Part 28

617 87 17
                                    

Kenapa waktu selalu tak mendukung di saat sang hati kembali mencair. Akankah roda kehidupannya akan selalu berputar seperti ini? terjatuh, bangkit dan terjatuh lagi bahkan lebih dalam ataukah karena aku yang selalu menuntut kesempurnaan tuk melengkapi kekosongan hati.

Saat mata Ben menangkap sosok yang sudah lama menjadi rivalnya sedang duduk termenung di kursi taman sendirian. Seketika Ben menghentikan kakinya lalu berbalik namun ternyata Dirra sudah berada di belakangnya dengan mata fokus ke arah pria idaman gadis itu siapa lagi jika bukan Davi, om'nya.

Ben menggeram seraya mengepalkan tangannya menghampiri Dirra tanpa basa-basi bocah itu menarik tangan Dirra.

"Lebih baik kita pulang." Ucap Ben masih menarik tangan Dirra agar mengikuti langkahnya.

Gadis itu hanya pasrah, entah kenapa ia lemah saat matanya melihat sosok Davi padahal pria itu tak mengetahui keberadaannya namun tetap saja efek keberadaan Davi masih terasa dashyat mengoyak hatinya.

Sampainya di rumah Dirra langsung masuk kedalam kamar sedangkan Ben menghampiri Dirga yang berada di meja makan dengan mata hanya fokus pada Aisyah sampai tak sadar jika Ben sudah duduk di hadapannya.

Ben mengeluarkan handphone lalu mulai sibuk dengan benda itu sedangkan Dirga sedari tadi hanya memandang wanitanya yang sedang sibuk dengan bahan masakan yang akan di masaknya nanti, sesekali istrinya menghentikan pergerakan tangannya lalu mengelus perut buncitnya dan itu tak luput dari mata Dirga.

Aisyah berbalik ke belakang lalu menyapa Ben yang sedang asik memainkan handphone.

"Ben, kemana putri ibu?"

Ben mendongak lalu menjawabnya sembari tersenyum manis pada Aisyah.

"Di kamarnya Bu." Dirga yang baru tersadar langsung melirik ke arah Ben.

"Lah sejak kapan kamu duduk disitu Ben?" Tanya Dirga.

"Sudah sedari tadi yah." Dirga hanya mengangguk.

"Kamu terima tawaran ayah kemarin kan?" Tanya Dirga dengan tatapan serius.

Ben hanya mengangguk ia menarik sudut bibirnya meski hatinya sangat menolak tawaran Dirga.

"Bagus. Ayah sudah menyiapkan semuanya."

"Iya yah terimakasih." Ben kembali menatap handphone yang berdering dan ia segera pamit pulang kepada Dirga dan Aisyah.

"Apa yang mas rencanakan?" Tanya Aisyah dengan pandangan menyelidik.

Dirga hanya tersenyum enggan menjawab.

Aisyah menunggu jawaban Dirga namun pria tua itu sepertinya tak berniat memberitahukan kepadanya.

"Oke,, oke,, aku gak akan bertanya lagi." Aisyah hendak pergi namun pergelangan tangannya di tarik Dirga dengan kuat sampai wanita perut buncit itu terduduk di pangkuan Dirga.

Aisyah mengelus perutnya lalu memukul lengan Dirga yang dengan seenaknya menarik tubuhnya.

"Kamu marah hmm,,,?" Tanyanya tanpa merasa bersalah.

"Aku bawa dua bayi dan kamu seenaknya narik tubuh aku?" Aisyah menggeleng-gelengkan kepala kesal. Memang benar Dirga tak merasakan apa yang Aisyah rasakan tapi seenggaknya mengerti dengan kondisinya, ia duduk saja kesusahan.

Tangan Dirga terulur mengelus perut Aisyah lalu mengecupinya.

"Maaf."

Aisyah melepaskan tangan Dirga yang melingkar di perutnya lalu beranjak tanpa kata ia pergi meninggalkan suaminya.
Dirga menatap punggung Aisyah lalu menarik rambutnya menyesal.

Dear DirraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang