Part 32

765 86 43
                                    


Ben hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sedari tadi ia memperhatikan tingkah gadisnya dari kejauhan.

Saat si kembar keluar kamar dengan wajah kecut Ben berjalan menghampiri Dirra yang sedang membenarkan hijabnya.

"Aku gak menerima tamu jadi silahkan balik kanan tanpa penghormatan jalan." Ketusnya seraya menatap Ben dengan malas.

Langkah Ben semakin mendekat mengabaikan perkataan Dirra, Ben duduk di sisi ranjang tanpa ijin terlebih dahulu matanya kini hanya fokus ke arah Dirra.

"Dengar gak sih aku ngomong apa." Sungutnya.

"Ulurkan jari kelingkingmu." Pinta Ben namun Dirra enggan untuk menuruti permintaan bocah lelaki itu.

"Cepetan ulurkan jari kelingkingmu." Pintanya lagi dengan nada memaksa.

Dengan hati dongkol Dirra mengulurkan tangannya tanpa di sangka Ben melingkarkan benda kecil yang sangat Dirra tak sukai itu begitu pas di jarinya.

"Itu sebagai ikatan janji kamu saat aku menolong mu dulu, jangan ge'er aku gak lagi melamarmu ckk,,." Ucap Ben sembari tersenyum canggung.

"Ciih,, siapa yang ge'er, aku gak mau memakainya." Dirra hendak melepasnya namun suara Ben berhasil membuatnya mematung sesaat.

"Silahkan lepas aku pastikan besok kamu jadi istri ku." Ben menarik sudut bibirnya seraya menatap Dirra dengan pandangan mematikan.

"Apa peduliku hah,,?" Tantang Dirra lalu melepaskan cincin yang di sematkan Ben tadi lalu melemparkannya ke dada Ben.

Ben pun refleks menangkapnya lalu menatap Dirra tak percaya namun seulas senyuman kembali terbit di bibirnya.

"Oke,,," Ben mengambil handphone di sakunya namun tatapannya masih ke arah Dirra yang sedang memasang wajah jutek.

"Pah besok aku mau lamar anak gadisnya a_______" Handphone milik Ben terjatuh ke lantai karena tepisan kuat tangan Dirra.

Gadis itu menggeram, matanya melotot tajam menatap kearah Ben.

"Gila kamu Ben." Sentaknya.

"Yah anggap saja aku seperti itu."

"Mana cincinnya?"

Dengan senyuman manis Ben memberikan cincinnya pada Dirra.

"Kalau sampe aku tahu kamu lepas cincinnya mungkin di hari itu juga aku akan bawa penghulu kesini dan aku pastikan ayah akan mendukung ku." Ancamnya.

"Hah curang." Ucapnya lemah.

"Kamu sendiri yang mau di nikahi aku kan?" Tanya Ben dengan nada menjengkelkan.

"Tapi waktu itu kamu ancem aku."

"Ya kenapa kamu mau?"

"Ya kalau tahu seperti ini mendingan aku biarkan kamu mati saja waktu itu." Ucapnya sengit.

"Kamu tega padaku Dinda?" Ben kembali memanggil Dirra dengan panggilan kesayangannya. Ada rasa bahagia di hati Dirra namun ia menepisnya.

"Kalau aku nikah sama kamu terus pangeran tampan berkuda putih idaman aku bagaimana? Aaah sial." Ucap Dirra dengan nada kesal.

"Jangan pikirkan orang lain selagi masih ada aku, aku yang akan menjadi pangeran berkuda putih mu." Ucap Ben dengan lantang sembari tersenyum lebar.

"Ciiih gelay." Dirra bergidik geli dengan perkataan Ben.

"Keluar sana sebelum di grebek hansip." Ujarnya.

"Oke,, oke aku keluar awas jangan lepas cincinnya. Babay dindaku sayang." Ucap Ben sembari cengengesan dan saat itu juga sebuah bantal melayang ke wajah Ben.

Dear DirraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang