ayah hmm,,, sampai ibumu cemburu." Dirra memukul ayahnya.

"Mana ada, perasaan yang selalu cemburu itu ayah, si kembar manja sama ibu saja ayah marah, ngambek di kamar gak mau ngomong sama ibu." Ucap Dirra sambil cekikikan mengingat bagaimana posesifnya seorang Dirga dan melarang anak laki-lakinya menempel pada sang ibu.

"Hufhh,, anak ini." Dirga mendengus merasa gemas.

"Ehemm,,, akur amat nih sampe ibu di lupain." Anak dan ayah itu menoleh ke asal suara lalu tertawa bersamaan melihat sang ibu yang sedang memasang wajah cemberut.

*

Keesokan paginya Ben sudah berada di rumah Dirga sebelum matahari menampakan kehangatannya, pagi ini ia sangat bersemangat bahkan ayam belum berkokok pun ia sudah mengeluarkan energinya.
Ben membantu Aisyah masak untuk sarapan bahkan Ben juga membantu tukang kebun membersihkan halaman rumah.

Setelah di rasa sudah selesai Ben juga sudah rapi dengan pakaiannya ia menghampiri Dirga yang akan melaksanakan tugasnya yaitu membangunkan anak-anaknya.

Dear DirraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang