Part 2

4.5K 242 25
                                    

Jika kata menunggu sudah tak berarti
Terus aku mau apa lagi
Masih pantaskah aku mengharapkannya
Atau aku harus pasrah menelan rasa kecewa

-----

"Berhenti mengikuti gue, gue bosan lihat muka lo." Ujarnya dengan jutek yang hanya di jawab dengan cengiran, siapa lagi gadis yang paling jutek yang sudah menemani Ben sedari kecil. Ben masa bodo dengan mulut judes milik gadis itu menurut Ben gadisnya sangat lucu dengan sikap dan ekspresi cueknya itu.

"Apa sih dear jangan kasar gitu donk aku ini calon suamimu, kau harus ingat itu!" Ucapnya lembut mengingatkan Dirra akan ucapan ayahnya yang pernah melontarkan kata-kata sakral seperti itu pada saat Dirra dan Ben memenangkan lomba bela diri di luar negeri entah itu hanya gurauan atau memang serius karena Dirga berkata demikian.

"Ciiih gue gak mau nikah sama lo, menyebalkan."

"Terus???" Tanya Ben tidak suka dengan tanggapan Dirra.

Dirra tak menjawab pertanyaan Ben ia lebih memilih menyibukan dirinya karena sebentar lagi ia akan tanding lomba dengan antar sekolah.

"Kamu masih mengharapkan seseorang yang jelas-jelas tidak akan di setujui keluargamu hmm,,?"

Dirra hanya diam menunduk menyoraki hatinya yang terlalu bodoh karena memang tidak mungkin ia bersamanya karena ada darah Pratama yang mengalir di tubuhnya.

"Itu bukan cinta dear, kamu hanya mengagumi dan kamu hanya ingin di lihat bukan dimilikinya!" Ben berkata lembut menyadarkan gadisnya jika Dirra salah menanggapi perasaannya saat ini.

Dirra masih diam ia sadar akan hal itu tapi ia juga tak bisa menepis apa yang ia rasakan, ia merutuki dirinya yang terlalu berharap.

"Sadarlah dear, dia mahrom mu, dia adik kandung ayahmu jangan berharap lebih padanya yang hanya menyakiti hatimu. Jika ayah tahu tentang perasaanmu terhadapnya aku yakin ayah akan memutuskan silahturahmi dengannya." Ben mengepalkan kedua tangannya ada rasa nyeri melihat Dirra terlihat lemah jika menyinggung tentang perasaannya yang salah.

"Cukup Ben, gue tahu sangat tahu tentang itu. Terus bagaimana dengan hati ini. Sakit Ben sakit,,!!" Sentak Dirra tangannya memukul-mukul dadanya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Ben menatap gadis di depannya dengan hati miris, ia ingin masuk ke dalam hati Dirra tapi sangat sulit seperti ada tembok yang membatasi dirinya. Raga Dirra begitu dekat tapi tidak untuk hatinya, Ben tak bisa menjangkau hati gadisnya berusaha tuk menyentuh hati Dirra tapi sepertinya tak ada celah sedikitpun. Ben juga sadar jika hati tak bisa ia paksakan karena hanya akan menyakiti satu sama lain.

"Buang cinta monyet mu yang mustahil untuk di satukan, cobalah buka hatimu untuk aku dear." Ben menunduk dengan suara lirihnya lalu mengangkat kepalanya menyiratkan kekecewaan di wajah Ben menatap Dirra dengan sendu.

"Aku harap kamu pake otak untuk menentukan jalan tuk hatimu berlabuh!!" Ben berlalu pergi begitu saja meninggalkan Dirra yang termenung menatap punggung Ben yang semakin menjauh.

"Aku harap juga seperti itu Ben, maafkan aku yang lagi-lagi mengecewakan mu."

Dirra sadar jika dirinya hanyalah di perbudak oleh yang namanya cinta tapi kenapa harus omnya. Cinta pertama yang salah seharusnya bukan dia yang menjadi pelabuhan pertama hatinya tapi sepertinya takdir mempermainkannya.

Setelah pertandingan Dirra segera beranjak untuk pulang, Ben pergi setelah perdebatan tadi Dirra tidak melihatnya lagi entah kemana bocah itu Dirra tak peduli ia hanya ingin sampai rumah karena raga serta hatinya sangat lelah.

Dear DirraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang